Senin, 27 Juli 2015 2 komentar

Zenius Membuka Jalanku Menuju Roma

“Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit… Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.”

Aku tinggal di sebuah desa bernama Mangunjaya. Desa paling utara sebuah Kabupaten termuda di Indonesia. Kabupaten yang langsung tersohor karena keindahan pantai-pantainya, juga Kabupaten yang tersohor berkat salah satu putri terbaiknya, berhasil menduduki posisi sebagai Menteri Perikanan di Kabinet Kerja milik Pak Presiden Joko Widodo meski hanya lulusan SMP. Ya, Ibu Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti yang berasal dari Kabupaten bernama Pangandaran.

Sebagai anak daerah, yang bahkan nama desanya tak diketahui oleh kebanyakan orang, aku tidak pernah takut untuk bermimpi. Mimpi-mimpiku kugantungkan setinggi langit. Begitulah yang diajarkan oleh Bapak Presiden Soekarno, Bapak Presiden yang pertama memimpin Indonesia. Karena aku tahu, meski nanti aku jatuh, aku akan jatuh diantara bintang-bintang.

Perjalanan hidupku yang dari awal tidak mudah, semakin memantapkan langkahku untuk menyibak jalan terjal kehidupan melalui pendidikan. Meskipun aku lahir sebagai perempuan, bukankah aku juga wajib cerdas? Mengapa? Karena aku berpikiran, anak-anakku kelak berhak lahir, tumbuh, dan berkembang dari rahim seorang perempuan cerdas.

Pernah lahir dan besar di kota yang bersinggungan dengan Ibukota Jakarta, membuatku banyak sekali pengalaman hidup. Suka, duka, sedih, bahagia, aku tlah melewatkannya. Dan memulai hidup baru di Pangandaran, jujur kukatakan…. bukanlah suatu jalan yang (awalnya) mudah bagiku.

Ketika SD dan SMP, aku selalu menjadi juara kelas. Bahkan, juara umum parallel. Hal itu membuatku mendapatkan full one year scholarship dari salah satu SMA Negeri terbaik di kotaku. Namun, karena kedua orangtuaku hampir bercerai, aku terpaksa pindah ke Kabupaten paling selatan di provinsi Jawa Barat itu. Sedih tentu saja. Aku bukan hanya mengalami culture shocked. Aku juga dirundung feeling shocked.

Masalah itu, bukan hanya sekedar tentang teman-teman yang berbeda dengan teman-temanku di kota, lebih dari itu… Kampungku di Pangandaran merupakan desa yang masih menganggap pendidikan itu nomor dua.

Awalnya, aku memang stress berat. Pindah ke tempat dimana aku bahkan tidak menemukan mall atau bioskop sama sekali. Infrastruktur dan fasilitas yang begitu minim dan (tentu) saja tak sebaik disana, bahkan warnet pun jauh. Aku harus pergi ke kota kecamatan untuk menemukan warnet. Bayangkan dengan di kota dimana segala tempat penyedia jasa berlimpah ruah.

Belum lagi, sebagai anak baru, aku harus menjalani masa-masa pembully-an dari teman sekelasku. Menurut mereka aku terlalu mencari perhatian guru. Intinya, tahun itu adalah tahun terberat yang kujalani. Dari kota kubawa duka, disana-pun masih mendapatkan duka.

Namun, aku berusaha bangkit dari keterpurukan. Aku mencoba survive dengan kehidupanku yang sekarang. Mencoba menjadi pribadi yang lebih adaptive and grateful. Aku mencoba menikmati semuanya. Aku sudah tidak melakukan compare sana sini, antara desa dan kota. Aku menikmati hidupku sebagai gadis desa yang riang, lincah, dan terbuka. Aku mengambil hikmahnya saja: sekarang paru-paruku lebih sehat karena mendapat oksigen yang berlimpah dan lebih bersih dari kota tempat tinggalku sebelumnya, kebersamaan dengan teman-teman yang ((sebetulnya baik)) patut diacungi jempol ((kalian tahu, orang-orang kota yang begitu sibuk dan individualis))

Sampai akhirnya, aku naik ke kelas 11 SMA, aku sedikit was-was dan selalu memperhatikan perkembangan kakak kelasku yang ingin melanjutkan kuliah. Aku was-was karena setiap tahunnya, bahkan tak ada seorang-pun dari sekolahku yang mampu menembus PTN negeri, sekelas UI, ITB, UGM, IPB, UB, dan lain-lain.

Aku kembali membanding-bandingkan antara sekolahku disini dan di kota sana, pikiran-pikiran itu terus melayang di benakku, “andai saja aku masih sekolah di kota, peluangku masuk PTN pasti lebih besar, disana pun banyak bimbel-bimbel.” Aku terus memikirkan itu. Pikiran-pikiran buruk itu terus saja hinggap, disini tak ada bimbel sama sekali, bayangkan saja, untuk mencapai bimbel, aku harus mencapai ke luar kota dengan jarak tempuh kurang lebih 40 KM. Hal yang tidak mungkin aku lakukan hanya untuk mengejar sebuah “bimbingan belajar”.

Tahun ketiga yang notabenenya adalah tahun terakhirku di sekolah menengah atas, sekaligus tahun yang sangat menentukan, kemana langkah selanjutnya aku akan melangkah, aku merasakan perasaan yang sulit ku-ungkapkan.

Aku jadi lebih sering menutup diri dari lingkungan luar. Satu tahun yang sibuk kuhabiskan untuk berorganisasi, tidak bersisa sama sekali ketika aku memulai semester 6 di SMA. Semester terberat yang aku jalani. Semester tanpa orang tua. Semester dengan tekanan batin luar biasa. Sejak saat itu, aku lebih sering mengurung diriku sendiri. Kesan sebagai gadis yang ceria, lincah, dan ekstrovert perlahan menguap dari diriku. Aku begitu ingin masuk kampus impian itu. Ya, kalau aku bermain-main, aku pasti semakin sulit mendapatkannya.

Aku belajar habis-habisan. Aku mengejar universitas impian. Bagiku mewujudkan impian menjadi yang pertama untuk tembus PTN bukan suatu ketidakmungkinan. Ya, selama 15 tahun berdiri, aku ingin sekali menjadi perintis masuk PTN sekelas UI, IPB, ITB, UGM dan lain-lain untuk yang pertama kalinya dari sekolahku.

Karena mungkin terlalu memforsir tenaga serta pikiran untuk itu, aku lebih sering sakit, aku sering sekali pergi ke dokter bahkan dokter menyarankanku untuk rawat inap untuk beberapa kali. Disaat seperti itu, mental dan kesehatanku benar-benar down. Aku hampir menyerah, aku merasa stress luar biasa menghadapi try out serta ujian ujian yang sudah ada di depan mata.

Benar saja dugaanku. Setelah UN, aku down berat. Aku merasa soal UN benar-benar membabat habis mentalku. Tak bersisa. Aku betul-betul hancur mengetahui kalau aku tak bisa tenang menghadapi UN. Belum lagi mendengar teman-temanku di kota bisa mengerjakan soal dengan baik karena mereka ikut bimbel, banyak berdiskusi dengan teman, atau bahkan les private. Aku betul-betul terpuruk. Aku sedih luar biasa. Aku merasa universitas impianku semakin jauh. Institut Pertanian Bogorku semakin sulit kugapai. Aku menyalahkan semuanya. Aku melupakan kerja kerasku selama satu tahun terakhir. Aku merasa semua itu sia-sia saja. Ya, aku menangisi dukaku. Aku merasa diriku seperti butiran debu yang siap dibawa oleh angin kemana saja. Pasrah. Aku menangisi dukaku. Lalu, aku memutuskan untuk segera pulang ke rumah kedua orangtuaku di Bogor. Tujuannya jelas: membawa pergi luka-luka sehabis UN dan (segera) menyembuhkannya.

