Aku
lahir, tumbuh dan berkembang bersama sosok wanita pagi yang begitu
menyayangiku. Dialah Ibuku. Sampai aku tumbuh menjadi remaja berusia 15 tahun,
aku hidup bersama Ibu, sebelum dua setengah tahun kemudian, aku tinggal
terpisah dengannya diantara dua kota yang berbeda.
Bagiku,
Ibu adalah perempuan yang multi talented. Banyak yang bilang, aku adalah
duplikat nyata Ibuku. Wajahnya, cara berjalannya, pemikirannya, dan lain-lain.
Tapi aku tidak yakin karena aku tidak semulti talented Ibu. Aku tidak bisa
masak, tidak bisa menjahit, dan yang lebih krusial aku tidak bisa sesabar
Ibuku.
Aku
belajar banyak dari Ibuku. Salah satunya ajaran Ibuku yang paling dahsyat
adalah tentang bagaimana mensyukuri hidup yang kujalani sekarang. Ibuku
mengajarkan bahwa apa yang Tuhan berikan sekarang adalah apa yang paling kita butuhkan. Dia lebih tahu apa
yang kita butuhkan daripada apa yang kita inginkan. Benar. Dan sekarang aku menyadari
bahwa hidup yang sedang kujalani dan apa-apa yang Allah berikan kepadaku adalah sebaik-baik hal yang kudapatkan.
Bagi
Ibuku, yang terpenting adalah hidup tenang. Ketika kita senantiasa dekat dengan
Tuhan dan menyerahkan semua urusan selepas ikhtiar yang sudah dilakukan. Aku
terpaku ketika Ibuku berkata;
“Bukankah hidup
dengan ketenangan itu dekat sekali dengan kebahagian?”
0 komentar:
Posting Komentar