Iya. Blog ini masih
ada. Saya pun masih ada. Memang setelah lama sejak terakhir memposting tulisan
yang terakhir saya upload lewat blog ini. Sebenarnya ada banyak sekali ide yang
ingin saya buat menjadi tulisan, namun sepertinya ada yang salah dengan
kesehatan jiwa yang menyita waktu, batin, dan pikiran saya.
Menuliskan tentang
ini sebenarnya menjadi sebuah tantangan yang membuat saya berpikir berulang
kali. Mengingat besar sekali kemungkinan bahwa tulisan ini akan dibaca oleh
adik dan kakak tingkat, teman-teman seangkatan, teman orang tua, bahkan kedua
orang tua saya.
Saat membicarakan
kesehatan jiwa dan mental, mungkin ada 4 kemungkinan yang muncul dalam pikiran
banyak orang. Pertama adalah manusia tanpa busana yang tanpa malu berjalan di
jalan raya, yang kedua mungkin adalah manusia yang sering melamun lalu tertawa
dan senyum senyum sendirian, kemungkinan lain adalah manusia yang dipasung dan
dikurung di ruangan khusus. Ketiga contoh diatas mungkin menggambarkan potret
gangguan jiwa di Indonesia. Gangguan seperti itu, disingkat dengan satu kata
yaitu “gila” atau lebih sopan biasa disebut dengan kata “stress”.
Dan terakhir yang mungkin sekarang sedang boom adalah bunuh diri. Karena banyak sekali public figure
korea ataupun dunia yang bunuh diri gara-gara punya mental health yang
bermasalah. Mungkin 4 contoh diatas adalah gambaran kebanyakan orang
tentang gangguan pada jiwa dan mental.
Rasanya
saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari saya mengalami stress atau
mungkin depresi yang memaksa saya harus mengkonsumsi obat dengan dosis tinggi
sebagai penenang. Seorang dokter umum bahkan menyarankan saya ke psikiater
supaya bisa diresepkan antideressant.
Saya
tidak masalah sama sekali ketika harus pergi ke psikiater. Saya bisa ke rumah
sakit sendiri, menghiraukan stigma bahwa ke dokter spesialis jiwa umumnya gila,
saya juga adalah pribadi yang menganggap kesehatan mental itu sangat penting.
Satu-satunya alasan yang membuat saya berat adalah antidepressant. Rasanya berat
sekali harus mengkonsumsi itu, meski mungkin saya butuhkan untuk menyeimbangkan
zat kimia di otak saya. Tapi, rasanya saya ingin mencoba ikhtiar dengan cara
lain agar tidak ketergantungan dengan obat-obatan.
Dan, oh ya. Manifesti
dari stress seseorang itu macam-macam. Saya sendiri mengalami morning sickness
seperti muntah-muntah, sakit kepala, dan lain-lain. Waktunya cukup lama.
Sehingga bisa membuat saya berpikiran yang tidak-tidak. Padahal ternyata,
selidik punya selidik asam lambung saya meningkat karena stress, tekanan darah
saya ada di bawah rentang normal. Sama seperti kesetrum, cara memutuskan aliran
listriknya adalah dengan cara memutuskan saklar atau mencari isolator. Ini bukti
bahwa pikiran buruk bisa membuat badan kita menjadi lemah. Saya pernah curhat
kepada seorang dokter, imun tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh pikiran
karena 55% sakit fisik disebabkan dari psikis.
Setahun belakangan ini
saya memang merasa nggak content. Somehow recently saya merasa kurang. Biasanya
saya setiap mau masuk SD, SMP, SMA, dan universitas sudah terbayang ingin masuk
mana dan berusaha mendapatkan itu semua. And, here i am. Saya bisa. Tapi
selepas memasuki ruang sidang skripsi sebetulnya selain tegang, hal yang paling
saya pikirkan adalah khawatir. Ya, khawatir mau seperti apa nantinya. Mau S2, tapi kok sulit ya. Mau kerja, kok kaya ragu. Nah, kerjanya mau jadi apa?
BUMN? PNS? Kantoran swasta biasa? Ini aja saya pun tidak tahu dan masih ragu saja.
Saya seperti kehilangan jiwa-jiwa ambisius yang selama ini membantu saya dalam
berkonsentrasi dan berpikiran positif. Perasaan seperti itu yang membuat triggered by physical
exhaustion. Saya jadi perhitungan dan menghitung segala mimpi yang mungkin saja
terkubur gara-gara ini.
Saya merasa skeptis. Saya merasa tidak berguna, sedih, khawatir,
panik, dan lain-lain. Sering juga terpikir bahwa saya mungkin bisa mati
sia-sia. Makin takut lah nggak bisa bahagiain orang tua dan mewujudkan
cita-cita. Episode belakangan ini sih yang it wasn’t worst, but it was pretty
bad. Saya sampai sakit dan merasa sudah tidak bisa dikatakan biasa.
Saya tidak ingin berdiam
diri. I am in the way to search a help. Meski memang belum ke profesional
help yang berkaitan dengan ini (re: psikiater). Tapi saya coba mencari bantuan
ke teman-teman saya yang kuliah di jurusan psikologi, dokter, dan lain-lain.
Juga yang paling utama, get closer to God. Dengan ibadah yang saya coba lakukan penuh dengan pemaknaan.
Selama ini selalu
berusaha untuk move on, by doing things normally dan tidak memperhatikan
perasaan saya, yang ternyata sakitnya malah repressed di dalam, muncul di alam
bawah sadar, dan keluarlah mimpi-mimpi buruk sampai sakit kemarin. Saya
berusaha moving on, tapi kemarin sepertinya sudah limit. Ada kalanya hal-hal
seperti itu tidak mengganggu, tapi pas bother itu bother sekali. sampai malas ngapa-ngapain dan tidak bergairah. Rasanya seperti menarik diri saja, padahal saya
sendiri merasa hal itu tidak membuat diri saya menjadi lebih baik.
But, anyway i am feeling
so much better right now. Memang belum seaktif biasanya, tapi sedang berusaha memulai lagi dengan makanan sehat dan olahraga yang kemarin sempat terputus karena harus naikin tensi darah dan nyembuhin si gastritis. Terima kasih juga buat yang sudah chat dan DM di instagram. Yo know, it so much mean for me.
Always hope.
Selama ini memang yang
melegakan dan menyelamatkan memang harapan ya.
Bahwa esok lebih baik
dan lebih menenangkan lagi.
Let’s have hope.