Kuhempas
kasar tubuhku ke kasur. Lelah sekali rasanya. Sehabis belajar meregang otak,
untuk ujian yang beberapa hari lagi akan kulaksanakan. Berkali-kali, kamu
menyemangatiku. Membuatku semangat dan selalu berharap tuk bisa menuntut ilmu
satu kampus denganmu. Kamu memang masuk terlebih dahulu dibanding aku.
Aku
memejamkan mata. Beberapa menit lagi, hari sudah berganti. Aku menghela nafas
panjang. Kupaksa diriku pergi untuk mencuci muka sebelum tidur. Lalu kembali
berbaring di atas kasur.
Ding!
Ding!
Bunyi
pesan dari ponselku, memaksaku beranjak bangkit. Siapa?
“Maaf, baru balas, sayang.”
Tulismu di
seberang sana.
Ya ampun, cinta. Ini sudah jam berapa?
Kulirik
chat yang terakhir ku-kirim untukmu. Pukul setengah 3 siang. Dan kamu izin kepadaku,
dengan kata sebentar. Jadi, sebentar versimu adalah hampir 9 jam? Andai saja,
aku bukan wanita yang sabar, sudah aku lempari kamu berbagai macam benda. Tapi,
kamu dan aku menyebut hal itu satu: pengertian. Ah, kadang rasa sayang itu
mengalahkan rasa kesal dan sebal.
Satu yang
kutahu, kamu telah menjalankan seluruh kewajibanmu. Dan, aku tak mau mengekangmu.
Aku tahu komitmen. Bersama bukan berarti mengekangmu melakukan ini itu seperti
yang aku mau.
Bersama
bukan berarti melakukan semuanya bersama. Aku tak ingin melupakan hakikatmu
sebagai individu yang tetap mempunyai privasi, mempunyai ruang untuk dirimu sendiri.
“Lamaa sekaliii….” Tulisku plus
emoticon sedih.
“Iyaa… maaf…. yaa..” kamu meminta
maaf. Hal yang seharusnya tidak kamu lakukan, tapi di satu sisi aku senang kamu
meminta maaf. Sungguh aku tidak ingin mengekangmu. Terserah-lah. Asal kamu
mengingat aku. Selalu.
“Gapapa ya sayang?” emoticon
sedih itu muncul lagi. Kamu menunggu balasan. Aku masih erat memegang ponsel
sambil tersenyum. Kamu selalu seperti itu sejak awal kita saling mengenal.
“Gapapa… tapi aku ngantuk,” tulisku
jujur.
“Yahhhh……” balasmu kecewa.
Horeee!! Aku
sedikit senang dengan kekecewaanmu. Biarlah, sengaja aku ingin meninggalkanmu. Tujuannya
tentu untuk membuatmu rindu kepadaku.
Aku
menutup mata. Masih dengan senyum simpul. Membayangkan perkenalan pertama
denganmu. Ah, kamu memang sibuk. Kamu memang berbeda. Kamu memang mandiri. Dan kamu
selalu fokus meraih mimpi-mimpi.
Mungkinkah
untuk mewujudkan mimpi bersamaku?
Aku tidak
tahu. Semoga saja seperti itu.
Aku
menarik selimut menutupi tubuhku. Angin malam tiba-tiba berhembus agak kencang.
Namun, hatiku hangat. Karena sesibuk apapun kamu, aku tetap bisa merasa dekat.
Baiklah. 9
jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun… atau mungkin beberapa tahun lagi. Aku
tau kamu akan mewujudkan semua impian dengan sangat mudah, semudah kau
mengatakan: sebentar ya, Sayang?
Dan, setelah itu... kita akan melewatkan banyak waktu berdua bersama. Selamanya....
Oke. Janji ya, Sayang? :)
0 komentar:
Posting Komentar