Membaca
tulisan dari para bloggers favorite saya di tumblr dengan tagar RTM atau Rumah
Tangga Muda jadi berhasrat untuk ikutan juga :D
Iya,
saya memang belum menikah. Tapi tidak salah kan kalau saya sudah mulai
mempersiapkan dari sekarang. Soalnya di IPB juga ada tuh jurusan Ilmu Keluarga
dan Konsumen. Jadi, membangun keluarga yang kuat, sejahtera, dan harmonis
memang perlu ilmu dan persiapan. Sekali lagi saya dengar, menikah adalah ibadah
terlama yang dijalankan oleh manusia di dunia ini. Katanya juga seni terumit
adalah seni berumah tangga. Yang perempuan harus mampu menurunkan ego untuk
dipimpin dan dibimbing oleh laki-laki yang awalnya asing. Yang laki-laki harus
tahan banting dalam memimpin dan membimbing perempuan yang mungkin punya
paradigma lain di pikirannya.
Berbicara
tentang rumah tangga muda, pasti kita semua butuh beradaptasi. Sebagai perempuan,
tentu saja kita nanti yang akan mengurus rumah kita. Dari tidak bisa apa-apa
menjadi bisa segala. Dari yang mengerjakan satu jenis, jadi bermacam jenis. Dari
mengerjakan dengan waktu yang banyak, menjadi multitasking di satu waktu. Masak
sambil nyuci piring. Masak sambil nyapu. Nyapu sambil teriak-teriak bangunin
anak yang masih tidur, dll.
Ngomong-ngomong,
saya sama sekali tidak mengenal pekerjaan seperti mencuci, memasak, menyetrika
sebelum berumur 16 tahun. Pekerjaan rumah yang saya bisa waktu itu mungkin
hanya menyapu dan mengepel lantai. Maklum, dari saya lahir sampai umur 15 tahun
di rumah saya ada asisten rumah tangga karena ibu dan ayah saya bekerja. Jadilah,
kerjaan saya waktu SMP itu hanya sekolah, belajar, baca buku, dan jalan-jalan
sama teman :D
Saya
yakin, hal itu sangat berbeda dengan teman-teman saya di Pangandaran, mereka
tentu saja mampu mengerjakan ini itu sewaktu SMP bahkan SD. Soalnya ibu saya
bercerita seperti itu. Katanya beliau bisa mencuci dari kelas 5 SD. Sudah
membantu memasak dari kelas 3 SD. Saya waktu seumuran itu? Uh, masih jauh. Saya
selalu mengatakan pada Ibu “Mom, this erra
was changed. I am tired for the school, for doing the tasks.” Hahaha..
parah banget ya saya waktu itu. Alasannya sudah beda zaman. Padahal kan
pekerjaan rumah tangga itu tak pernah lekang oleh zaman. Tapi tentang sekolah
di zaman sekarang memang sangat melelahkan itu benar dan no drama. Karena adek
saya yang kelas tiga SMK, memang temperamental banget kalau pulang sekolah.
Belum lagi, dia harus begadang sampai jam satu pagi untuk ngerjain tugas. Ya,
mirip-mirip saya pas musim ujian di tingkat pertama kemarin lah. Selalu
begadang karena sistem kebut semalam :p *sekarang enggak dong, kan manajemen
waktu saya sudah lebih baik :p
Tentu
semuanya berubah ketika di rumah saya sudah tidak ada lagi ART. Saya jadi
menyetrika sendiri. Nggak tanggung-tanggung, nyetrika untuk lima orang. Itu
rasanya kesel banget. Kesel karena bingung harus mulai dari mana. Dan juga,
kesel karena nggak bisa. Pokoknya menyetrika asal saja, asal panas bajunya. Begitupun
ketika di Pangandaran, saya yang tinggal dengan nenek juga tidak mungkin kan
menyuruh nenek untuk mencuci dan menyetrika baju saya. Alhamdulillah karena
sedikit terbiasa menyetrika sebelum pindah, akhirnya kegiatan menyetrika itu
menjadi lebih rapih dan tersusun. Saya jadi tahu, mana yang harus didahulukan.
