Sudah
dua malam berlalu dengan hujan yang hampir selalu jatuh setiap dini hari. Tapi
ternyata, hujan yang menenangkan setelah panas seharian tak mampu membuatku
menutup mata barang sekejap pun. Sudah hampir seminggu ini aku tak pernah tidur
dibawah jam 12. Padahal siangnya, aku selalu berkegiatan. Juga beberapa hari
ini, aku seharusnya merasakan kelelahan karena sering sekali berjalan-jalan
secara impulsif. Benar-benar impulsif sendirian saja. Entah itu ke swalayan
terdekat dengan asal membeli apa saja, entah itu berjalan sendirian di
keramaian malam di bara. Entahlah, aku merasa hati dan pikiranku sedang begitu
riuh sehingga aku butuh pulang.
Apakah
kalian pernah merasa dunia sedang riuh-riuhnya dan kamu ingin menepi sejenak
saja?
Rasanya
aku sedang berjalan dengan tenang, lalu tiba-tiba terjebak diantara hingar
bingar konser di tengah jalan. Rasanya aku sedang begitu tenang menikmati makan
siang, lalu tiba-tiba dikejutkan oleh seseorang dari belakang. Atau rasanya,
ketika aku sedang begitu tenang menyetir kendaraan, lalu macet dan aku
mendengar semua orang saling beradu membunyikan klakson dari masing-masing
kendaraannya. Riuh sekali! Bukan ingin pulang seperti pulang ke kampung
halaman atau setelah merantau jauh sekali, aku terkadang ingin menepi sejenak.
Ya, sebentar saja.
Jika aku
mengingat atau kalau mau memikirkan sejenak saja, mengapa dunia dan diriku ini
begitu riuh dan crowded sekali, aku yakin, penyebabnya tidak lain dan
tidak bukan karena aku terlalu lelah mengejar dan dikejar dunia. Berharap lebih
pada manusia. Bersikap masokis. Semakin disiksa sensasinya semakin magis, meski
kita meringis-ringis. Melihat orang dengan begini begitu di dunia nyata
ataupun di dunia maya, sedangkan aku sebaliknya. Sudah banyak mengetuk pintu
kesempatan tapi belum juga terbuka, sudah meminta dengan segenap pinta tapi
masih belum dikabulkan, atau sudah berusaha melakukan yang terbaik (menurut
versi kita) tapi gagal dan terus gagal, begitu seterusnya.
Entah
bagaimana, keriuhan ini jujur saja membuatku ingin menangis. Aku merasa gusar
dan hilang ketenangan. Bahkan, untuk sekedar tersenyum atau membalas pesan juga
sapaan orang begitu melelahkan. Aku merasa tidak nyaman. Ingin semua baik-baik
saja.
Ah
Nabila... tapi apakah kamu lupa atau pura-pura lupa?
Bahwa
dunia memang diciptakan riuh, gaduh, melenakan, melelahkan, dan tak ada yang
benar-benar ideal. Mengapa demikian?
Tentu
saja, karena dunia adalah sebuah ruang angkasa dimana aku akan diuji dan
ditantang membuktikan keimanan dan kesabaran.
Dear
Nabila, harap tenang. Dunia boleh riuh, kamu jangan. Dunia boleh gaduh, kamu
yang harus tetap tenang dalam kesabaran. Tenanglah, seriuh apapun itu. Sekalut
apapun keadaan hatimu. Memang tak mudah untuk tetap tenang dalam menghadapi
setapak demi setapak perjuangan. Memang tak mudah untuk tetap sabar dalam
menghadapi berbagai luka lebam. Tapi sungguh, kamu yakin bukan Allaah tentu
saja tidak akan tingggal diam? :’) tidak ada seorangpun dari kita yang
tetap dibiarkan dalam kesedihan :”)
“And
that’s why if we life in dunya with our hearts, it breaks us. That’s why this
dunya hurts. It is because the definition of dunya as something temporary and
imperfect. You just get burned. Only when we stop trying to make the dunya into
what it is not – and was never meant to be (jannah) – will this life finally
stop breaking our hearts.” (Reclaim Your Heart – Yasmin Mogahed)