Selasa, 30 Juni 2015 0 komentar

Sedalam Cinta Si Mawar Pink


Bagaimana rasanya mencintai seseorang dalam diam? Bertepuk sebelah tangan pula?

Ah, sendu sekali prolog di atas. Tapi begitulah realitanya. Kenyataannya, segala yang kita inginkan sering sekali datang terlambat atau tak jarang diganti dengan yang lebih baik oleh sang Maha Kuasa.

Namanya Adam. Sosok laki-laki yang begitu aku kagumi. Aku menganalogikan cintaku kepadanya laksana mawar pink. Tau tidak apa makna dari mawar pink itu? Deep love. Kecintaan dan kekaguman yang mendalam.

Adam baik sekali kepadaku. Dia itu tipe laki-laki yang romantis dan sangat perhatian. Dia sih selama ini menganggapku teman, aku pun seperti itu. Tapi rasanya hati tidak bisa dibohongi. Rasa untuk Adam semakin lama semakin dalam. Parahnya bukan rasa persahabatan, tapi rasa itu menjalar  menjadi cinta yang mendalam.

Kenapa aku menamakan cinta itu mendalam? Hal ini kukatakan karena aku hanya mampu menyimpan rasaku. Gila nya perasaan itu sudah tumbuh selama 7 tahun dan kian lama kian mendarah daging dalam tubuhku.

Selama itu pula, Adam tidak sendiri. Maksudku dia juga sempat memiliki pacar. Hahahaha… coba bayangkan bagaimana perasaanku? Hancur pasti… sakit sudah tentu… tapi bagiku kebahagiaan Adam adalah segalanya.

Faktanya, saat Adam putus dengan perempuannya, aku loh yang ikut merasakan patah hati. Serius nih. Rasanya seluruh tulang rusukku remuk. Persis seperti yang Adam rasakan waktu itu. Waktu itu juga aku menangisi diri, ah seandainya Adam halal bagiku. Sudah kuhapus air matanya, sudah kusodorkan bahuku untuknya, sudah kusiapkan jemariku tuk menggenggam kuat kuat jemarinya, dan tentu sudah kusiapkan telingaku untuk mendengar keluh kisahnya.

Aku merasakan cinta yang berbeda saat mengenal Adam. Tak seperti laki-laki yang pernah dekat denganku, aku merasa hanya dia yang mampu menggetarkan relung hatiku yang terdalam.

Itulah kenapa, sering kusebut namanya di sepertiga malam. Aku bukan mengharapkannya menjadi jodohku. Sungguh keinginanku hanya satu waktu itu. Semoga Allah menetapkan kebaikan untuk Adam dan keluarganya.

Ya habis dia baik bangeeet! Seusiaku dia sampai ngasih hadiah yang menurutku wow banget! 25 tangkai mawar pink. Romantis abis ya, tapi dulu aku cuma bisa cengar-cengir waktu dikasih mawar pink itu. Sebenarnya dia ingin sekali memberiku 100 tangkai bunga mawar pink, tapi uangnya tidak cukup. 25 tangkai itu artinya forever yours sedangkan 100 tangkai bunga mawar pink artinya lebih dahsyat; I will always love you all days. Katanya dia sampai puasa 2 bulan.

Tau tidak kenapa dia memberiku mawar pink? Katanya aku lebih berharga dari apapun. Buktinya aku mau jadi tempat sampah dia saat putus, sabar banget dengerinnya. Sejak saat itu aku sangat memfavoritkan mawar pink.

Kami pun beranjak dewasa. 7 tahun berlalu, dia tetap mengirimiku mawar pink. Ah, perhatian sesederhana itu mampu meluluh lantakan hatiku. Aku jatuh cinta kepadanya. Dalam. Sedalam makna cinta si mawar pink.

Sampai akhirnya kami harus berpisah. Aku menetap di Jakarta. Sedangkan dia harus bekerja di luar Jawa. 6 bulan pertama, dia masih rutin mengirimiku mawar pink. Tapi bulan berikutnya, mawar pink itu tak lantas datang ke rumahku? Selama itupun aku tak mencoba menghubunginya. Aku terlalu malu untuk memulai. Dan dia tahu untuk itu.