Bagian mana dulu yang harus disetrika. Baju apa saja yang harus digantung.
Kalau mencuci? Felt so blessed,
karena di rumah nenek sudah ada mesin cuci. Hehe.. Kalau memasak kayaknya nanti
dulu. Saya trauma sambal goang saya gosong tak bersisa. Heuu.. saya juga belum bisa membedakan mana kemiri
mana ketumbar (calon suami, maafkan aku yang dulu yaa). Saya juga selalu
dibilangin seperti ini, “Bila, you are
impossible to give your spouse just only with books.” tentu dalam sundanese
ya, hehe.. Intinya, saya pernah diomelin gara-gara saya baca buku doang
kerjaannya. Dari situ sih saya sadar, bahwa kelak suami saya nggak mungkin saya
kasih makan dengan tumis buku pelajaran dan sayur novel remaja saya :’D
Dan
tiba saatlah ketika saya pindah ke Bogor. Saya merasa semakin dewasa saja. Dan
entah bagaimana saya jadi ingin bisa masak dan bisa mengerjakan semua pekerjaan
rumah. Entahlah, mungkin karena pengaruh tentang jodoh dan nikah yang dulu
familiar sekali di telinga ABG macam saya. Siapa tahu ada yang melamar
tiba-tiba kan :D *enggaklah, ini bercanda.
Begitu
juga di asrama, saya bisa saja pakai bibi cuci setiap bulan. Tapi kok, saya
jadi kehilangan esensi mandiri sewaktu di asrama ya kalau saya pakai bicu (bibi
cuci). Kan anak rantau. I want to manage
all about my self. Entah itu kuliah, keuangan dari ortu, persiapan diri
saya sendiri, sampai itu perasaan termehek-mehek entah karena masalah apapun. Saya
nggak pernah cerita lagi mengenai UTS saya yang mungkin dapat nilai 5. Beda banget
sewaktu UN SMA dimana saya shock dan histeris berat pas ditelpon Ibu.
Dan
ketika itulah saya memulai untuk belajar masak. Hihi, saya punya pengalaman
yang saya simpan rapat-rapat selama dua tahun namun akan saya ceritakan disini.
Pengalaman yang menyakitkan tapi memacu diri saya untuk bisa masak dengan
benar. Waktu itu tahun 2015, saya yang sedang libur karena kuliah baru masuk di
bulan September mendatang memutuskan untuk masak sayur sop dan mendoan, masakan
favorit saya. Nggak tahu kenapa sayur sop nya udah enak (menurut saya) tapi
mendoannya hambar, walah saya ingat saya lupa kasih garam. Baru saya kasih
ketumbar bubuk, bawang putih, lada, juga kunyit bubuk. Dan itu saya sadari
setelah semua masakan matang. Ah, syedih. Tapi berdoa aja semoga masih pada mau
makan.
Sepertinya
adik pertama saya tahu ada yang salah dengan mendoan itu, lalu pemicunya muncul
dan mulailah kata-katanya menyakiti hati lalu membuat mata berair.
“Mending masak
bener. Ini mah ga becus. Gak ada rasanya.”
“Emang ga akan
gue makan!”
Deg!
Saya menangis tertahan-tahan disitu. Saya yang lelah dari pagi dengan mencuci,
nyetrika, menjemur, beres-beres rumah, dan niatnya memasak agar ketika Ibu dan
adik-adik saya pulang sekolah bisa langsung makan siang namun mendapat
kata-kata seperti itu, rasanya sangat sedih dan terpukul. Ibu saya juga dengar.
