Aku
dan adikku dibesarkan dalam didikan
keluarga yang memiliki pemahaman yang baik tentang harta. Hal ini dikarenakan
keluarga kami pernah sama-sama ada dalam keadaan sulit, juga pernah ada dalam
keadaan yang sangat berkecukupan. Meski seringkali lalai, tapi aku terbiasa
tidak berlebihan dalam menggunakan uang meskipun sebenarnya ibu atau ayahku
dulu memiliki uang banyak. Begitupun ketika sedang susah, baik aku (ataupun)
adikku, sudah terbiasa tidak banyak mengeluh, juga tidak terbiasa meminta
kepada orang lain meskipun kami sedang membutuhkannya.
Sejak
kecil ibu mendidikku untuk tetap berdiri tegak meskipun kami sedang kekurangan.
Sejak kecil ibu mendidikku bahwa rezeki tidak selalu berupa uang. Dan sejak
kecil ibuku mengajarkan
bahwa kami haruslah tetap menjaga kehormatan. Bukan bermaksud untuk riya ataupun sombong, tapi Ibu
mengajarkanku disiplin menunaikan solat dhuha sejak SMP. Dan sampai sekarang, jika tak melaksanakan solat dhuha
entah karena apapun alasannya, aku selalu memiliki rasa kehilangan akan itu. Selama
ini solat dhuha identik dengan solat untuk memperlancar rezeki, namun saat ini
aku memiliki pemahaman yang lebih baik yang diturunkan oleh ibuku, bahwa setiap
rezeki yang didatangkan oleh Allah tidak melulu soal harta atau uang. Aku
mengerti betul bahwa kesehatan, keluarga yang utuh, sahabat yang baik dan
pengertian, kesempatan menuntut ilmu, kesempatan untuk berbagi ilmu, kesempatan
untuk khusyuk beribadah, rasa sabar dan ikhlas yang besar adalah rezeki-rezeki
lain yang Allah berikan untukku.
Ibu
berkata kepadaku bahwa harta adalah salah satu hal yang membuat kita bahagia,
namun ibu pula yang mengajarkanku bahwa harta bukanlah satu-satunya. Karena masih
banyak hal yang bisa membuat kita lebih bahagia. Ibu juga mengajarkanku bahwa
harta tidaklah dibawa mati, maka ibuku hanya ingin mewariskan ilmu dan agama
untuk anak-anaknya. Tidak baik menggenggam harta terlalu erat. Kita tahu, bahwa tak ada sepeserpun harta yang dibawa
mati. Menggenggam harta begitu erat dapat mencederai pemahaman yang baik
tentangnya.
Banyak orang mati-matian bekerja untuk mendapatkan harta
yang banyak, meski jalannya curang sekalipun. Hartalah yang mampu mengubah
orang baik menjadi sebaliknya. Menjadi orang yang boros, kikir, tamak, dan lain
lain. Di tangan harta lah, manusia bisa menjadi 2 sisi uang yang berlawanan,
menjadi kikir atau menjadi derma.
Bagiku,
membahas masalah harta begitu sensitif. Terlebih
bagi wanita yang identik dengan perumpamaan “realistis” atau lebih dikenal dengan kata matre. Meski kita akui,
bahwa sifat realistis ini membantu laki-laki untuk termotivasi menjadi
laki-laki yang mapan, sukses dan bekerja keras, namun menjaga sifat realistis
yang tetap pada koridornya juga memerlukan usaha yang besar.
Ibu selalu berkata kepadaku untuk berhati-hati ketika
memilih calon suami nanti, terutama untuk urusan harta. Darimana di dapatnya,
apa yang dikerjakan, dan lain-lain. Hal ini semata-mata untuk menjagaku agar
tak sedikitpun merugikan orang lain. Maka dari itu, ibuku melarang keras diriku
mempunyai suami dengan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Ibu juga selalu
mencontohkan para pejabat yang korupsi bukanlah semata-mata karena
keinginannya, namun bisa jadi karena dorongan isteri yang memiliki gaya hidup
tinggi, menuntut ini itu. Perempuan harus pandai-pandai mengelola syukur dalam
hatinya, sebab di tangan perempuanlah harta laki-laki akan ditentukan kemana akan
keluar, kemana akan dibelanjakan, kemana akan diberikan dan lain-lain.
Mari menjadi perempuan-perempuan bahagia yang senantiasa
bersyukur dengan rezeki-rezeki yang diberikan olehNya, sekecil apapun itu.
Semoga Allaah mampukan aku dan kamu :)
وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا
قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ
اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ
الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ
الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا
قَطُّ
“Dan aku melihat
neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan
aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya,
“Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau,
“Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak,
melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami).
Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu
waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan
di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat
kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari Muslim)
0 komentar:
Posting Komentar