Kemana si mawar pink-ku? Bagaimana kabarnya?

Di tengah kegundahanku, akhirnya aku mencoba melacak keberadaan Adam. Mulai dari akun social medianya, hingga teman-teman terdekatnya. Hatiku hancur saat mengetahui apa yang terjadi. Ternyata, di luar kota sana dia telah memiliki pacar.

Bukannya sudah biasa?

Ah, entah mengapa aku tersadar... Adam selama ini telah menyakitiku secara diam dan perlahan. Aku tersadar. Dan itu sangat terlambat. Aku terlambat mengetahui bahwa dia telah menyakitiku.

Aku mengetahui hal itu dari foto-foto yang diunggahnya di akun pribadi milik Adam. Kenapa aku sampai tak tahu? Kenapa aku sampai terhanyut dalam keyakinan bahwa hanya aku yang dicintai Adam?

Aku menangisi dukaku. Kuperhatikan mawar-mawar diberikan oleh Adam sudah layu.  Namun, tidak dengan perasaanku. Perasaanku kian mendalam justru setelah aku disakiti Adam. Tapi aku juga membencinya.

Tidak! Aku tidak yakin! Aku bertanya pada diriku sendiri; bisakah aku membencinya?

Sedangkan perasaanku sudah sedalam makna mawar pink. Karena bagiku dia-lah mawar pink-ku. Selamanya….

Bukankah batas antara benci dan cinta sangat tipis? Bukankah sulit menghilangkan cinta yang telah terpatri dalam dada?

(seperti yang diceritakan seorang teman kepadaku)

Senin, 29 Juni 2015 0 komentar

Bunga Krisan Untuk Nurul



Konon (Chrysanthemum indicum L.) atau krisan adalah bunga terpopuler kedua setelah bunga mawar. Bunga yang berasal dari Jepang dan Cina ini masih memiliki hubungan kerabat dengan bunga daisy dan bunga aster. Jadi mahkota bunganya masih mirip-mirip gitu.

Kalau di Prancis, bunga krisan menyimbolkan kematian. Tapi di Indonesia dan Asia, bunga krisan sendiri melambangkan kesetiaan, keceriaan, dan persahabatan yang kuat.

Kalau kita memberikan bunga krisan kepada seseorang, it seems like we say “you are my wonderful friend.”

Sejak tau bunga krisan melambangkan rasa persahabatan yang begitu kuat, rasanya aku ingin memetik banyak sekali bunga krisan untuk sahabat terbaikku.

Namanya Nurul. Selamanya, dia adalah cahaya hati untukku. Persis seperti arti namanya, Nur. Bagiku dia lebih dari sahabat, dia sudah seperti saudara dan keluargaku. Dan krisan mewakili dirinya. Terpopuler kedua setelah bunga mawar, sama seperti dirinya. Berharga kedua setelah orangtuaku.

Di dekatnya, aku tidak bisa mengungkapkan rasa sayang secara terang. Tapi sungguh, dialah sahabat terbaikku, sahabat terdekat, sahabat yang selalu available saat suka maupun duka. Dan melalui tulisan, aku selalu berusaha mengenang segala suka duka kami selama menjadi sahabat.

Kami sudah bersahabat sejak 5 tahun yang lalu. Saat itu kami berdua sama-sama duduk di kelas 8-2. Awalnya aku tidak begitu mengenalnya. Bahkan, jujur… dulu sekali waktu aku belum sekelas dengan Nurul, aku menilai dia adalah pribadi yang jutek dan tak bersahabat.

Sampai akhirnya kami ada di kelas yang sama. Singkat kata kami pun menjadi sahabat dan Kota Yogya menjadi saksi akan persahabatan kami.

Aku sadar, dengan menjadi sahabat… tak serta merta apa yang aku mau selalu Nurul berikan. Begitupun yang Nurul mau tak selalu bisa aku berikan. Perbedaan sifat yang ada diantara kami, kadang harus kami hadapi sebagai bumbu-bumbu persahabatan.

Serius. Sahabatku itu cuek luar biasa. Jadi kalau kamu baru kenal sama dia jangan coba-coba SKSD alias sok kenal sok dekat. Kadang aku pun harus mengurut dada kalau dia sedang bad mood :D hihihi. Tapi kalau dia sudah peduli, ugh… dia akan menjadi orang yang paling perhatian di seluruh dunia.

