Entah
mengapa, aku selalu suka memandangi pemandangan gunung yang terhampar di depan
mukaku sehabis mengajar di CCR atau selepas senja di sepanjang jalanan kampusku
ketika aku sedang berjalan-jalan. Indah, megah, dan berwibawa. Namun, di balik
keindahan dan kemegahannya dan jika kita sadari lebih lanjut, perlu perjuangan
untuk mencapai gunung tersebut. Mungkin saja ada jalanan licin yang dapat mencelakakan
langkah kita, lereng yang curam dan terjal, atau patahan dahan tak beraturan yang
mengganggu perjalanan. Begitulah. Selalu ada hal-hal yang perlu kita lihat
lebih dekat agar kita mengerti dengan pemahaman yang lebih baik, bukan hanya
praduga yang muncul dan menguasai pikiran kita.
Pada
dasarnya, dalam pandangan mengenai pilihan-pilihan hidup. Kita selalu
menganggap baik, ideal, pantas, indah, dan segalanya tentang apa yang menjadi
preferensi kita. Tapi sebenarnya, pandangan itu bisa saja menjadi bias dan
keliru karena pada kenyatannya tidak selalu demikian. Hal inilah yang
menyebabkan ujian-ujian Allaah datang kepada kita. Karena Allaah selalu ingin
yang terbaik. Maka Ia mengubah apa-apa yang mungkin saja menurut kita baik
menjadi versi terbaik menurut-Nya, meskipun hal itu sulit untuk kita terima.
Bagaimanapun caranya, mudah saja bagi Allaah untuk membuat kita terlepas
darinya. Entah dengan membelokkan arah kita, melepaskan perasaan kita yang
tertaut padanya, menunjukan fakta-fakta tentangnya, atau dengan cara lain
yang mungkin saja tidak dipahami oleh logika kita sebagai manusia.
Bagaimanapun,
Allaah tidak ingin kita terlena dengan memandang gunung yang di benak kita
hanya tergambar keindahannya saja. Dia ingin kita melihat segala sesuatu yang
ada di baliknya. Maka diperjalankanlah kita menuju preferensi yang awalnya
subjektif menjadi fakta yang objektif. Meski kadang perjalanan menemukan
kebenaran itu begitu pahit dan menyakitkan untuk kita. Meski kadang hasil yang
didapat tak sesuai dengan pikiran dan hati kita.
Lalu,
pernahkah kamu menjalani takdir dimana kamu dibuat dekat sekali dengan
preferensi yang baik itu kemudian perlahan-lahan Allaah tunjukan satu persatu
fakta dan kejadian yang membuatmu sadar bahwa pandanganmu itu keliru?
Jika
itu pernah terjadi kepadamu, hal yang pasti kamu lakukan sebagai manusia untuk
pertama kalinya adalah menepis fakta, sebab kita masih berfikir apa yang baik
menurut kita berselisihan dengan apa yang sebenarnya terjadi. “Ah masa
sih begitu? Mungkin saja dia lagi lelah! Nggak mungkin dia ngelakuin itu!”
dan lain-lain. Begitulah gemuruh dan rusuhnya hati kita, padahal nyatanya
Allaah sedang memperlihatkan kebenaranNya dan selalu saja kita tolak kebenaran
itu. Tapi sekali lagi, Dia-lah Allaah, Tuhan yang Maha Baik, yang tetap saja
menunjukan jalan kebenaran itu sampai akhirnya kita paham akan satu-persatu
jalan kebenaran yang ditunjukan oleh-Nya dan sadar bahwa kita telah keliru
dalam mempersepsikan sesuatu.
Sekali
lagi, keindahan gunung-gunung yang kita pandang dari kejauhan tidaklah sama
ketika kita memperpendek jarak pandang dalam melihatnya. Maha Baik Allaah, yang
selalu menunjukan kebenaran dengan segala caraNya hingga pada akhirnya kita
bersedia mengikuti apa-apa yang telah ditetapkan olehNya saja. Maka atas segala
preferensi-preferensi apapun yang ada di hati kita, semoga di dalamnya selalu
ada ruang untuk menerima apa-apa yang menjadi kehendakNya dengan penuh
kelapangan dada. Sebab pada akhirnya, ketenangan hati akibat penerimaan yang
luaslah yang membuat hidup kita lebih tenang dan berjalan ringan.
Ketika
kehendak Allaah tidak sama dengan apa yang menjadi kehendak kita, tetap
bersabar dan berbaik sangka ya! :’) tenanglah dengan iman yang ada dalam
genggaman. Juga kesabaran yang mampu mengalahkan luasnya langit dan dalamnya
samudera. Urusan yang tidak menjadi takdir kita di depannya, semoga Allaah
putuskan segala keterputusannya. Karena kita berhak untuk hidup tenang, ringan,
lapang dan bahagia :)
Allah,
aku membuka Desember dengan luka dan air mata, namun terdapat syukur dan
kelegaan yang luar biasa atas segala perlindungan dan kebenaranMu di ujung
cerita, sebab begitu cepat Engkau tunjukan kepadaku bahwa pandangan-pandangan
itu telah keliru terhadap sesuatu. Hari ini, esok dan seterusnya.. semoga aku
tak lagi membuang waktu untuk tetap bertahan atas segala preferensiku jika
memang tak ada kebaikan untukku di dalamnya. Dari lubuk hatiku yang terdalam,
aku sampaikan permohonan maaf, sebab seringkali aku terlambat mengerti pada apa
yang telah menjadi takdirku atas kehendakMu.
Bogor,
3 Desember 2017
0 komentar:
Posting Komentar