Rabu, 13 Januari 2016

Pulang


Dengan tergesa, aku buru-buru meninggalkan gedung kuliahku. Rasanya sungguh lega karena siang tadi aku baru saja melaksanakan ujian mata kuliah terakhir di semester ini.
 
Dengan muka berseri-seri, aku hampir saja berlari memburu waktu. Kulihat kembali jam di tangan, menunjukan waktu ashar yang hampir datang. Terlihat di jalan, beberapa mahasiswa yang baru saja keluar dari ruang kelas (pun) tertawa bahagia sambil bercanda bersama temannya.

Bukan saja mengingat libur panjang yang telah menunggu yang membuatku bahagia. Terlepas dari buku-buku selama tiga minggu. Juga terlepas dari tugas-tugas terstruktur dengan laporan praktikum yang membuatku tak pernah tidur di awal waktu. Atau beberapa kuis yang membuat jenuh dan stress sampai-sampai butuh hiburan dengan melihat wajah-wajah tampan khas pria Korea di serial drama?

Ah, bukan. Ada alasan lain.

Janji makan bersama selepas azan ashar dengan tetanggaku di kamar depan yang membuatku senang dan harus sedikit mempercepat langkahku kembali di asrama. Hal yang mungkin kecil dan sepele, tapi harus menjadi prioritas mengingat kami sampai rela menghemat uang makan untuk sarapan dan juga makan siang.

Setelah menunaikan empat rakaat salat ashar, aku bergegas pergi bersama tetangga-tetangga baikku. Bukan hanya tetangga untuk sekedar meminta dan diminta air minumnya. Namun tetangga-tetangga di depan kamarku sudah seperti keluarga. Mereka sudah terbiasa mendengar cerita-ceritaku, belajar bersama sebelum ujian dimulai, sampai mungkin menggoda ketika ada salah seorang diantara kami yang sedang dekat dengan laki-laki. Aku tersenyum mengingat bagaimana saran mereka not works at all ketika tanganku berkeringat dingin setiap kali berada di dekat seseorang.

Hal inilah yang membuatku menunda kepulangan ke rumah. Kami akan berpisah selama kurang lebih tiga minggu. Bogor, Bekasi, Jakarta, Lumajang, Pangandaran, dan Semarang akan memisahkan kami. Kami akan sama-sama pulang. Ke tempat yang sama-sama kami sebut sebagai rumah.

Aku juga sengaja menunda kepulanganku ke rumah karena aku ingin menulis fenomena pulang kampung ini. Aku harus mengamati langsung. Dan aku selalu senang mengamati betapa sibuknya teman-temanku mengangkat koper-koper yang penuh berisi baju dan oleh-oleh khas Kota Bogor. Aku jadi ingat beberapa temanku yang bahkan membelikan keluarganya oleh-oleh bibit dan biji sayur-sayuran serta bunga-bungaan produksi langsung perguruan tinggi kami. Atau makanan khas dan kerajinan tangan edukasi semisal boneka horta.

Aku menikmati kepuasan dan keunikan sendiri.

Aku bisa menangkap air muka mereka yang berseri-seri, meski harus menarik koper jauh sekali dari kampusku. Sampai punggung badan mereka menghilang setelah berpamitan. Senyumku selalu masih ada disana.

Hal yang beberapa tahun lalu kurasakan sama. Ketika Pangandaran kutinggalkan demi menemui perempuan pagiku di Kota Bogor ini. Ketika rindu sudah terlalu membuncah dan pertemuan adalah sebaik-baik obat bagi mereka yang merindu. Kadung bahagianya, aku menikmati perjalanan sambil menangis terisak karena terharu. Aku yakin, pasti teman-temanku juga merasakan hal yang sama.

Memang, kita akan semakin merindukan rumah ketika kita tak ada di dalamnya. Kita akan sangat merindukan rumah, ketika tempat lain tak merumahkan kita seperti sebelumnya. Terlepas dari apapun hal yang membahagiakan atau membuat kita kesal. Terlepas dari betapa bawelnya Ibu kita. Terlepas dari betapa galaknya Bapak kita. Terlepas dari betapa nakalnya adik-adik kita. Atau terlepas dari betapa sulitnya hidup kita. Tetap. Kepada rumah lah, kita akan segera pulang. Melepas lelah, menghibur diri atas sepi yang menggerogoti hati, mengobati rindu, membungkam gundah dan gelisah, dan menemukan kehangatan yang tak pernah kita temukan di tempat lain.

Satu hari setelah kami resmi dinyatakan libur.

Rindu mendorongku untuk berbicara. Menghubungi Ibu, mengabarkan hari ini aku akan pulang ke rumah.

Ya, hari ini aku memutuskan untuk pulang. Meski  tak selama dan sejauh teman-temanku yang perantauan, tetap saja aku rindu. Dan hal itu harus segera terobatkan.

Tak ingin menghabiskan waktu dan kemudian menyesal, setelah selesai menyelesaikan tulisan ini aku sungguh akan segera pulang. Menghabiskan waktu yang tersisa. Karena mungkin saja, entah itu esok, lusa, satu minggu, dua minggu, sebulan, satu tahun, atau beberapa tahun lagi, rumahku akan berpindah kepadamu.

Dan aku tak pernah kuasa berkata tidak. Karena kepadamu lah, aku pulang. Kepada rumahku yang sesungguhnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;