Aku
sudah kembali ke kampus Darmaga sejak tadi senja. Sudah kembali untuk memfokuskan
diri meraih angan dan cita. Untuk masa depan terlebih untuk kedua orang tua.
Kampus perjuanganku yang hijau, asri, namun sekarang terkadang panas karena
cahaya matahari sudah mampu menerobos bebas tanpa celah dedaunan hijau.
Sekembalinya
aku ke Darmaga, aku mulai merancang mimpi. Dimulai dengan membereskan baju,
menata kembali meja belajar, lalu membaca terjemahan al-qur’an, tak lupa
menyambangi kamar sebelah, dilanjut dengan berkumpul di depan lorong.
Kulanjut
dengan menulis sebagai bentuk komitmenku, sesuai dengan apa yang telah aku
janjikan dulu. Sesekali mendengarkan cerita teman tentang (ehm) seseorang yang
disukainya, atau sekedar mendengar resume film yang baru saja diputar
bersama-sama di asrama semalam.
Ah,
adanya aku disini membuatku semakin berpikir, apa yang membuat aku tidak
mensyukuri nikmat dari Tuhan?
Kembali
aku mengingat pelajaran hidup yang kudapat. Tentang toleransi, adaptasi,
kemandirian, dan banyak lagi. Mengingat satu persatu jalan hidup yang kulalui.
Pindah sana pindah sini. Namun, skenario-Nya membawaku kepada mimpi masa
remajaku. Memang tidak sama konteksnya. Tapi, aku tahu dari awal hidup seperti
inilah yang ku mau.
Benar
saja, Tuhan memang menjawab doa kita dengan 3 jawaban;
1)
Ya.
2)
Ya, namun nanti.
3)
Aku akan mengganti dengan yang lebih
baik.
Aku
merasa Tuhan menjawab doa-doaku dengan 3 jawaban di atas;
Berawal
dari, “Ya Allah, aku ingin kesana…” Dia langsung menjawab “Aku akan mengganti
dengan yang lebih baik.” Dengan melemparkanku ke kota dimana air laut berdebur
keras disana. Tempat yang lebih baik disini, bukan hanya tempat yang jauh dari
hedonisme. Tapi juga tempat dimana aku lebih bisa berempati dan bersimpati
dengan orang-orang disekitar. Untuk pertama kalinya mengenal binar menyejukan
mata anak-anak. Melepaskan egoku demi menerima takdir-takdir yang telah
dirangkai olehnya.
Dan,
Dia kembali menjawab doaku dengan kata “Ya, tapi nanti.” Ketika aku gagal masuk
PTN melalui jalur undangan. Dan, ketika aku harus mengikuti beberapa test masuk
PTN, aku hanya meminta satu, yaitu diberikan yang terbaik. Ketika semua
ekspektasi dan mimpi-mimpiku harus pupus tahun ini, semoga Allah melapangkan
hatiku. Tapi Dia justru menjawab doaku dengan jawaban “Ya.”
Ternyata
seiring waktu, aku mencatat, merekam, dan menuliskan apa yang terjadi dalam
hidupku. Ketika kecil dulu, kita sering sekali nangis dan merengek meminta ini
dan itu kepada orang tua kita. Tapi, terkadang orang tua kita tidak memberi apa
yang kita inginkan. Satu hal yang tak pernah berhenti kupercaya, orang tua tahu
apa yang terbaik untuk anaknya, meskipun awalnya itu tak mampu kita terima.
Begitupun
dengan keputusan Tuhan, kita sering sekali merasa sedih dengan apa yang telah
digariskan oleh-Nya. Tapi itulah yang terbaik untuk kita. Bukan saat ini
(mungkin), tapi nanti.
Apapun
yang telah kita lakukan hari ini, semua tak pernah terlepas dari takdir yang
telah ditentukan oleh-Nya, semua itu tertulis di langit-Nya. Dan, semoga kita
termasuk orang-orang yang menghargai setiap keputusan atas apa yang telah
dihadapkan dulu, hari ini, dan di hari kemudian.
Ya,
semoga :)
0 komentar:
Posting Komentar