Hallo, selamat pagi! :D
Ceritanya pagi
ini aku lagi senang banget. Selain karena aku suka banget nyium aroma good day
rasa carrebian nut yang baru aku seduh yang gak tau kenapa aku suka sama
sensasi minum kopi dengan wangi yang harum, rasanya harum kopi kalau kita hirup
baik baik punya filosofi sendiri. Bener deh. Coba baca cinta dalam gelasnya
Andrea Hirata, di bukunya tersebut, Andrea Hirata secara mendetail menceritakan
budaya orang Melayu yang meskipun katanya (udik minta ampun) tapi paham betul
kopi sebagai social drink.
Benar,
kalau ada quote yang mengatakan “Happiness
is good books and a cup of coffee.”
Di Mozaik
23 tentang Buku Besar Premium Kopi, Andrea ternyata telah berhasil menemukan
modifikasi model-model ciptaan Dokter Hofstede untuk membedah watak orang
Melayu (yang lagi lagi katanya udik), kesimpulan yang sangat ilmiah yang
ditemukannya kira-kira seperti ini;
“Mereka yang
memesan kopi sekaligus memesan teh? Adalah mereka yang baru gajian. Mereka yang
baru memesan kopi tapi takut memesannya? Uang di kantongnya tinggal seribu lima ratus. Mereka yang
tak menyentuh kopi, tapi menyentuh tangan gadis pelayan warung? Pemain organ
tunggal. Mereka yang minum kopi dari gelas kosong? Sakit gila no. 27. mereka
yang tidak minum kopi, tapi makan gelasnya? Kuda lumping”
Hahaha…ada-ada
aja kan?
Btw, ngomong-ngomong
tentang penulis dan karakteristiknya dalam menulis. Aku punya beberapa penulis Indonesia favoritku dan gaya kepenulisannya yang khas:
#1. Andrea Hirata
Siapa yang
gak kenal karya-karya Andrea Hirata yang fenomenal itu. Sebut aja ya, Laskar
Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Tetrologi Laskar Pelangi
itu, berhasil tembus publisher internasional sekelas FSG, Random House, Hanser
Berlin, Mercure de France, Atlas Contact, Penguin dan Harper Collins. Rasanya
jarang kalau penulis Indonesia
bisa sampai go international ya, tapi karya Andrea Hirata ini memang sangat
pantas banget kok diterbitkan di luar negeri karena karyanya yang “encourage spirit
In life.”
Aku suka
banget baca karya-karya Andrea Hirata, pengalamannya yang pernah kuliah di luar
negeri yang (mungkin) mempengaruhi gaya
menulis dia ala-ala klasik modern gitu. Klasiknya, dia itu benar-benar
menceritakan secara mendetail budaya, tempat, karakteristik orang orang Melayu
tapi selalu ditambah sentuhan modern untuk meng-compare satu sama lain. Selain itu,
kosa katanya banyak bangettttt…. Dia sering memakai bahasa Indonesia yang
bersastra gitu deh, tapi herannya aku ngerti dan membacanya enak. Mengalir begitu
aja. Kebanyakan penulis itu orang-orang
Sumatera, dan benar orang sumatera yang satu ini pantas dinobatkan penulis
novel terbaik yang Indonesia
punya saat ini :D
#2. Habibburahman El Shirazy
Dia bukan
orang Sumatera, dia jawa tulen yang kalau nulis novel, diksinya bening
bangeeet. Kalau sudah pernah baca buku Ayat-Ayat Cinta pasti sudah tahu,
karakter yang bakal Kang Abik bawa. Novel Ayat-Ayat Cinta menurutku bukan hanya
novel cinta. Tapi juga novel budaya dan novel agama. Kang Abik, dengan
pengalamannya pernah tinggal lama di Mesir, betul betul menceritakan setiap
keelokan Mesir. Ditambah novel yang ada kata “Cinta” nya ya jelas juga,
menceritakan sisi romantis. Sisi romantis ketika Fahri berhubungan badan dengan
istrinya Aisha, tidak menimbulkan kesan “pornografi” sama sekali. Disana, Kang
Abik betul-betul memainkan permainan katanya sehingga aman dibaca oleh remaja
sekalipun. Dari segi agamanya pun begitu, sebagai penulis professional, ketika
menuliskan part dimana Fahri bertemu dengan sahabat Rasulullah yang (aku lupa
namanya, he he he) kalau ga salah itu dia pakai rujukan kitab apa gitu. Jadi pantes
ya, kalau novel-novel dia gak cuma enak dibaca tapi juga sebagai pembangun
jiwa.