Dan tidak berkata apa-apa. Saya yang sedang bikin kue putu ayu segera berbalik
arah. Menangis. Lalu buru-buru mengelap air mata saya kembali. Meski menyakitkan,
tapi saya langsung berkaca. Alhamdulillah, kata-kata itu masih terlontar dari
keluarga dekat saya. Dan mulai saat itu, saya bertekad bahwa suami saya “tidak
akan” mengatakan itu kepada saya. In the means, saya harus bisa masak dengan
baik dan benar!
Dari
pelajaran diatas saya mendapat banyak sekali hikmah. Tidak bisa memasak,
mencuci, menyetrika, beres-beres rumah adalah lumrah adanya. Karena itu semua
membutuhkan jam terbang. Saya ingin mengatakan kepada para laki-laki, “Mas,
abang, uda kalau calon/pasangannya belum bisa ngerjain pekerjaan rumah tangga. Sabar-sabarin
yaa.. kalau nggak bisa masak, coba deh antar ke pasar, kasih kado resep
makanan, modus-modus minta dibikinin nasi goring atau apapun. Puji jika ada
semangat dari pasangan buat belajar masak. Jujur dan beri saran yang membangun.
Ingat, jangan berkata yang menyakitkan. Dia tulang rusukmu bukan tulang
kepalamu.” Juga untuk para perempuan yang belum atau akan menikah. Mari kita
sama-sama belajar menjadi perempuan yang multitalent. Perempuan yang kuat dan
bisa diandalkan. Tidak hanya pintar saja
tapi juga mampu mengurus rumah. Karena dari rumahlah kita akan membangun
peradaban manusia. Tidak semua laki-laki bisa lama-lama bersabar. Bisa-bisa
kita nggak bisa mudik gara-gara makan di restoran terus karena nggak bisa masak
:’) bisa-bisa kita nggak bisa beli make up gara-gara nge-laundry baju
berkilo-kilo karena nggak bisa mencuci dan menyetrika *hahaha, enggak deng..
Kita
adalah perempuan-perempuan modern zaman milenials yang mengenal kata
emansipasi, tapi tetap menjadi ibu dan istri adalah fitrah kita. Kita adalah
perempuan-perempuan modern yang dicekoki berbagai teknologi dan istilah
relationship goals namun apa artinya bila kita gagal membentengi keluarga kita
dari itu semua. Kamu boleh menjadi professor lulusan Inggris atau Jerman, tapi fitrah
kita akan tetap menghantarkan kita kembali ke kasur, dapur, dan sumur. So, yuk
kita sama-sama persiapkan dan belajar dari sekarang. Kita biasakan dari
sekarang. Karena masalahnya, bukan ketika kita tidak bisa apa-apa, tetapi
ketika kita tak mau belajar apa-apa. Semoga hal ini bisa menjadi ladang pahala
dan lahan belajar untuk kita semua :)
“Whatever
you do, do with determination. You have one live to life; do your work with
passion and give your best. Whether you want to be a chef, doctor, actor, or
even a mother. Be passionate to get the best result.”
–Alia Bhatt-
Doakan
saya juga ya. Semoga masakan saya lebih beragam dan bergizi. Alhamdulillah,
semua macam tumis sudah bisa juga olahan daging, sambal, sedikit masakan
bersantan. Rekor masak tersulit mungkin soto ayam kali ya, hahaha.. maklum ada beberapa
tahap, siapin ayam, sayuran, bihun dan kuahnya. Mencuci dan menyetrika
alhamdulillah :) semoga Allah selalu merendahkan ego saya untuk mau terus
belajar memberikan yang terbaik untuk dia yang Allah siapkan untuk saya. Karena
tetap bagi saya, masalahnya bukan karena kita tidak bisa apa-apa tetapi karena
tidak mau belajar apa-apa.
Selamat
Idul Adha 1438 Hijriah. Yuk istirahat, besok bangun pagi untuk belajar bikin
opor dan bikin rendang :D
#rumahtanggamuda
#tidakbisaapaapa #keeplearningdoing