Dia juga type orang yang kadang tidak aku pahami kalau hanya berkomunikasi lewat bbm, whatsapp atau line. Jadi, kalau aku sangat butuh dan tidak ingin dibalas singkat-singkat, one thing must I do: call her!

Dia juga sangat-sangat romantis. Tanpa banyak kata dia lebih suka membuktikan lewat tindakan. Semua orang tau kalau aku itu tukang ngambek. Pernah suatu hari aku ngambek gara-gara suatu hal. Tapi tanpa banyak bicara. Tiba-tiba beberapa hari kemudian, sudah ada kiriman di rumahku. Aku buka hadiah itu. Masya Allah, sebuah phasmina cantik dengan sepucuk surat dari Nurul.

Di surat itu, dia meminta maaf telah membuatku bete dan mad. Ah, ternyata dia sengaja hanya membuatku marah. Aku sangat terharu dan hatiku mulai melunak. Dan sejak itu aku menjulukinya perempuan yang penuh kejutan.

Begitu juga ketika dia sedang studytour ke Yogya dan membelikanku sebuah hadiah untukku. Dan yang membuatku terharu ketika dia bilang;

“Yang aku inget di Yogya cuma kamu sama Aira, keponakanku. Bahkan aku sendiri gak tau mau beli apa.”

Ahhh, how sweet what my favorit human being do! Nuruuul :’) kalau dekat, ingin rasanya aku lari memeluknya dari Pangandaran ke Depok :’)

Dan terakhir ketika aku gagal SNMPTN dan butuh dukungan banyak orang. Dia selalu menjadi penyemangatku yang pertama! Menurutnya, aku selalu ada saat dia butuh. Dan ketika aku sedang ada pada kondisi sulit seperti ini, sudah menjadi kewajiban untuknya untuk selalu ada untukku.

T-u-m-p-a-h!

Aku betul-betul tak bisa menyembunyikan air mataku waktu itu. Aku begitu bersyukur dan terharu kepada Allah, sudah dikirimi sahabat yang baik, cantik, dan sholehah seperti dirinya! Aku selalu berdoa, semoga kita selamanya.

Dan aku pun berdoa; semoga kelak Allah meneruskan persahabatan kita sampai ke syurga-Nya!!

Selamanya aku ingin mencintai Nurul karena Allah. Dan rasanya, aku ingin memiliki kebun bunga dan menghadiahkan banyak bunga krisan untuknya. Ah, bunga krisan itu selalu mengingatkanku kepada Nurul. Karena krisan itu seperti berbicara:

“You are my wonderful friend” :)

(Teruntuk yang tersayang, Rahma Nurul Hidayah yang saat ini kebahagiannya bertambah. Selamat ya! forever you are important for me, dear! Terima kasih sudah begitu mengerti dan menyayangiku sepenuh hati!)


Minggu, 28 Juni 2015 0 komentar

My precious life by words…


Aku menulis sejak berumur 7 tahun. 2 tahun setelah aku mengenal huruf abjad dan 3 tahun setelah aku mengenal huruf hijaiyah. Ketika itu ibuku memang pernah bercerita jika dirinya menginginkan salah seorang anaknya menjadi seorang penulis. Ibuku memiliki nama pena dan nama pena itu kini melekat dalam nama asliku, Nabila Dinantiar Adelianoor.

Aku menulis apa saja yang mungkin bisa ditulis oleh anak-anak seusiaku. Aku menulis dalam buku diary lengkap dengan kunci mini sebagai pengaman diary-ku. Diary yang kudapatkan setelah beberapa hari sebelumnya aku sempat dirawat di rumah sakit karena terkena demam berdarah. Om-ku yang memberinya. Katanya hadiah karena aku rajin meminum obat. Aku senang sekali waktu itu!

Saking senangnya, sejak saat itu aku berjanji untuk menulis setiap hari. Aku menulis apapun yang aku lihat, aku dengar, serta aku rasakan. Aku menulis tentang teman-teman sekelasku, tentang ibu-ku, tentang ayah-ku, menulis tentang keindahan alam, dan lain-lain.