Hari-hari berjalan begitu cepat. Tak terasa beberapa hari lagi pengumuman SNMPTN. Aku masih belum bisa bangkit dari kesedihanku pasca UN kemarin. Perasaan takut dan pesimis tidak dapat nilai bagus. Jika ingat itu, aku selalu ingin menangis. Lalu, aku kembali membandingkan nilai-nilai UN ku sewaktu SD dan SMP, menembus angka rata-rata 9, murni dan sama sekali tanpa kunci jawaban. Aku sangat takut, nilai UN SMA ku jauh dari ekspektasi yang diharapkan. Bayang-bayang UN betul-betul menghantuiku sampai sampai aku melupakan bahwa sesungguhnya aku pun harus belajar untuk persiapan SBMPTN. Kenapa? Karena sekolahku belum mempunyai link kemanapun untuk unversitas sekelas IPB, UI, ITB , UGM, UB dan lain-lain, jadi mengandalkan SNMPTN saja adalah kenekatanku yang betul-betul aku sesalkan sampai sekarang.

Aku melupakan itu. Sampai akhirnya pengumuman SNMPTN dibuka, dan aku TIDAK LOLOS SNMPTN di universitas impianku, Institut Pertanian Bogor. Aku betul-betul hancur saat itu. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaanku saat itu. Aku merasakan lukaku seperti disiram air garam. Pedih. Pedih sekali. Belum lagi sembuh lukaku, kini harus merasakan pahitnya “DITOLAK” universitas impian. Padahal sebelumnya, ketika masuk SMP aku tak harus bersusah payah, dengan nilai yang kupunya, aku bisa masuk SMP Negeri manapun di kotaku, begitupun ketika masuk SMA, aku bahkan sudah dapat sekolah satu minggu sebelum pelaksanaan Ujian Nasional SMP. Kali ini? Aku betul-betul ditolak. Ya. DITOLAK.

Rasanya nilai-nilai yang kusiapkan selama SMA tak ada artinya. Nilai rapotku yang rata-rata 9 tak ada artinya. Kedukaanku semakin bertambah, ketika teman-temanku semasa SMP dan SMA dulu yang menjadi sainganku memperebutkan juara kelas atau juara umum berhasil masuk jurusan favorit seperti Kedokteran UI atau Akuntansi UI. Pokoknya banyak yang masuk IPB, Unpad, UI, UGM. Dan yang membuatku sedih, aku tak menjadi bagian diantara mereka.

Aku bahkan sempat menyerah. Aku sudah tak ingin ikut SBMPTN, Sebenarnya… beberapa alasan, kenapa aku down berat pasca pengumuman SNMPTN; 1) aku sudah kepalang bingung mau belajar dari mana untuk SBMPTN. 2) aku sudah kepalang sedih ngeliat sahabat-sahabatku pas di Depok masuk UI, IPB, Unpad, dan lain-lain (aku insyaAllah, nggak iri. Tapi ya itu.. sedih dan sakitnya ditolak tuh rasanya disana sini) 3) aku sudah negative thinking duluan, aku nggak akan bisa mewujudkan impianku karena aku sekolah di kampung 4) dan aku belum punya pegangan kuliah sama sekali layaknya teman-temanku yang sudah punya.

Jadi, aku merasa bingung, harus mengambil jalan apa dulu untuk memulai.Disaat itulah, Ibuku yang selalu ada dan mendoakan memberikan support untuk terus maju. Aku dipaksa maju untuk ikut SBMPTN dan Ujian-Ujian mandiri PTN lainnya. Menurut ibuku, ujian-ujian ini adalah ajang pembuktian. Benarkah nilai yang aku dapat di rapot sesuai dengan kompetensiku sebenarnya? Benarkah aku layak masuk PTN dengan tidak hanya mengandalkan nilai rapot? Berkompetenkah aku mengerjakan soal-soal SBMPTN yang lebih dalam materinya dibandingkan soal UN? Kalau memang aku berhasil, aku akan menjadi pejuang sesungguhnya. Jikapun tidak, its better than give up before the war. Aku menimbang-nimbang nasihat Ibu. Dan aku setuju. Dengan sisa-sisa kepercayaan diri yang sebetulnya tak ada sama sekali, aku melangkah dan tetap memilih IPB sebagai pilihan pertama dan keduaku.

Masalah pun datang kembali, hal ini lebih gawat karena aku sama sekali tidak tahu materi untuk SBMPTN itu apa. Hahaha. Ibuku menyarankan untuk ikut bimbel sebulan saja. Aku setuju. Aku akhirnya datang ke salah satu bimbel terkenal, tapi masalahnya adalah biaya bimbel yang memakan biaya sampai 2,5 juta hanya untuk satu bulan intensif les. Aku tidak mungkin mengambil itu, karena aku tahu ibuku takkan sanggup jika biayanya semahal itu. Aku memutar otak dan mencari solusi, kalau aku harus belajar sendiri rasanya tidak mungkin, aku sama sekali tidak tau apa materinya, belajar dari buku (pun) sulit.

Akhirnya aku teringat akun twitterku yang mem-follow akun bimbel online Zenius Multimedia Learning, sebenarnya aku tidak terlalu interest, aku memang agak meragukan untuk sesuatu yang berbau “online” seperti itu. Takut mengecewakan. Takut tak sesuai ekspektasiku. Padahal setiap pengumuman SBMPTN tahun lalu dan juga SNMPTN tahun ini, zenius selalu meloloskan siswa siswanya ke PTN ternama sekelas UI, IPB, ITB, UGM, UB, Unpad, dan lain-lain. Ya, seharusnya memang sudah meyakinkanku. Tapi saat itu, aku bisa dikatakan belum tercerahkan. He he he…

Sampai akhirnya aku butuh sekali bimbingan untuk menghadapi SBMPTN yang kurang lebih tinggal 20 hari lagi, kuputuskan untuk membuka salah satu video zenius di Youtube dan aku luar biasa terkejut! Tutornya badai dan berkompeten sekali, waktu itu aku melihat video tentang logaritma dan salah satu tutornya (Bang Sabda) menjelaskan dengan tepat, cepat dan terkonsep. Soal logaritma yang tadinya kusut, membingungkan, dan tak berhasrat kulirik sama sekali, begitu mudah dan sederhana di tangannya. Tanpa ba bi bu, aku langsung mencari distributor terdekat dan membeli voucher premium member zenius untuk 3 bulan ke depan. Aku merasa sedikit cahaya dan rasa percaya itu datang. Ya, untuk menghadapi SBMPTN dan test-test mandiri lainnya yang akan kujalani. Aku memenuhi hatiku dengan keyakinan. YOU CAN DO IT, NAB!

Aku mulai belajar untuk SBMPTN, aku belajar sampai 10 jam perhari. Aku menikmati saat-saat itu. Kenapa? Karena aku menemukan hal yang baru. Mindsetku benar-benar terubah sempurna. Zenius Platform mengajarkanku untuk menyelesaikan soal bukan berdasar kepada ingatan atau rumus-rumus cepat yang mudah terlupakan. Tapi langsung ke dasar. Ya, zenius memiliki kekuatan magic untuk membuat pola pikirku serta kemampuan menyelesaikan soal-soal dari akar-akarnya untuk waktu jangka panjang! Bahkan ketika aku tidak belajar dalam waktu yang lama :D

Mendekati SBMPTN aku semakin semangat belajar, aku juga banyak membaca blog seperti Persiapan Fisik Sebelum Ujian dan Pedoman Mengerjakan Soal TPA Analitik SBMPTN untuk menambah keyakinanku serta mempersiapkan hal hal non teknis sebelum ujian. Hal ini sangat worth untukku, apalagi masalah waktu. Setidaknya aku memiliki persiapan yang lebih baik dibanding teman-temanku yang justru kehabisan waktu ketika mengerjakan soal. TERIMA KASIH KAK WILONA!. Berkat penjelasan dari Kak Wilo pula, TPA yang biasa ku latih membuatku merasa terbiasa mengerjakan soal serupa karena aku memang sudah tau dasar-dasar dan postulatnya dari awal! Aku senang sekali, bahkan untuk mengerjakan test test mandiri pun aku sudah terbiasa. Ketika mulai merasa lelah dalam belajar dan ketika aku mengeluh dengan ini semua, aku selalu ingat perjuangan kedua orang tuaku, aku ingin membahagiakan mereka. Disaat itu aku selalu membaca kisah perjuangan tutor-tutor hebat zenius seperti Cerita Kisah Tutor Zenius Menempuh SBMPTN, semangatku langsung terdongkrak dan membuatku semangat untuk berjuang lagi.

