Jika
aku menjadi Hajar as, yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim as dengan bayinya
yang masih merah, mungkin aku akan marah semarah-marahnya. Mungkin aku akan
langsung tidak menghormati suamiku, menuduhnya jahat dan tak berperikemanusian.
Mungkin aku akan menangis tersedu-sedu memeluk kakinya dengan berkata “betapa
teganya kamu telah meninggalkan aku dan Ismail di padang pasir yang tandus”.
Mungkin juga aku akan menangis sendirian disana tanpa memperdulikan seorangpun
termasuk anakku sendiri. Tapi imannya ternyata terlalu kuat untuk melakukan hal
itu. Hajar dengan yakin bertanya “apakah itu perintah Allah?”, Nabi Ibrahim
yang tak sanggup berkata-kata hanya mengangguk. Seketika itu, Hajar mantap
mengangguk. Ia yakin, dia dan bayinya akan selamat karena pertolongan Allaah.
Dia dengan gigih berlari-lari dari bukit Safa ke bukit Marwa demi mencari air
untuk bayinya yang terus menangis.
Jika
aku menjadi Ibrahim as, yang meninggalkan anak dan istrinya di padang tandus hanya
berdua dan rela menyembelih Ismail, putranya yang sejak lama didambakannya,
mungkin aku langsung menghiraukan mimpi itu, aku langsung tidak bisa memaafkan
diriku sendiri, mungkin juga aku langsung jatuh sakit, atau bahkan stress dan
gila. Tapi cintanya pada Allaah swt jauh lebih besar melebihi cintanya pada
wanita dan anak-anak. Ia yakin, Allaah-lah yang akan mengganti semua itu dengan
balasan yang sebaik-baiknya.
Jika
aku menjadi Ismail as, yang rela disembelih oleh ayahnya atas perintah Allaah
swt, mungkin aku menangis memohon-mohon kepada ayahku untuk tidak melakukan
itu, mungkin aku akan langsung kabur dari rumah, mungkin aku akan sangat
bersedih dan takut karena ayahku sendirilah yang justru akan menyembelih
anaknya sendiri. Tapi ketakwaannya pada Allaah swt mengalahkan rasa takut dan
sedihnya. Dia bahkan menawarkan diri untuk disembelih jika itu memang perintah
Allaah swt.
Maka
keimanan, kecintaan, dan ketakwaan merekalah yang menyemai rasa ikhlas. Mereka
lebih tahu, bahwa perintah Tuhan merekalah yang terbaik, yang juga membawa
kebaikan dan keberkahan. Maka kita lihat, perjuangan Hajar melahirkan peristiwa
sa’i ketika berumroh dan berhaji. Keikhlasan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as
menciptakan peristiwa berkurban yang sarat akan keikhlasan lillahi ta’ala. Maka
yang belum kita pahami adalah bahwa perintah Tuhan kita pasti dan akan selalu
membawa kebaikan. Ujian-ujian adalah bukti cinta-Nya yang kelak berbuah indah
dan penuh berkah.
Ya
Allah, maka sangat jauh bahwa keimanan, kecintaan, dan ketakwaan kami bahkan
tak ada seujung kukupun dari keimanan, kecintaan dan ketakwaan mereka. Bahwa sampai saat ini kami belum mampu
memahami arti-arti ujian dan kenikmatan yang diberikan oleh-Mu. Namun semoga
kami tak akan pernah kehilangan kepercayaan kepada-Mu. Bahwa Engkau dekat.
Penuh kasih sayang. Dan takkan pernah Kau membiarkan hamba-Mu menangis.
#writingproject
#writingchallenge #ikatkata #nabilxvie
0 komentar:
Posting Komentar