“Nabil, mau sekalian
jalan-jalankah?”
Chat pagi itu
langsung saya jawab sorakan mau. Jalan-jalan nggak jelas memang menyenangkan,
meski kadang kalau sama orang yang berbeda selalu gagal. Tapi rasanya kalau
jalan sama orang yang easy going rasanya nggak pernah gagal dan
aman-aman aja.
Sabtu malam minggu,
saya sengaja ingin beli kurma dan susu di Giant, tapi malah nyasar ke Tangerang
Selatan terus malah ke Jakarta. Impulsif banget banget banget. Akhirnya beli
kurma dan susu nggak jadi but soul keep happy! Hahaha.. janjian ba’da asha sama
kakak tingkat saya yang jalan ke Sentul kemarin, saya kira bakal berhenti di
Giant. Terus malah belok di belokan McD Semplak.
“Aku
bawa ke tempat ke suatu tempat, aku nggak tau jalannya. Tapi pasti menyenangkan.”
“Oh
ya?”
“Iya.
Ihhh, kamu kok nggak nanya mau kemana sih?”
“Hahaha!
Yaudah, kemana? Kemana?”
“BSD.”
Dan, jadilah kita
jalan-jalan ke Tangerang Selatan. Sampai di BSD pas magrib, kita mampir dulu ke
AEON. Saya agak trauma sih sama mall ini gara-gara pernah ketolak beasiswa pas
tahap interview. Tapi bagus loh Sakura Parknya. Jalanannya ga se-crowded
Bogor juga. Buat mall yang ada di pinggir jalan strategis Kota Tangerang
Selatan, lumayan asyik buat tempat ngobrol karena nggak terlalu bising.
Cukup lama kita di
Sakura Park AEON Mall, sampai jam 8 malam barulah lanjut ke daerah Ciputat dan
Pamulang. Deg-deg an ke daerah ini, soalnya pernah ada sesuatu hahaha. Makan
pecel ayam terus minum susu jahe hangat di dekat Situ Gintung sambil nunggu
jalan ke Jakarta nggak macet. Jam 10 baru deh kita ke Jakarta. Eh, sekarang ada
pemandunya. Jadinya bertiga.
Ngopi di bundaran HI?
Waaah! Hahaha. Kalau saya bilang teman-teman saya pasti bakal nggak percaya.
Tapi nyatanya saya beneran (nemenin) orang-orang yang ngopi di bundaran HI. Di
depan saya tepat persis pemandangan Grand Hyatt juga gedung-gedung pencakar
langit Jakarta lainnya. Di atasnya, saya liat langit Jakarta yang luas.
Pemandangan malam yang maha luas, epik, dan tentu saja indah.
Sejujurnya, dari part
jalan-jalan ketiga provinsi ini, moment duduk di bundaran HI adalah favorit
saya. Entah, saya itu selalu sentimentil kalau bertemu langit yang luas, gunung
yang megah, dan laut yang berdesir. Saya bisa berlama-lama memandangnya. Selalu
ada kenangan dan orang-orang terindah yang saya pikirkan disana. Diajak
ngobrol? Kadang nggak bisa dan nggak nyambung. Ketika saya memandang dan
memikirkan itu semua, fokus dan dunia saya bisa berpindah. Sesuatu yang kadang
tidak orang lain pahami dari saya. Dan untuk beberapa menit, saya lupa dengan
kebisingan orang-orang yang asyik berswafoto. Saya sengaja duduk berhadapan
dengan titik dimana tidak ada orang yang mengambil foto disana. Simpan kamera
di saku celana dan menyerap energi yang saya tatap malam itu. Syahdu, indah,
magis, dan mengharukan. Barulah beberapa menit sebelum pulang saya ambil foto
street bangunan kota Jakarta.
Tepat pukul jam 12,
saya melaju ke arah blok M. Kemana? Ke Gulai Tikungan yang terkenal itu. Saya
sudah dengar nama Gultik dari SMA, tapi baru pertama kesini. Sampai disana
langsung bergumam “Oh ini toh, tongkrongan orang yang dulu saya doakan
diam-diam.” Hahaha. Emang beneran tongkrongan anak muda. Gulainya enak kok,
murah, tapi porsinya dikit. Nggak masalah sih buat saya, tapi masalah buat dua
laki-laki di samping saya waktu itu. Tapi, saya sangat terganggu dengan
pedagang yang promosi disitu, pengamennya juga. Nggak tau kenapa ya, saya itu
emang lebih suka makan dengan damai. Tapi dari itu semua, saya bersyukur banget
minggu kemarin saya punya agenda yang lengkap. Hehehe.. bimbingan, diskusi,
baca buku, beres-beres kamar, ngoreksi pekerjaan, sampai jalan-jalan. Alhamdulillah ya Allah..
Gulai Tikungan Blok M (Dekat Taman
Barito)
Gulai Sapi (Rp. 10.000)
22.00 – 05.00
Teks: Putri Nabil
Foto: Tan’im Makky
0 komentar:
Posting Komentar