Sampai suatu ketika, puisi-ku diapresiasi oleh guru sd-ku. Bukan main senangnya hati. Aku semakin semangat menulis dan menulis.

Menginjak usiaku yang ke-13, aku mulai berani menulis novel. Suatu langkah besar untukku yang sebelumnya hanya menulis puisi-puisi sederhana dan cerita-cerita pendek dalam buku diary dan mini notebookku.

Tujuanku sederhana, aku sangat menyayangi sahabat-sahabatku dan aku ingin menuliskannya. Mungkin banyak penulis yang menulis karena ingin dikenal dunia. Tapi, aku menulis karena aku ingin dikenang dan disayang sahabat-sahabatku.

Novelku terhenti ketika waktu itu aku sibuk dengan sekolah. Bukan alasan yang kuat untuk berhenti menulis memang. Lebih tepatnya aku sok sibuk. He he he… 3 tahun berlalu, ketika aku tinggal di tempat baru, Pangandaran. Merangkap menjadi ketua jurnalistik, aku mulai menyentuh novel anak-anakku kembali. Tepat pada Agustus tahun 2013, aku berhasil menyelesaikan novelku yang pertama dengan judul “The Lives Green dan sebulan kemudian disusul dengan novel berjudul “My New Friend from France”.

Senang bukan main, ketika bulan April 2014 dan 2 bulan kemudian, kedua novelku dinyatakan akan terbit. Meski sampai sekarang belum terbit-terbit (karena mengantri) he he he. Dan karya-karyaku yang lain yang (sedang berburu penerbit) “Pacar Baru di Facebookku”, serta karya-karya lain sebagai koleksi pribadi seperti “Pengganti Mas Andi”, “The Killer Teacher Ever”, “Michael & Michelle” dan lain-lain.

Bagiku menulis bukan hanya sekedar berburu royalty. Tapi bagaimana membuat hidupku lebih berarti dengan mengenang setiap peristiwanya dengan kata-kata. Kata-kata yang kugunakan dalam tulisanku tak serta merta datang sendiri. Kecintaan menulisku sangat didukung oleh kecintaanku membaca buku. Buku apapun itu.

Seperti yang para penulis besar dan terkenal katakan; setiap penulis yang baik pasti merupakan pembaca yang baik pula.

“Books mend the soul of those who reads them; and they give the best company.” :) -Sri Izzati-

Yuk, cintai buku dengan gemar membaca dan mulailah menulis kisahmu yang luar biasa!

Salam,

Nabil
0 komentar

Daisy di Musim Semi


Saat menuliskan kisah ini, memori dan kenanganku terbang ke kejadian 2 bulan yang lalu. First impression-ku sewaktu pertama kali mengenal dia menyebalkan sekali. Aku yang ekstrovert dan suka nanya-nanya jadi malas banget waktu itu, karena kalau chat sama dia hanya dijawab “ya”, “enggak”, “oh gitu” dan jawaban singkat lainnya.

Aku jadi ingat macam-macam type orang ketika chatting. Hahaha. Dan aku meng-katagorikan dia di type yang pertama. Yang balasnya singkat-singkat. Ugh pokoknya menyebalkan. Padahal kan waktu itu lagi mau test SBMPTN, dan kami mengambil universitas yang sama. Apa salahnya sih saling berbagi, mengenal, dan menguatkan untuk menghadapi ujian bersama?

Tapi gimana ya awalnya sikap dia bisa melunak begitu?

Dulu sih, singkat saja… dia meminjam akun bimbel onlineku. Sebenarnya tidak mau aku pinjami awalnya. Ya abis, first impressionku tentang dia sudah jelek begitu. Aku waktu itu mencari alasan supaya tidak meminjami akunku, tapi alasan lain karena waktu itu juga sudah dekat waktu ujian. Aku juga butuh dong buat ujian beberapa hari yang akan datang.

Tapi, aku buru-buru mengubah keputusanku. Aku baru tau, ternyata dia lulusan SMK yang pastinya lebih butuh bimbingan belajar karena pelajaran yang akan di ujiankan jelas jauh berbeda dengan pelajaran yang dipelajarinya sewaktu belajar di SMK.