Setelah test SBMPTN dan ujian-ujian lainnya, aku merasa lega. Aku semakin memenuhi hatiku dengan keyakinan. Apapun hasilnya aku sudah berusaha. Tapi aku merasa yakin sekali bahwa aku bisa. Ya, aku bisa!

Dan tibalah, tanggal 9 Juli 2015! Tanggal dimana segala perjuanganku akan terbayar. Dengan sukses atau dengan gagal. Yang jelas, sebelum tanggal itu datang, aku sudah memenuhi hatiku dengan motto: Aku siap gagal tapi aku juga siap kalah.  Hours min two pengumuman, aku udah nangis-nangis gitu. Hahahaha… aku udah kaya mbah dukun yang nggak berhenti komat-kamit baca doa. Dan tibalah jam 17.00! Aku sempat stress berat karena web utama SBMPTN error. Lalu aku membuka mirror link milik UI dan IPB, hasilnya tetap sama: error. Akhirnya kuputuskan untuk memakai mirror link milik ITB, dengan membaca bismillah, kuambil diam diam kartu peserta SBMPTN-ku, lalu kumasukan no peserta serta tanggal lahirku,


Aku tertegun. Haru!!!! Subhanalllah, wal hamdulillah!!!!! Ada ucapan “SELAMAT”, ada namaku. Ada tulisan Universitas Impian. Institut Pertanian Bogor. Dan, prodi Perikanan. Pilihan pertamaaa!!!

Aku memekik sambil bertakbir, sambil gemetaran aku berlari ke arah Ayah yang masih ada di meja kerja dan sibuk mengotak-atik web SBMPTN, “Allahu akbaaaarrrr!!!!! AYAH, BILA LOLOS IPB!!!!!!” Aku memeluknya dari belakang, ayahku tertegun. Kuperlihatkan hp-ku dan mata ayahku terlihat berkaca-kaca. Aku menangis. Aku meminta izin untuk menelpon Ibuku. Di seberang sana, Ibuku berteriak sambil mengucapkan hamdallah. “Alhamdulillah, Bila lolos SBMPTN IPB”! curiku sayup-sayup. Aku memasang personal message dan display pictureyang menerangkan bahwa aku sudah diterima di IPB. Tujuannya untuk membuat mereka tidak khawatir dan aku yakin, jauh disana mereka juga memekik bahagia layaknya kedua orang tuaku. Bunyi ding-ding-ding dari hp-ku terdengar semakin panjang!

Alhamdulillah!

***

Sampai saat ini, aku begitu mengingat kejadian paling menggembirakan dalam hidupku itu! Rasanya aku masih melayang-layang di udara karena senang luar biasa. Rasanya seperti mimpi. Mimpi menjadi perintis yang awalnya aku pikir itu tidak akan mudah. Ya, memang tidak mudah. Tapi aku mampu membuktikan bahwa banyak sekali jalan menuju Roma.

Banyak sekali jalan untuk menggapai semua mimpi-mimpi kita asal kita mau berusaha. Intinya, menurutku hanya satu. Pantang menyerah! Karena kalau kita sudah menyerah terlebih dahulu, kita akan kalah. Itulah yang membedakan antara pejuang dan pengecut. Pejuang akan selalu berkata “There’s possible though difficult” sedangkan pengecut akan berkata “It’s difficult and impossible”. Aku  memilih untuk menjadi pejuang. Karena aku yakin banyak jalan untuk mencapai kesuksesan.

Seperti cita-citaku, mengembangkan daerah Pangandaran seperti Ibu Susi. Itulah mengapa aku dengan yakin mengambil Perikanan. Aku memang ingin sukses namun aku juga ingin membuat Pangandaran lebih maju dan berkembang. Aku paham betul, aku masuk universitas tidak mudah. Aku harus merelakan waktu, pikiran serta hatiku untuk itu. Maka untuk itu aku tidak ingin menyerah, aku ingin sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu di kampus yang tentu saja akan aku aplikasikan di kehidupan sehari-hari.

Aku yakin, aku pasti bisa! Karena zenius telah mengubah mindset dan pikiranku, bahwa belajar bukanlah untuk orang-orang yang takut. Bukan pula untuk mencari nilai tinggi. Tapi belajar adalah proses jangka panjang yang dilalui seorang pemenang, mereka yang tetap mencoba meski kemungkinan kecil di depan. Mereka yang rela mencoba berkali-kali meski telah gagal sebelumnya. Mereka bangkit, pergi, berjuang, dan akhirnya mereka menang!

Terima kasih zenius, telah membuka pikiranku tentang memaknai arti belajar yang sesungguhnya. Terimakasih telah membantu mewujudkan mimpi.

Dan, setelah 15 tahun sekolahku berdiri, terima kasih, telah membantuku membuka jalan menuju Roma. Menyibak jalan penuh tantangan dengan cara luar biasa!

TERIMA KASIH, Zenius Multimedia Learning!!!!!

(Tulisan ini disertakan dalam Lomba Menulis Blog dengan Tema “Perjuangan Masuk Kampus Bersama Zenius” yang diselenggarakan Zenius Multimedia Learning)




Sabtu, 25 Juli 2015 0 komentar

Memuliakan


Setiap perempuan pasti ingin dimuliakan. Begitu pun aku. Namun, akhir zaman ini, banyak perempuan sering tak sadar betapa dirinya begitu mulia, begitu berharga. Padahal, shalihah… diri dan cintamu tak senilai dengan cinta dan gombalan semu. Kamu berharga. Kamu mulia. Semulia-mulia perhiasan dunia adalah dirimu.

Pengalaman burukku tentang cinta, tentu berimbas dan berpengaruh kepada pandanganku tentang cinta. Siapa yang sangka, luka yang ditorehkan hanya sehari, tapi mampu mengoyak jiwa hingga seminggu, dua minggu, sebulan, setahun, atau mungkin bertahun-tahun.

Apa yang kuinginkan sekarang?

Tentu, bukan cinta yang berujung pada luka. Bagiku, cinta bukanlah sekedar kata-kata, “Semangat ya!” atau “Jangan lupa makan ya!”. Bukan. Cinta itu butuh action, dan bagiku butuh sikap (gentleman).

Aku itu anak perempuan kesayangan Ayah. Bisakah kamu bukan hanya meluluhkan hatiku? Bisakah kamu meluluhkan hati ayah juga?

Bisakah kamu tak hanya mengucap sambil menatap mataku lekat, “Aku mencintaimu. Maukah kamu menjadi pacarku?”

Tapi, tegarkah kamu, meminta diriku sambil menatap mata ayahku tegak dan tanpa gagap, “Ayah, aku mencintai putri tersayang ayah. Maukah Ayah mengizinkan aku merenda mimpi? Membangun rumah impian yang menggetarkan langit-langit-Nya bersama anak perempuan tersayang ayah?”

Dengan begitu,

Aku bukan hanya merasa dicintaimu. Lebih dari itu, kamu sudah menjaga aku sebagai perempuanmu.

Ya. Dengan memuliakanku sudah dipastikan. Kamu bukan hanya memenangkan hatiku.

Kamu jelas telah memenangkan hati ayahku.

Bersiaplah. Bersiaplah datang ke rumahku.

Siapkah kamu diundang ke rumah?

Siapkah kamu diamanahi kepercayaan ayah tuk membawaku menggapai langit-langitNya?
Sabtu, 18 Juli 2015 0 komentar

Sebentar, sayang.

Kuhempas kasar tubuhku ke kasur. Lelah sekali rasanya. Sehabis belajar meregang otak, untuk ujian yang beberapa hari lagi akan kulaksanakan. Berkali-kali, kamu menyemangatiku. Membuatku semangat dan selalu berharap tuk bisa menuntut ilmu satu kampus denganmu. Kamu memang masuk terlebih dahulu dibanding aku.
  
