Teman-teman
lagi sibuk apa?
Malam
minggu ini lagi sejuk sekali. Selain karena hujan sedang mengguyur kota Bogorku yang sejuk,
(pun) juga karena sore ini aku kedatangan nenekku dari Pangandaran. Sejuk
sekali didatangi nenek yang sudah hampir 4 bulan nggak ketemu, aku sangat
menikmati pertemuan ini karena (mungkin) aku akan jarang sekali bertemu nenek
dan kakekku karena aku akan tinggal di asrama IPB nanti.
Ditemani
coklat panas yang baru kuangkat dari kompor, hidungku terasa tergelitik. Sekedar
menghangatkan tubuh, aku mencoba menghirup pelan-pelan coklat panasku. Tak tahu
mengapa, tiba-tiba mood menulis yang sempat menghilang beberapa hari ini
mendadak bermunculan banyak sekali di otakku. Kenapa ya beberapa hari
sebelumnya aku malas menulis padahal aku sudah berkomitmen untuk one day one
post?
Alasannya
klasik saja, aku ingin menikmati waktu-waktu terakhirku di rumah. Berhubung
sebentar lagi aku akan tinggal di asrama. Aku merasa tinggal beberapa bulan di Bogor, rasanya lapang
sekali, meski aku tahu, Pangandaran tetaplah menjadi tempat kemana aku akan
selalu pulang. Memang di rumah ini, beberapa bulan yang lalu, menjadi saksi
kalau aku ditolak SNMPTN, belajar SBMPTN, dan UM, hingga membuka satu-persatu pengumuman
ujian-ujian itu dengan perasaan tak menentu. Tapi, aku tetap menganggap rumah
baruku di Bogor
ini selalu punya magnet untuk membuatku betah.
Alasannya?
Tentu
karena ada orang tuaku. Bahkan berat badanku menjelang lebaran sempat naik
beberapa kilo karena (mungkin), i have lived without pressure. Yes, I have it!
Hahaha. Intinya aku senang, senang sekali. Bagiku, rumah selalu penuh cinta. Sebawel,
serese, segalak apapun orang tua kita.
It refers
to …..
Beberapa post-post
yang membuatku tercenung, dengan… hmmmm (segitunya yaa….) mencintai pacar
mereka, tapi aku nggak tahu, kenapa aku nggak ngerasain itu? (HAHAHA, ya iya
atuh, punya pacar aja nggak?)
Oke, bukan
begitu maksud aku.
Aku
berpikiran kalau yang ku-butuhkan selama ini bukan itu. Aku berpikiran bahwa
besar sekali perjuangan orang tua kita. Entah semakin bertambahnya umur, aku
semakin berpikiran dewasa atau seperti apa. Tapi……
Sejak
merasakan kegagalan SNMPTN, aku melihat sekali gurat wajah kekecewaan di wajah
orang tuaku. Tapi ketika 3 test yang kulalui, dan membuka pengumuman kelulusan
test itu satu persatu dan, semua itu bertuliskan selamat, aku bisa melihat senyum
mereka berkembang-kembang.
Dari
kejadian itu, aku melakukan analisis:
Benarkah
orang tua kita yang paling merasakan kesedihan kita? Juga merasakan kebahagiaan
yang sedang kita rasakan?
Sedangkan
(mungkin) pacar atau pasangan kita tidak merasakan ini?
Mereka
memang sering berkata “sabar ya..” tapi apa mereka ikut memberikan solusi
seperti orang tua kita, mendukung kita sampai sejauh apapun kita melangkah?
Setiap tahap
kehidupan mereka selalu ada. Ya. As always.
Dan sampai
saat ini, aku tidak mampu dan tidak tahu, bagaimana caraku membahagiakan mereka
selain dengan bakti, prestasi, dan mencintai mereka sepenuh hati?
Ah, ayah…
ibu…
Semoga
selamanya, aku mampu.
(Ketika bilang mau tidur, malah nggak bisa
tidur. Tapi beneran mau tidur kok, melihat Ibu tiduran di samping, sedang sakit
baru diantar ke klinik dini hari tadi. Tak kuasa, aku tak menulis. Semoga lekas
sembuh, mentari sepanjang masa!)
0 komentar:
Posting Komentar