Justru aku kagum, dia mau ya belajar untuk ujian masuk kuliah? Dan pelajarannya tidak mudah loh. Mungkin kalau itu terjadi pada diriku, aku sudah keburu malas duluan. Soalnya kan lulusan SMK itu memang dipersiapkan untuk siap bekerja bukan untuk kuliah.

Menghadapi anak-anak SMA yang notabene nya lebih menguasai materi memang membuat lebih minder. Tapi aku suka dengan sikapnya yang optimis.

Alasan lainnya, aku juga punya misi terselubung untuk bisa melunakkan hatinya. Ah aku ingat, bukankah hanya hati yang mampu menyentuh hati?

Benar saja, ternyata dia mulai tersentuh, atau (mungkin karena tidak enak ya sudah dipinjamkan?) :D he he he.

Apapun alasannya, aku senang dengan perubahan itu. Kami juga mulai banyak bercerita, berdiskusi, dan bertukar pikiran. Bahkan terkadang dia memberiku semangat, bukan terkadang tapi memang setiap waktu. Aku itu orang yang tidak percaya diri. Jadi butuh banyak orang yang meyakinkan. Dan dia salah satu satunya.

Dia juga pribadi yang optimis, selalu bersuka cita, dan semangat. Dan, aku suka. Dia selalu berpikiran positif, gagal ataupun berhasil. Entah mengapa, mungkin karena hatinya sudah terlalu kuat menerima segala takdir Allah. Aku banyak belajar darinya.

Ada satu hal yang membuatku terharu. Dia itu begitu bersimpati. Contohnya waktu aku sakit karena kelelahan belajar, dia memberi tahuku jadwal belajar yang baik. Dan aku menjalaninya sampai sekarang. Begitupun ketika aku diterima di salah satu perguruan tinggi negeri, tapi belum menjadi rezeki untuknya, dia tetap tulus mengucapkan selamat kepadaku.

Ternyata dia itu seperti bunga daisy yang mekar pada musim semi. Penuh rasa optimis, persahabatan, dan simpati yang mendalam. Terima kasih sudah begitu baik kepadaku :)

Dan tetap semangat untukmu juga. Ini hanya masalah waktu. Aku yakin dan kamu pun harus yakin, tak pernah ada kebaikan yang sia-sia. Kamu hanya perlu menunggu, semua indah dan terbayar pada waktunya.

Kudoakan kebahagiaan dan keberhasilan itu akan datang dengan indah. Seindah warna-warni bunga daisy yang mekar dan semerbak mewangi di musim semi! :)

((Tulisan ini teruntuk: Fauzi Firdaus, yang semangatnya banyak kucuri sebagai inspirasi menulis siang ini! Terima kasih, Zizi :) ))



Sabtu, 27 Juni 2015 0 komentar


“Aku belajar berhenti menangis dengan menulis, sebab air mata tak pernah membawamu kembali, tetapi dalam kata kumiliki kau untukku sendiri.”

via @mempuisikan
0 komentar

Ayah dan Mawar Merah



Harus kuakui, hubunganku dengan ayah tak sebaik dulu. Hal itu mungkin saja terjadi karena berbagai konflik dan masalah yang kerap mendera kami berdua atau memang mendera kami sekeluarga. Meskipun begitu, terlepas dari segala kekurangannya, ayah tetaplah menjadi lelaki tersayang yang ku punya. Aku tak ingin membutakan mata bahwa kebaikannya pun turut membesarkanku menjadi gadis yang tegar dan kuat.

Aku terlahir menjadi anak sulung dan anak perempuan satu-satunya. Hal ini membuatku banyak mendapat keuntungan dibanding adik-adikku. Tentu… aku senang sekali. Dulu sih alasannya sederhana;

“Jadi anak tercantiknya, ayah dan ibu…”

Ah, tentu saja iya. Mana mungkin adik-adikku dipanggil cantik kan? Itu lah mengapa aku senang sekali menjadi anak perempuan satu-satunya. Dulu, aku sempat ngeri dan khawatir kalau kalau ibu yang sedang hamil melahirkan anak perempuan. Takut lebih cantik dariku. Aku tertawa sendiri mengingat masa-masa itu.

