Selepas
solat ashar tadi, aku sengaja menyempatkan diri berkunjung ke bimbel Cerdas
Insani, bimbel yang pernah mengenalkanku pada dede-dede gemes yang kritis nan
manis.
Aku
sengaja berjalan kaki, entah kenapa rasanya aku sedang ingin berjalan kaki dari
pada sekedar naik angkot. Rasanya tak ingin melewati setiap kelok jalan yang
mungkin saja terlewat di setiap sudut jalan. Ketika naik angkot, mungkin aku
melewatkan hal-hal yang terlihat biasa saja. Tapi ketika aku berjalan kaki,
pikiranku lebih terbuka. Beberapa kali kuperhatikan berbagai profesi yang ada
di sekitar jalan, sampai melewati perumahan yang membuatku harus berkali kali
berkata “permisi bu” “punten”. Ku perhatikan tukang sol sepatu di pinggir
jalan, tukang steam motor, tukang las besi, anak kecil yang sedang jalan-jalan
bersama ibunya, jajanan di pinggiran jalan dan lain-lain. Selain itu, aku
memang lagi merasakan pegal hati yang luar biasa. Hidup memang tak selalu
berjalan sesuai ekspektasi kita. Dan itu betul-betul membuatku sedih. Hahaha.
Kok malah curhat?
Ah, biarin
aja deh. Kenyataannya memang gitu kan ?
Satu hal
yang sering dilontarkan dalam hati ketika sedang galau: KENAPA?
KENAPA AKU
GA DAPET INI? KENAPA AKU DIDATENGIN PAS LAGI BUTUH DOANG? KENAPA DIA NINGGALIN
SAAT LAGI SAYANG-SAYANGNYA? KENAPA MEREKA SELALU GAK AVAILABLE SAAT AKU BUTUH?
KENAPA AKU GA BISA IKUTAN SELEKSI BEASISWA? KENAPA? KENAPA? DAN KENAPA?
Disitu aku
langsung melakukan introspeksi terhadap diri-ku sendiri. Apa yang salah? Apa yang
kurang?
Aku tahu,
Tuhan memang menjawab doa-doa kita dengan 3 jawaban;
1) Ya.
2) Ya, tapi bukan sekarang.
3) Aku akan mengganti dengan yang lebih baik.
Tapi aku menyadari,
aku cuma manusia biasa yang tentu saja kecewa jika apa yang aku mau tak dapat
kudapatkan. Yee manusia emang ngeyel
jeung merekedeweng ceuk bahasa sunda na mah. Ya begitulah, sulit sekali
nerima ketetapan yang sudah ditentukan. Tapi jika aku tidak berdamai dengan
diriku sendiri, aku justru semakin terpuruk.
Seperti
kata Kak Kurniawan Gunadi:
“Kita akan belajar tentang menempatkan rasa tulus sebagai
pondasi kita menjadi seorang manusia, menjadi hamba-Nya yang lahir sudah
disertai dengan berbagai macam keputusan pasti. Seperti rejeki, jodoh, dan
kematian. Adalah tugas kita hari ini untuk terus menerus belajar tentang
mempercayakan urusan-urusan itu kepada Allah dan senantiasa bersiap setiap
hari. Kita akan menghargai setiap keputusan-Nya yang Dia sampaikan melalui
orang-orang terdekat kita. InsyaAllah yang terbaik. Karena jawaban Allah atas
doa dan harapan kita itu selalu iya; Iya, Aku kabulkan. Iya, nanti. Dan iya, Aku kabulkan dan ganti dengan
yang lebih baik.”
Rasanya,
apapun yang terjadi, aku haruslah pandai menghargai setiap keputusan yang
diberikan Allah. Karena apabila kita tidak menerima sampai-sampai tidak tulus
menjalankan sesuatu, aku khawatir akan menutup mata selamanya. Kurang
pandai bersyukur padahal banyak orang lain yang lebih tidak beruntung dari
diriku. Semoga aku lebih bisa mensyukuri setiap nikmatnya, biar tak ada
kekecewaan ketika segala sesuatu tak sesuai harapan.
0 komentar:
Posting Komentar