Sudah lama sekali
sejak terakhir menuliskan kehidupanku di blog ini. Aku betul-betul sibuk dengan
kehidupan baruku akhir akhir ini yang agendanya berubah, tata caranya berubah,
jam kerjanya berubah, dan lain lain. Aku sampai tidak tahu harus melakukan apa
saja karena Senin sampai Jumat hanya untuk bekerja dan Sabtu dan Minggu untuk
tidur atau mungkin bercerita dengan orang orang di kehidupan nyata.
Sampai saat ini tepat
10 bulan aku tinggal di Jakarta setelah kelulusan kuliah di tahun 2019. Rasanya
luar biasa. Pengalaman senang, sedih, lelah, kecewa, takut. Semua perasaan itu
bahkan sepertinya sudah aku rasakan.
Senang saat akhir
bulan baru gajian, sedih saat kesepian, lelah saat kerja berlebihan, kecewa
saat ekspektasi tak sesuai harapan, takut dan menyeramkan saat banjir dan
corona menyerang juga begitu lekat ada di ingatanku selama 10 bulan ini.
Aku adalah pribadi
yang menghitung bahwa air mata banyak sekali jatuh saat aku tinggal di Jakarta.
Air mata itu adalah pengurai semua sedih, marah, kecewa dan ketakutanku.
Tidak pernah aku
bayangkan sebelumnya, bahwa teman teman kerja itu sangat berbeda dengan teman
kuliah. Sangat berbeda. Kita harus betul-betul berhati hati.
Tidak pernah aku
bayangkan juga sebelumnya, di tahun pertama kelulusan dan kerjaku, aku harus
mengikuti ujian tes dasar untuk calon PNS di Tasikmalaya dan langsung lolos ke
tahap terakhir. Meski sekarang aku sangat menyadari, ada self control yang membuatku
ragu untuk melanjukan ke tahap itu.
Dan yang paling
membekas tentu saja, aku harus menghadapi banjir besar Jakarta di awal tahun
2020 dan kerja dari rumah sampai dua setengah bulan. Aku menghela nafas betul
betul panjang saat itu, ditambah pekerjaan makin bertambah hingga harus bekerja
hampir 12 jam, bulan Ramadhan, karantina di rumah, pembatasan sosial skala
besar dan lain lain.
Banyak sekali nilai
kehidupan yang aku ambil. Aku merasa beruntung langsung merasakan ini di awal
awal kehidupan dewasaku. Banyak sekali nilai kehidupan tentang sabar, ikhlas,
kuat, dan disiplin juga produktivitas yang aku dapatkan.
Aku terpaksa harus
menghapus aplikasi instagram selama 8 bulan karena menimbulkan gangguan mental
berkepanjangan.
Tapi nyatanya, hidup
di Jakarta tidak semenyeramkan yang dibayangkan. Di Jaakarta, aku suka sekali
mengurai setiap keadaan sedih, marah dan kecewaku dengan berjalan sendirian.
Aku begitu menikmati menaiki transjakarta dari selatan ke utara, aku menikmati
perjalanan dengan kereta dan lain lain.
Aku bertumbuh sekali
di kota ini. Lekat-lekat aku pandangi pengemis di Jakarta, tukag sapu di jalan
Jakarta, tukang parkir di Jakarta, tukang ojek online, dan lain lain.
Semua di kota ini,
yang mereka lakukan, adalah untuk bertahan di sebuah tempat yang bernama Ibu
kota.
0 komentar:
Posting Komentar