Aku memejamkan mata. Beberapa menit lagi, hari sudah berganti. Aku menghela nafas panjang. Kupaksa diriku pergi untuk mencuci muka sebelum tidur. Lalu kembali berbaring di atas kasur.

Ding! Ding!

Bunyi pesan dari ponselku, memaksaku beranjak bangkit. Siapa?

“Maaf, baru balas, sayang.”

Tulismu di seberang sana. Ya ampun, cinta. Ini sudah jam berapa?

Kulirik chat yang terakhir ku-kirim untukmu. Pukul setengah 3 siang. Dan kamu izin kepadaku, dengan kata sebentar. Jadi, sebentar versimu adalah hampir 9 jam? Andai saja, aku bukan wanita yang sabar, sudah aku lempari kamu berbagai macam benda. Tapi, kamu dan aku menyebut hal itu satu: pengertian. Ah, kadang rasa sayang itu mengalahkan rasa kesal dan sebal.

Satu yang kutahu, kamu telah menjalankan seluruh kewajibanmu. Dan, aku tak mau mengekangmu. Aku tahu komitmen. Bersama bukan berarti mengekangmu melakukan ini itu seperti yang aku mau.

Bersama bukan berarti melakukan semuanya bersama. Aku tak ingin melupakan hakikatmu sebagai individu yang tetap mempunyai privasi, mempunyai ruang untuk dirimu sendiri.

“Lamaa sekaliii….” Tulisku plus emoticon sedih.

“Iyaa… maaf…. yaa..” kamu meminta maaf. Hal yang seharusnya tidak kamu lakukan, tapi di satu sisi aku senang kamu meminta maaf. Sungguh aku tidak ingin mengekangmu. Terserah-lah. Asal kamu mengingat aku. Selalu.

“Gapapa ya sayang?” emoticon sedih itu muncul lagi. Kamu menunggu balasan. Aku masih erat memegang ponsel sambil tersenyum. Kamu selalu seperti itu sejak awal kita saling mengenal.

“Gapapa… tapi aku ngantuk,” tulisku jujur.

“Yahhhh……” balasmu kecewa.

Horeee!! Aku sedikit senang dengan kekecewaanmu. Biarlah, sengaja aku ingin meninggalkanmu. Tujuannya tentu untuk membuatmu rindu kepadaku.

Aku menutup mata. Masih dengan senyum simpul. Membayangkan perkenalan pertama denganmu. Ah, kamu memang sibuk. Kamu memang berbeda. Kamu memang mandiri. Dan kamu selalu fokus meraih mimpi-mimpi.

Mungkinkah untuk mewujudkan mimpi bersamaku?

Aku tidak tahu. Semoga saja seperti itu.

Aku menarik selimut menutupi tubuhku. Angin malam tiba-tiba berhembus agak kencang. Namun, hatiku hangat. Karena sesibuk apapun kamu, aku tetap bisa merasa dekat.

Baiklah. 9 jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun… atau mungkin beberapa tahun lagi. Aku tau kamu akan mewujudkan semua impian dengan sangat mudah, semudah kau mengatakan: sebentar ya, Sayang?

Dan, setelah itu... kita akan melewatkan banyak waktu berdua bersama. Selamanya....

Oke. Janji ya, Sayang? :)


0 komentar

Lelaki Baik Hati


Kusebut dia lelaki baik hati
Dia tak pernah merendahkan diri, tapi dia begitu rendah hati
Kusebut dia lelaki baik hati
Yang selalu mengasihi dan tak pernah asal berjanji

Kusebut dia lelaki baik hati
Yang menenangkan disaat sepi
Kusebut dia lelaki baik hati
Yang selalu menghiasi mimpi-mimpi

Kusebut dia lelaki baik hati
Yang mampu menggetarkan relung hati
Kusebut dia lelaki baik hati
Yang namanya selalu terpatri dulu, kini, hingga nanti :)


Jumat, 17 Juli 2015 0 komentar

“Malam ini ada rindu menggebu. Tak berani, ku bertamu. Sebab kutahu, kau telah menutup pintu.”
0 komentar

Menapak Jalan

Mataku enggan terpejam kala malam tenggelam. Dan aku terperangkap di dalam. Menanggalkan luka pada cinta diam-diam.

Lewat sajak kugambarkan luka rindu yg membengkak. Lewat do'a kucoba mengejarmu meski harus merangkak.

Kelak, akan kau gapai. Seseorang yg kau doakan. Menembus langit langit Tuhan. Percayalah. Jikalau bukan raga. Semoga kau dapatkan jiwanya hidup tuk kau cintai selamanya.

Andai aku berjantung dua, akan kutunggu dirimu sampai tak lagi berdetak kedua jantungku. Karna aku mencium semerbak tulus cintamu, dan kudengar nyanyian hatinya yang setia selalu.

Kita tak perlu dua hati. Sebab selamanya hati kita satu. Jiwa kita berpadu. Menggapai asa dan cinta bersama. Menapak jalan penuh liku berdua. Selamanya....

Aku mampu karna kau ada. Kudengar kau sebut namaku dalam do'a dan kau rangkul bahuku dengan cinta. Sungguh, aku bahagia.

Aku tau. Lewat tulisan tulisan. Meski bukan hanya tulisan yang menentukan, tapi setidaknya aku tau perasaanmu masih hidup dan mampu untuk kucintai. Ah, melalui tulisan pula.. Aku tau kau akan datang. Menghampiriku dan mewujudkan semua impian.

Senyumku terbentur layar ponsel saat membaca pesan darimu. Kudoakan selalu, semoga bahagiamu bersamaku.

Selamat tertidur duhai engkau yang memikat jiwa lewat kata. Aku tau, katamu lebih abadi disini. Di hati ini. Semoga kata kata menjadi cerminan jiwa tuk membuat bidadarimu selalu terpana dibuatnya.

Selamat tidur, Komandan hati! Bangunlah dengan segar pagi nanti, perintahkanlah pasukan rindumu untuk sabar menanti. Sekali lagi, selamat tidur, Komandan sejati.

(Setelah disadur dari catatan Nada Cinta Penikmat Rasa , kolaborasi sajak rindu, oleh Leni Purnama Dewi dan Putri Nabil )
Kamis, 16 Juli 2015 0 komentar

Dua Ramadhan


Dua Ramadhan tlah terlewatkan
Diantara perasaan yang kian menggetarkan
Aku takut…
Sungguh, aku kian takut….

Dua Ramadhan tlah berlalu
Namun bayangmu masih mengganggu
Menunggu di setiap sudut pintu
Membuatku kian tercabik rindu

Dua Ramadhan tlah berakhir
Namun rinduku padamu tak kunjung berakhir

Dua Ramadhan tlah kutamatkan
Namun cinta tetap tak mampu ku sematkan


Rabu, 15 Juli 2015 0 komentar

Balada Cita dan Nabila

Hampir 10 hari, setelah aku mengingkari komitmenku sendiri untuk menulis dan berjanji mengisi blogku setiap hari. hue he he he *guling-guling* padahal, aku sudah berkomitmen sekali untuk itu. Pokoknya sudah niat. Sudah bismillah. Aku harus bisa nulis all about anything yang bisa aku tulis. Sekalipun, harus menulis surat peringatan untuk diriku sendiri.

Jadi, sekarang aku mau mulai menulis kembali sekaligus menjawab pertanyaan para pembaca (kalau ada) dan pertanyaan para dede-dede gemes.

Banyak yang menanyakan kenapa hobi (menghilang tanpa kabarku) muncul lagi. Dan, banyak pula yang menanyakan tentang hasil SBMPTN, hasil UM, aku masuk mana (akhirnya), lewat jalur apa, kenapa ngambil perikanan dan tips dan trik masuk PTN (versiku).