P.S: Btw,
yang belum baca buku Bumi Cinta harus baca. Kang Abik mengambil setting di Kota
Moskow, ibukotanya Rusia ditambah deskripsi yang menawan tentang nonik nonik
muda Rusia. Hayoo, siapa yang suka cewek cewel cantik? :D bahahaha.
#3 Hanum Salsabiela Rais dan A. Fuadi
Wah,
kenapa aku nulisnya dua begitu?
Karena kedua
penulis ini tuh sama sama reporter berita. Kalau A. Fuadi untuk Voice of
Indonesia kalau Hanum untuk majalah local di
Wina, Austria
sewaktu dia menemani kuliah s3 suaminya, Rangga. Nah, nah, nah… karena alasan ini
pulalah yang membuat aku benar-benar suka jurnalistik. Ternyata menulis dengan
baik, benar serta berdasarkan fakta memang perlu. (btw, diam diam aku juga
tertarik dengan fotografi), karena menulis itu menyiarkan kebaikan dan
pengalaman yang menurut kita memang layak untuk dibukukan sebagai upaya terbaik
untuk mengenang kenangan tersebut dengan cara terbaik yang kita bisa. Karena ini
pulalah, cita-cita menjadi traveler writer membumbung semakin tingga, hahahaha
:D
Abis keliatannya
asyik, setting menulis kita ga melulu disitu karena kita banyak meng-explore
tempat tempat baru. Kaya kepenulisan wartawan ini sangat sederhana tapi (diksi)
dan alurnya benar benar luar biasa! mungkin terbiasa nulis berita (yang keliatannya sederhana) tapi pas menulis novel-novel itu mereka mampu menjelma menjadi penulis dengan perbendaharaan kata yang banyakk dan indah banget tanpa kehilangan ciri khasnya menulis dari hal yang sederhana!
Boleh baca
yang The Land of Five Towernya A. Fuadi dan Bulan Terbelah di Langit Amerikanya
Hanum yang (subhanallah, waaaaah) :’D pokoknya saking bagusnya aku sampai ga
bisa ngejelasin disini (tujuannya sih agar kalian baca sendiri aja) hahaha :D
aku tuh sampe berpikir berkali-kali, ya Allah, aku bisa gak ya menulis seperti
ini? Menulis sebagus ini? :’)
Udah sih
segitu, yang favorit aku. Yang setiap buku-buku baru mereka selalu aku buru. Coba
lihat ya, dari semua penulis atas mereka semua sama menurut aku:
Sebenarnya
bukan untuk membuat orang lain terkesan. Tapi bagaimana cara mereka membukukan
kenangan dengan cara terbaik yang mereka bisa:
- Andrea Hirata (membukukan kenangan bersama Ibu Muslimah dan kawan-kawan Laskar Pelanginya.) aku juga yakin banget, kalau banyak orang-orang yang hidup di tahun 70 – 80 yang punya cerita mirip atau lebih tragis dari Andrea Hirata (tapi sayang, malas aja menuliskannya).
- Habiburahman El Shirazy (membukukan kenangan sewaktu hidup di Mesir) aku juga yakin kok, banyak kan mahasiswa mahasiswi Indonesia yang tinggal di luar negeri, tapi mereka ga mampu memanfaatkan peluang untuk menulis pengalaman luar biasa mereka.
- A. Fuadi (membukukan kenangan ketika dulu mondok di pesantren) aku juga yakin, banyak anak-anak yang dulu terpaksa sekolah di pesantren seperti Fuadi, tapi sekali lagi mereka ga mampu menuliskannya. (termasuk aku) he he he.
- Hanum Salsabiela Rais (membukukan kenangan sewaktu menemani suami melanjutkan Study di Wina, Austria) aku juga yakin kok banyak istri yang nemenin suaminya untuk tinggal di luar negeri entah itu untuk kerja atau untuk sekolah lagi. Tapi jangan lupa dituliskan ya, jangan cuma jalan jalan :’D
Jadi, yuk
mulai menulis apapun yang ada di sekitar kita. Oh ya, ngomong ngomong siapa nih
penulis favoritmu? :)
0 komentar:
Posting Komentar