Senin, 25 Januari 2016

Yang Disebut Cinta


Kita bingung menjelaskan cinta itu apa dan bagaimana. Tapi kita bisa melihat cinta dari banyak hal sederhana. Seperti seseorang yang begitu menyukai kopi dan secangkir kopi di depannya. Seperti seorang penulis yang berbinar matanya melihat pena dan kertas yang kosong. Seperti pelukis yang ingin bersegera menyendiri untuk mengekspresikan idenya dalam kanvas.

Rasa cinta membuat orang menyegerakan sesuatu, membuat orang melakukan hal-hal yang melampaui anggapan orang. Kita tidak perlu repot mendefinisikan hal-hal yang kita rasakan. Karena perasaan memang ada bukan untuk di definisikan oleh pikiran, cukup dirasakan. Sesuatu yang tidak perlu repot kita ukur karena memang tidak ada alat ukurnya, bahkan tidak ada satuannya.

Sebagai orang jenis E-N-Thinking-J, hampir segala hal saya pikirkan logis dan tidaknya. Saya sering mengabaikan perasaan saya (juga perasaan orang lain) dalam menganalisa sesuatu. Bisa mengabaikan apa yang saya rasakan agar kehidupan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan beberapa kali saya berusaha mengukur perasaan itu dengan pikiran yang berakhir pada sakit kepala.

Ketulusan, keikhlasan, kebahagiaan, kesedihan, dan segala hal yang memang tempatnya di hati sulit untuk pahami. Namun, yang terpenting adalah bukan bagaimana kita mendefinisikan semua itu, tapi bagaimana kita bisa mengenali perasaan-perasaan yang hadir dalam hati kita agar kita tidak salah memberikan respon.

Segala sesuatu yang melibatkan perasaan, kita harus hati-hati.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;