Jujur kukatakan, tamu bulananku bulan ini sungguh-sungguh rese dan sukses membuat gastronitis alias sakit magh-ku kambuh. Rasanya perih sekali lambungku ini. Berhubung sedang bulan puasa, jadi aku tak ikut sahur dan (juga) menjadi orang yang buka puasanya paling akhir. Intinya tubuhku mulai bereaksi untuk itu, rasanya pusing, pandanganku kabur, gemetaran, dan tentu saja perutku sakit dan bahkan membuatku muntah-muntah. Rasanya enggan sekali untuk menjentikan jari-jari ini di keyboard laptop.

Selain itu, tanggal 7 dan seterusnya merupakan tanggal-tanggal yang begitu mendebarkan. Ya, karena tanggal 9 Juli-nya adalah pengumuman SBMPTN. Pengumuman aku diterima atau tidaknya di universitas yang aku dambakan. Pengumuman setelah 20 hari meregang otak habis-habisan. Aku baru bisa tidur pukul 1 pagi dan sudah bangun lagi pukul 2 nya. Pokoknya bikin pusing. Selain itu aku juga menangis terus. Duh, bisa gak ya? Bisa gak ya? Masuk IPB atau Institut Pak Beye? Hue he he.

Dan akhirnya…. Tada….

Aku berusaha menjawab pertanyaan dari teman-teman dan adik-adik kelasku yaa :) (Teh Izati, ngiringan ngajawab ti pertanyaan-pertanyaan Teteh) :D


Masuknya lewat jalur apa?


Ikut SNMPTN (undangan) nggak?

Ikut. Dan gak keterima. Hahahaha. Aku gak terlalu tau apa penyebab gagalnya aku di SNMPTN. Tapi yang aku dengar, SNMPTN itu sangat melihat sekolah dan alumni di universitas tersebut. Berhubung dari sekolah aku, belum ada yang berhasil masuk SNMPTN di universitas negeri seperti UI, UGM, IPB, ITB. Jadi meski nilai aku sangat-sangat dipersiapkan untuk SNMPTN, sampai semester 5 (yang notabenenya semester penentuan) aku mati-matian lah sampai harus bolak balik ke dokter dan rawat inap, ya memang (I should not too expect ke undangan ini) Dan, aku tuh orangnya gampang sekali nge-down… (makanya semangatin terus dong) :3 hahaha, jadi ceritanya abis UN itu aku nge-down berat selama hampir 2 minggu :’) dan memutuskan langsung pulang ke rumah orang tuaku di Bogor karena bayang-bayang UN yang benar-benar membabat habis mentalku (lihat di sini ya) aku jadi males banget belajar, karena percuma saja laa belajar juga kalau nanti hasilnya akan mengecewakanku (pikirku). Nah, ini-lah kenekatan aku.. udah tau aku (kayaknya merasa pasti) (loh gimana?) gak keterima SNMPTN, malah gak ada semangat-semangatnya sama sekali buat belajar SBMPTN lagi. Jadi we, pas ketauan ga lolos SNMPTN (nah loh?) nangis nangis lebih parah dari abis UN terus nyesel.. kenapa ga dari kemarin belajarnya? *jangan ditiru ya adik-adik*

Ada pengalaman menarik setelah aku nerima kartu merah dari web SNMPTN, jadi (sejujurnya) aku sama sekali sudah nggak berminat daftar SBMPTN, kenapa? Karena katanya soal SBMPTN itu lebih susah dari soal UN, waw…. Gimana perasaanmu coba? Udah tau UN bikin aku nangis 2 minggu, bagaimana dengan yang ini? Apalagi, aku sama sekali nggak tau materinya apa. Serius. Aku sama sekali nggak tau. Dan ini tinggal kurang lebih sebulan lagi. 20 hari malah, Karena sepuluh harinya itu, aku (biasa) suka nge-down dan aku langsung pergi mengobati luka sakitnya ditolak PTN favorit aku. Awalnya ngerasa minder banget sama teman-temanku yang disini, mereka bimbel dan sudah sering ikut try out berkali-kali. Pokoknya ga pedee laaaa. Dan aku pun langsung pergi ke rumah sahabatku di Depok, yang niatnya hanya satu hari, eh ini malah berhari-hari.

Mungkin dari cerita ini teman-teman pasti menganggap aku tuh susah move on dan susah bangkit dari lautan luka dalam? :D (betul, tapi masalah pendidikan dan masalah masa depan) he he he. Percayalah, adik-adik.. masalah ini sesungguhnya lebih pusing dari masalah cinta-cintaan. *ngomong serius*

Terus, akhirnya ikut SBMPTN?

Ya. Karena Ibu-ku mendorong aku untuk ikut. Sebenarnya… beberapa alasan, kenapa aku down berat pasca pengumuman SNMPTN; 1) aku sudah kepalang bingung mau belajar dari mana untuk SBMPTN. 2) aku sudah kepalang sedih ngeliat sahabat-sahabatku pas di Depok masuk UI, IPB, Unpad, dan lain-lain (aku insyaAllah, nggak iri. Tapi ya itu.. sedih dan sakitnya ditolak tuh rasanya disana sini) 3) aku sudah negative thinking duluan, aku nggak akan bisa mewujudkan impianku karena aku sekolah di kampung 4) dan aku belum punya pegangan kuliah sama sekali layaknya teman-temanku yang sudah punya.

Akhirnya, Ibu menyemangatiku dan terus bilang kalau aku pasti bisa. Insya Allah!

Berbekal semangat dari Ibu dan begitu banyak orang-orang yang menyemangatiku, serta pikiran (jika aku menyerah berarti aku kalah) dan itu dia, aku ingin sekali masuk negeri (berhubung beasiswa di universitas negeri lebih banyak dan berlimpah) akhirnya aku daftar SBMPTN, seminggu setelah pendaftaran dibuka. Alhamdulillah, aku masih dapat wilayah panitia lokal Bogor :’)

Dari situ, aku langsung ikut bimbel online intensif dengan waktu belajar 10 jam perhari. Dan, aku mulai menata hati dan pikiran, serta memenuhi hati dengan keyakinan; that I can do it!

Daftar ujian mandiri juga? Kemana? Apa alasannya?

Daftar kok. Karena aku tau diri, kalau berharap sama SBMPTN aja namanya NEKAT. Dan aku nggak mau NEKAT for the second times. Aku mendaftarkan diri ke beberapa PTN lainnya, seperti Politeknik UI (PNJ) dan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung. Alasannya? He he he…. Kalau PNJ karena ter-ilhami teman-teman aku yang banyak keterima jalur PMDK PN. Selain itu, Politeknik Negeri Jakarta (insyaAllah) bagus karena dulu kan termasuk bagian dari UI, bahkan almamater dan dosennya juga dari UI. Selain itu, aku gak mau ambil universitas di Bogor. Soalnya kalau ke Bogor, aku bakalan galau banget karena ingat IPB itu ada di Bogor dan takut nanti gak keterima di IPB di SBMPTN, so aku ambil yang aman. Di PNJ! Ya memang lewat UI sih, tapi insyaAllah nggak bikin sakit hati, karena dari awal aku tahu, UI bukan orientasi pertamaku :)

Lalu, aku ngambil UIN Sunan Gunung Djati Bandung, alasannya lagi-lagi karena ibu yang maksa :’D ahahaha… aku disuruh ikut UM-PTKIN (Ujian Mandiri Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri)

Terus kenapa di Bandung? Karena aku rasa kalau di Jakarta tanggung aja. Aku mau langsung ngambil kuliah yang kalau nge-kost nggak tanggung, kan kalau Jakarta rasanya tanggung deh, masih satu kawasan JABODETABEK. Selain itu, tanggal ujian mandiri UIN Jakarta bentrok sama UM PNJ. Tadinya malah mau sekalian di UIN Sunan Kalijaga, Jogya, tapi aku mempertimbangkan tempat menginap. Banyak memang kakak kelas yang dekat dan kuliah di Jogja, tapi aku masih punya sepupu kandung yang tinggal di Bandung. Jadi weh, milih Bandung. ((Dan, maksud terselubung lainnya; pengin liburan gratis))

Tadinya, aku juga mau ikut USM STAN ((bahkan sudah sempet beli buku soal-soalnya)) dan SPMB Mandiri Unsoed, tapi mengingat waktu dan lokasi pelaksanaan testnya nggak memungkinkan, jadi aku hanya ngambil 2 Ujian Mandiri. He he he…

Pengalaman SBMPTN?

Pas SNMPTN, pilihan pertamaku adalah Manajemen IPB dan pilihan keduaku adalah Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB. Sebetulnya, ketika milih Manajemen, aku hanya berkonsultasi dengan guru BK-ku, tidak dengan kedua orangtuaku… ((salah satu alasan ketolak SNMPTN juga)) hahaha. Jadi, pas SBMPTN dan Ujian Mandiri ini, aku benar-benar nurut dan patuh dengan Ibu, serta saran-sarannya aku pertimbangkan.

Nah, disaat itulah, aku disarankan masuk Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Ibu dengan segala propaganda meyakinkan aku supaya ngambil salah satu prodi di fakultas itu, beserta prospek-prospek kerjanya. Dan, aku setuju. Alhamdulillahnya, aku bukan type orang yang prody oriented, tapi aku university oriented! Wakakak!

Jadi, aku gak terlalu keukeuh sih kuliah di prodi pilihan pertamaku, aku tuh orangnya memang terkadang ngikutin passion tapi kalau melihat ke depannya baik, why not? Kenapa enggak? Dan aku juga suka tantangan! Perikanan! Hihihi, lucu emang. Tapi, aku positive thingking aja laah. Mudah –mudahan keputusan birrul walidain alias berbakti kepada ortu dan niat yang kuat untuk mengembangkan daerah asal (Pangandaran) kelak setelah aku lulus kuliah, bisa membawa berkah ke depannya. Siapa tahu, aku bisa jadi Menteri Perikanan dan Pengusaha Lobster kaya Ibu Susi Pudjiastuti? Siapa tahu, aku bisa bikin perusahaan pesawat terbang dengan nama Nabil Air ? Ya kan? Ya kan? :D who knows? ((sambil ngaminin kenceng dalam hati)) hue he he.

Semakin mendekati test SBMPTN, aku semakin semangattt!! Yeaaah… yang tadinya belajar 8 jam sehari, terus aku tingkatin jadi 10 jam per hari. Banyak yang protes dan bilang “Jaga Kesehatan!” waaaahhhh, di kaya gituin aku malah tambah semangat! Karena selain aku yang semangat, ternyata banyak pula yang pada perhatian hehehe :p ah pokoknya mah, bebanku sedikit-sedikit mulai berkurang deh, ditambah dengan penemuan maha agung dari bimbel online-ku yang ternyata sukses ngebentuk mind set aku dan memenuhinya dengan zenius platform. Yeaaah, jadi.. soal soal kusut aljabar, integral, terus trigonometri, bahkan yang paling aku benci ga bisa yaitu program linear, jadi sederhana bangeeeet, berkat postulat-postulat yang membentuk pola pikir kita supaya ngerjain soal dengan tepat, cepat, dan terkonsep. Tapi, “terlalu semangat” itu membuat tubuhku drop. Akhirnya H-2 test SBMPTN, aku jatuh sakit. Akhirnya aku nggak belajar lagi. Dan banyakin doa aja semoga pas test nanti aku sudah fit dan siap bertarung. Jadi, aku belajarnya H-18 SBMPTN. *sekali lagi, jangan ditiru ya adik-adik*

Dan… ternyataaaa….

Ahahahaha… soal SBMPTN benar-benar jauuuuh dari ekspektasiku. Ya, hidup juga begitu kan. Kadang realitanya nggak sesuai dengan ekspektasi kita. Jadi we, aku pas Test Kemampuan Dasar (Matematika IPA, Biologi, Fisika, Kimia) bingung mau cari jawabannya apa hahaha. Jangankan nyari jawabannya, orang dari awal baca soal aja aku nggak tau itu SOAL APAAN. Waduuh, aku panik donng. Tapi, aku go on aja deh terus. Aku nggak mau kaya UN. Intinya, aku sudah berjuang. Berjuang dan berjuang. Alhamdulillah, pas ngerjain TKPA (Soal Numerik, Verbal, Logika, Analisa Pola, Penalaran Matematis, Matematika Dasar, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris) lancar jayaaa :3 hihihi. Mungkin karena aku sering banget berlatih, dan alhamdulillah.. menurutku soalnya (pun) lebih mudah dari tahun-tahun yang lalu (kecuali, untuk Matdas & Bahasa Inggris). Setelah ujian, rasanya plong banget. Intinya, aku melangkah dengan ringan dan riang. Aku malah pulang naik miniarta sendiri dari Bogor ((horeeee, tepuk tangan!)) hahaha, dan rasanya banggaaaaaaa bangeeet, sudah menjadi bagian dari hampir 700.000 pejuang tangguh SBMPTN! Aku-pun merasa siap menghadapi ujian-ujian selanjutnya, karena aku yakin, Allah nggak akan salah menentukan hal terbaik untuk diri kita.

Hasilnya?

Sudah ku-bilang-kan?.. beberapa hari menjelang pengumuman, aku sakit hahaha. Ah, pokoknya takut, deg-deg-an, gemetar, mau nangis, insomnia, dan lain-lain deh. Saat itu, aku nggak ingin sama sekali membalas pesan-pesan di bbm, line, atau yang lainnya. Kecuali aku memang sengaja men-chat salah satu ummi-ku dari grup one day one juz dan sahabat terdekatku. Intinya, ya banyak-banyak berdoa deh. Dan kalau aku sudah jelas keterima, ummi-ku mewanti-wanti dengan mengatakan: semua hasil itu didapat bukan karena aku rajin, aku pintar, aku cerdas, aku sholehah, sehingga doa-doa dan usahaku terbayar. It’s only my God’s kindness. Semua itu karena kemurahan Allah.

Hours min two pengumuman, aku udah nangis-nangis gitu. Hahahaha… aku udah kaya mbah dukun yang nggak berhenti komat-kamit baca doa. Sebenarnya aku sudah lelah dan mau bobo, tapi ga bisa… jadi cuma bisa gugulingan di kasur sambil chatting sama Sol-Chan, intinya dia juga deg-deg-sama kaya aku. Lebih-lebih, aku bakal ngebuka pengumuman tanpa ibu di samping aku. Pokoknya pas jam 5 itu, aku keluar dari kamar dan menghampiri meja kerja ayah, di samping ayah, aku gemetaran, duuuuhhhh gustiiii, akankah aku mengecewakan ayah untuk kedua kalinya? Jelas-jelas, 2 bulan lalu, aku sudah ngasih ngartu merah. Semoga sekarang, muncul namaku dan muncul IPB. Hahahaha….

Aku semakin galau. Galau berat. Uring-uringan. Mana mau buka puasa. Es batu belum di-geprek. Risoles yang tadi kugoreng belum disajikan. Aku liatin jam, udah 5 menit berlalu. Web utama SBMPTN, tiba-tiba down. Ya iyalah, seluruh Indonesia yang ngakses! 15 menit berlalu, web utama sudah tak kulirik, berkali-kali kucoba link mirror alternative lewat web UI, juga masih nggak bisa, 30 menit berlalu, kucoba link mirror punya IPB, (pun) ga bisa. Aku sedih dan panik banget. Aku nangis saking paniknya. Kelip BBM serta bunyi ding-ding-ding BBM-ku terus bunyi. Ada 10 orangan yang men-chattingku dan isinya sama “gimana hasilnya?” kujawab “link utama sama link mirror sbmptn down!” lalu, beberapa temanku mengirim domain link mirror yang digunakan sebagai alternatif, “aku udah nyoba pake UI sama IPB. Masih nggak bisa. Huhuhu.” Lalu dia memintaku untuk sabar. Aku mencari jalan pintas, aku mencoba membuka lewat link mirror yang menurutku, peminat pesertanya sedikit. Aku coba lewat UNTAN (sampai saat ini aku nggak tau, UNTAN itu apa) hahaha. Hasilnya: Forbidden. *nangis guling-guling*

Akhirnya aku coba buka twitter lewat hp, duh.. malah bikin semakin pedih, soalnya sudah banyak teman-teman se-bimbel onlineku yang ngepost kelulusan mereka, ada yang di Undip, ITN, UGM, UI, juga Unpad. Aku melirik ke arah jam, 5 menit lagi buka puasa. Akhirnya aku duduk bersandar di tembok, ayahku menyarankan “Udah besok liat di koran aja!” aku tidak menanggapi, saran ayah malah membuatku semakin nggak semangat dan hampir menyerah. Yang jelas satu: aku sedih, panik, galau, dan frustasi. Diantara kegundahan hatiku, aku terus men-scroll down timeline twitterku dan melihat teman-temanku yang lulus SBMPTN. Sampai akhirnya aku melihat salah seorang teman memposting foto screen capture lulusnya dia di SBMPTN: dia lulus di Unpad, tapi dia memakai link mirror ITB! YAAAA, ITB!!! Bukankah yang minat ke ITB juga NGGAK sebanyak Unpad, UI, dan UGM. Akhirnya dengan bismillah, kugenapkan hatiku dan membuka web ITB! Yeaaaaah, bisaaa!!!!!! Diam-diam, ku-ambil kartu pesertaku. Diam-diam pula, kumasukan nomer peserta dan tanggal lahirku. La hawla walaa quwwata illa billah. Aku search. Ku scrool down ke bawah.

Aku tertegun. Haru!!!! Subhanalllah, wal hamdulillah!!!!! Ada namaku. Ada tulisan Universitas Impian. Institut Pertanian Bogor. Dan, prodi Perikanan. Pilihaaaan pertamaaaa!!!!!!!!

Aku memekik sambil bertakbir, sambil gemetaran aku berlari ke arah Ayah yang masih ada di meja kerja dan sibuk mengotak-atik web SBMPTN, “Allahu akbaaaarrrr!!!!! AYAH, BILA LOLOS IPB!!!!!!” Aku memeluknya dari belakang, ayahku tertegun. Kuperlihatkan hp-ku dan mata ayahku terlihat berkaca-kaca. Aku menangis. Aku meminta izin untuk menelpon Ibuku. Di seberang sana, Ibuku berteriak sambil mengucapkan hamdallah. “Alhamdulillah, Bila lolos SBMPTN IPB”! curiku sayup-sayup. Aku memasang personal message dan display picture yang menerangkan bahwa aku sudah diterima di IPB. Tujuannya untuk membuat mereka tidak khawatir dan aku yakin, jauh disana mereka juga memekik bahagia layaknya kedua orang tuaku. Bunyi ding-ding-ding dari hp-ku terdengar semakin panjang!

Alhamdulillah!

Kenapa nggak ikut UTM IPB atau SIMAK UI?

Nggak :) pertama aku bilang, UI bukan orientasi pertamaku. He he he… kedua… kenapa nggak ikut UTMI (Uji Talenta Masuk IPB)? (Ujian Mandirinya IPB) karena…. Mahal. Ahahahaha…

Pengalaman Ujian Mandiri PNJ dan UIN Sunan Gunung Djati, Bandung?

Intinya, sehabis SBMPTN, aku nggak belajar lagi! Hahaha, belajar sih… belajar akuntansi dan ekonomi menjelang UMPNJ aja tapi.. Itu H-3 ujian. Hue he he he… Pas UM aku kebagian jam 1 siang. Entah lah, intinya aku sudah belajar pelajaran horror yang nggak aku dapetin pas SMA (kecuali, ekonomi pas kelas 10 dapet, tapi ini kan ekonomi terapan) hahahaha. Iya, karena pas pendaftaraan aku (LAGI-LAGI) nurut Ibu, ngambil Jurnalistik sama Perbankan apa gitu, aku lupa. Padahal aku udah bilang itu pelajaran IPS. Tapi, aku bisa apa selain nurut sama kedua orangtuaku pasca kegagalan SNMPTN? Memang sih, kita nanti yang ngejalanin masa perkuliahannya, entah untuk saat ini, aku klop sama Ibu. Pas ngambil jurnalistik, aku malah senang banget!!!! Hihihi. Soalnya, aku tahu… jiwaku bakal hidup disana. Menulis dan fotografiku akan semakin terasah dan berkembang. Bukankah, itu yang dinamakan kebebasan? Aku yakin, ketika memilih jurnalistik, jiwaku tidak akan mati pelan-pelan. Menulisku akan terus berjalan.

Pas ujian alhamdulillah lancar bangeeeeet. Matematikanya sangat dasar (menurutku) (dibandingkan dengan SBMPTN) Alhamdulillah…. Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris terisi semua. Ada beberapa soal yang nggak ku isi, itupun pelajaran paling horror, pelajaran akuntansi :”)

UM di Bandung juga gitu, alhamdulillah… lancar dan sukses. Apa yang aku pelajari, benar-benar membantu aku untuk memasang pola pikir yang baik. Alhamdulillah, untuk TKD dan TPA, aku berhasil mengerjakan dengan percaya diri. Soal ke-agamaannya, baru deh aku nggak bisa. merasa sedih sih. Ketika aku lebih bisa mengerjakan soal-soal seperti matematika dan keduniaan, aku malah nggak bisa ngerjain soal agama yang mengarah ke-afterlife:’)

Hasilnya?

Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta 2015! Yang diumumkan tanggal 22 Juni 2015. ((pilihan pertama))

((Dan kini, masih penasaran dengan UMPTKIN UIN Bandung, yang akan diumumkan tanggal 27 Juli mendatang))

Alhamdulillah! :)

Tips dan trik?

Tips dan triknya sederhana. Rajinlah berlatih soal dan berdoa. Ketika kita menginginkan sesuatu, itu berarti kita sedang mengajukan proposal kepada Allah dengan segala usaha dan doa yang kita punya. Kegagalan SNMPTN membuatku belajar bahwa terkadang kita harus mengerti dan menerima takdir yang Allah pilihkan. Maju aja terus. Belajar, belajar, belajar serta doa yang tidak putus untuk impian kita tersebut. Dulu sekali, aku sering ditanya: Bagaimana IPB-nya? Setiap ditanya seperti itu aku menangis. Beneran. Aku nangis. Rasanya kok nggak mungkin. Nggak mungkin jadi perintis. Tapi aku sudah bertekad untuk itu, dan alhamdulillah aku bisa atas izin Allah.

Lalu, aku ikut bimbel online, kurang lebih dua puluh hari menjelang ujian. Intinya konsisten dalam belajar dan melanggengkan doa. Aku ((sama sekali)) ga bermaksud menghilang dari kehidupan teman-temanku, tapi ketika kamu menemukan distraksi dalam itu. Nggak ada salahnya kamu menghilang dulu, menenangkan diri dan berdamai untuk diri sendiri, toh ini demi masa depan kamu. Kamu jelasin aja kalau ini untuk memperjuangkan masa depan. Jika sedang rehat, barulah kita hubungi mereka dan bilang kalau ada hal yang harus kita prioritaskan. Kita memang teman, tapi kita pun punya impian yang harus kita kejar dan kita wujudkan.

Suatu waktu, ketika aku mulai lelah belajar, aku kembali mengingat perjuangan Ibu dan ayahku, mereka yang mengantarku survey tempat, ke bank untuk membayar biaya pendaftaran, serta kesediaan mereka untuk membiayai kuliah kita. Berikan hadiah terbaik. Aku juga sering membaca puluhan kisah orang sukses itu tidak hidup dengan jalan hidup yang lurus-lurus saja. Seketika semangatku terus terdongkrak. Ah pokoknya kita harus disiplin dan konsisten sama diri kita sendiri. Yang penting harus mau kerja keras. Dan untuk adik-adikku di SMA Negeri 1 Mangunjaya, jangan pernah adik-adik bergantung kepada namanya SNMPTN. Show you are in SBMPTN and UM. Go, fight, and win! :)

Kenapa harus Institut Pertanian Bogor? Dan kenapa harus perikanan?

Jujur, inilah pertanyaan yang membuatku tergelitik sekaligus gemas sekali. But, it’s okey. Dimulai dari perikanan ya, kenapa aku mau ngambi perikanan? Banyak teman-temanku yang meledek, mau ngambil perikanan? Mau jadi putri duyung? nanti salamin ke putri duyung ya, dan lain-lain. Teman-teman tau nggak? Tanpa ngambil perikanan aku juga sudah jadi putri. Putri Nabil ahahahaha :3 lagian, setahuku putri duyung tuh nggak ada, adanya ikan duyung -_-

Sudah kujelaskan di atas, bahwa aku mengambil perikanan karena saran dan keinginan orang tua-ku. Intinya, itu ada di otakku begitu saja untuk setuju. Karena memang benar sih, prospek jurusan kuliahku sangat cerah dan menjanjikan ditambah aku ada di daerah Pangandaran yang namanya memang terdongkrak dari destinasi wisata serta tentu saja nama besar Ibu Menteri Perikanan kita, Susi Pudjiastuti.

Beberapa hari setelah mengambil keputusan, aku sengaja menyempatkan diri di sela-sela waktu belajar untuk membuka video tentang Pangandaran, Ibu Susi, berita tentang perikanan, kelautan, serta pantai-pantai indah yang ada di Indonesia. It’s not bad. Nggak buruk sama sekali. Pertanian, kehutanan, dan perikanan IPB (pun) masuk katEgori 150 terbaik dunia. So, what must I worried for? Disinilah, aku ingin berbakti sebagai anak bangsa. Aku nggak egois memperjuangkan mimpiku. Bukan hanya mimpiku. Tapi, aku tahu, aku adalah salah satu Putri Pangandaran yang diutus untuk kuliah dan berharap suatu saat bisa mengamalkan ilmu yang kudapat di bangku perkuliahan.

Satu quote dari Raditya Dika yang paling melekat di hatiku: jangan jadi orang yang paling hebat, tapi jadi-lah orang yang paling beda! Aku memang ingin sukses. Tapi aku ingin juga menyukseskan daerah tercinta, Pangandaranku yang indah.

Dulu, aku nggak kepikiran sama sekali mau masuk IPB. Institut Pertanian Bogor. Aku sempat mengalami syndrome kagum berlebihan kepada Universitas Indonesia. Hahaha.. bahkan sampai aku masuk kelas 12 loh. Beneran deh. Kenapa waktu itu UI? Ya, karena dulu SMP-SMA ku sangat-sangat UI-oriented. Jadi, aku mau aja deh lanjut kesana lagi. Masalah nanti masuknya gimana, aku kalau UI memang sudah niat banget, mau belajar dari awal kelas 12. He he he… Jadi, UI like my home already aja.

Terus sempat mau ngambil UPI Bandung dan Universitas Negeri Jakarta juga karena mau jadi guru BK. Hahaha… noh kan… aku mah untung-nya gak prody oriented, jadi ganti-ganti dan gak susah lah. Pokoknya ngeliat prospek dan memang hobi aku banyak. Hobi nulis, hobi jualan. Hobi ngerjain soal biologi dan soal kimia, hobi di curhatin juga. Jadi mau ngambil guru BK, terus sempat mau ambil Bioproses Teknologi UI, Psikologi UI, dan Kimia UI juga.

Sampai akhirnya, hatiku tertaut kepada IPB. Semakin hari semakin dalam. Entah kenapa, yang ini nggak ada niat “cuma pengin-pengin doang” tapi sampai didoain gitu. Duh, aku mulai berpikir, “jangan-jangan IPB itu takdirku?” sampai akhirnya aku suka sama Manajemen, karena aku bercita-cita jadi Mompreneur. Hahahaha… dan alasan lain kenapa aku mau ngambil manajemen IPB yang nggak bisa aku jelasin disini :)

Intinya, doaku untuk IPB semakin hari semakin dalam. Bukan hanya sehari, seminggu, sebulan, bahkan doaku hampir sama selama setahun, “Ya Allah, aku ingin sekali kuliah di IPB. Izinkan aku menuntut ilmu di kampus hijau itu, ya Allah.” Dan itu sambil nangis lagi. Jadi, pas tahu UN susah dan katanya SNMPTN liat nilai UN, aku panik lah, “Masihkah IPB dalam genggaman?” kayaknya sudah semua guru, aku nangisin deh. Serius. Intinya, aku mencoba meyakinkan diri aku kalau aku bisa, sampai akhirnya aku nge-down sekali beberapa hari menjelang UN, aku pergi dan menangis di depan wali kelasku dan beberapa guru, mereka prihatin keliatannya. Dengan cita-citaku yang begitu tinggi, namun belum ada jalan jika aku hanya mengandalkan nilai rapot sekolah, aku harus berjuang lebih keras lagi. Aku tanyai setiap guru dan teman-temanku, “Yakin nggak, Nabil bisa masuk IPB?” dan mereka optimis menjawab, “Yakin, Neng! Bismillah, Nabil bisa!” dan air mataku kembali berderai-derai.

My heart stuck on IPB. University oriented laaah pokoknya. Bagiku gampang untuk move on dari jurusan yang aku pilih pertama kali. Tapi aku nggak bisa move on dari IPB. Pasca kegagalanku di SNMPTN, ibu-ku menyarankan untuk tidak mengambil IPB lagi. Tapi kali ini, aku nggak nurut. Aku masih ingin di IPB. Dan aku masih ingin memperjuangkannya. Tanpa disengaja, beberapa hari sebelum daftar SBMPTN, dikala aku mulai gegana alias gelisah galau merana, aku mimpi kuliah di IPB. Dan aku bermimpi selama 4 hari berturut-turut. Aku mencoba membujuk Ibu supaya mengizinkan aku mengambil IPB saat mendaftar SBMPTN nanti. Dan, akhirnya aku diizinkan.

Sebenarnya aku memang sudah cocok dengan IPB. Alasannya banyak he he he. Masuk 5 besar the best college in Indonesia. Sistem asrama yang aku banget. Aku sempat berpikir deh, “Jangan-jangan ini jawaban untuk mimpiku 3 tahun lalu yang mirip pesantren.” Waah, IPB semakin menempati ruang hatiku. Belum lagi, banyak banget plesetan Institut Perbankan Bogor, Institut Pesantren Bogor, Institut Pengusaha Bogor, Institut Penulis Bogor, Institut Pewarta Bogor, Institut Pak Beye :D dan lain-lain.

Aku yakin banget lah sama pilihanku. Mengenai hobi-hobiku berwirausaha, menulis, jurnalistik aku nggak begitu khawatir. Aku sudah melihat banyak pengusaha, penulis sukses, pewarta dan Pak Mantan Presiden-pun lulusan IPB. ((Hal ini kujelaskan karena banyak sekali yang menyayangkan keputusanku melepas jurnalistik, yang menurut mereka passion-ku benar benar ada disana)) :)

Jangan khawatir, teman-teman… Taufiq Ismail, Asma Nadia, Felix SiauwIwan Setyawan adalah bukti lulusan IPB yang multitalent. Mereka tetap eksis menulis. Aku yakin, lulusan IPB adalah lulusan yang kompeten bukan hanya di bidang pertanian, tapi di seluruh aspek kehidupan. Jika kalian masih berpikiran bahwa pertanian hanya untuk mencangkul, membajak sawah, dan menanam padi, aku pikir itu adalah pikiran yang begitu konservatif. Karena ketika kita membicarakan pertanian, maka kita juga akan membicarakan agriculture is social bussiness, agriculture is economic busssiness, agriculture is government business :)

Yup, jadi begitulah kira-kira kisah perjuangan dan pengalamanku tentang SNMPTN, SBMPTN, UM, Perikanan, dan Institut Pertanian Bogor. Masalah apa-apa yang akan kupelajari tentang perikanan, aku belajar dulu ya di IPB! Hahahaha :D semoga tulisanku kali ini bermanfaat, terutama untuk adik-adik yang sekarang sudah naik ke kelas 12 dan galau menentukan tempat dan jurusan kuliah untuk merancang mimpi dan cita-cita mereka nantinya!

Tetap semangat! :D

Nabil


 
;