Beranjak remaja, aku merasa sikap ayahku mulai keras dengan melarang melakukan ini itu. Masa aku gak boleh naik angkot? Masa setiap hari aku harus di-ojeki terus oleh Mang Ade, tukang ojekku dulu. Ah, Ayah… aku ingin naik angkot. Aku ingin pulang dengan teman-temanku, Yah.

Tahu gak, apa jawabannya; “Bila kan anak perempuan, nanti kalo diculik Kang Tukang Angkot gimana?” hihihihi… lucu kan jawabannya.

Semenjak saat itu, aku tidak pernah pergi dengan laki-laki yang bukan mahramku. Serius. Sama sekali belum pernah dan mungkin tidak akan pernah. Karena aku sudah keburu takut duluan. Bahkan ke tukang foto copy-an pun aku diantar tukang ojekku.

Mungkin itu yang membuat aku membatasi diriku sendiri. Aku sih belum pernah dilarang pacaran, tapi kok rasanya aku gak tega ya kalo pacaran. Aku seperti sudah membohongi ayah dan ibuku.

Satu hadist Rasulullah SAW yang semakin membuatku yakin untuk tidak berpacaran karena katanya langkah anak perempuan menentukan langkah ayahnya juga. Mendekatkan ke neraka atau  menjauhkan ayahnya ke neraka.

Jadi bagiku ayah itu seperti mawar merah. Meski berduri tajam, keras kepala, dan tak mengerti kita, tapi disitulah pembelajaran untuk kita; bahwa yang indah itu memang harus selalu dilindungi. Dan ayah selalu menjadi pelindungku.

Mawar merah pun melambangkan rasa cinta yang besar dan mendalam. Persis seperti cinta ayah. Meskipun tidak pernah mengungkapkan secara terang-terangan. Tapi aku yakin, ayah selalu menyimpan cinta yang mendalam kepada anak-anaknya, terlebih untuk anak perempuannya.

Aku jadi ingat kata-kata Kak Kurniawan Gunadi, Penulis buku Hujan Matahari;

“Cinta yang paling aman, adalah cintanya seorang Bapak.”

Selamat berbuka puasa sahabat-sahabat hati! Semoga puasa hari ini penuh barakah untuk kita semua :)


Jumat, 26 Juni 2015 0 komentar

Ibuku, matahariku.



Sebagai seorang perempuan, aku berusaha menilai, menceritakan, dan menuliskan segala kebaikan ibuku secara objektif. Hal ini aku lakukan, karena aku juga seorang perempuan, begitupun ibuku.

Meski bagiku, dengan tinta emas-pun kebaikan seorang ibu tak mampu dituliskan dan digambarkan, tapi rasanya tak adil, jika aku menuliskan sosok seorang perempuan melalui ibuku hanya dari satu perspektif saja, apalagi perspektif tersebut ditulis oleh seorang anak perempuannya.

Tapi aku terkejut, setelah membaca postingan dari seorang penulis blogger yang akhir-akhir ini sering kukunjungi blog pribadinya. Bang Syaiha dan tulisannya yang berjudul "Perempuan Itu Selalu Luar Biasa" sukses membuatku semakin mantap menuliskan tentang Ibuku.

Aduh, rasanya aku bangga sekali menjadi seorang perempuan. Begitu dihormati dan disayang banyak orang. Walaupun memang aku belum menjadi istri dan ibu, tapi itu tidak mengurangi kebahagiaanku.

Aku jadi ingat, ibuku memang tak pernah mengeluh dengan pekerjaan rumahnya. Sebanyak apapun itu. Meski aku sangat tau, ibuku sangat lelah. Ditambah lagi ibuku adalah perempuan yang bekerja di luar rumah juga. Waaah @_@

Kalau dipikir-pikir, siapa juga sih yang rela bangun pagi-pagi mengotori tangannya dengan bumbu dapur kalau gak cinta sama suami dan anak-anaknya?

Ah ibuku memang hebat. Mencuci, menyetrika baju, memasak, dan bersih-bersih rumah dikerjakannya dengan ikhlas. Ibu seperti ingin meyakinkan kepada dirinya sendiri, baju anaknya rapi, harum, dan tidak membuat malu. Ibu pula yang menjamin tidur kita nyenyak atau tidak dengan selalu menyiapkan seprai yang terbaik dan wangi. Meyakinkan anak-anaknya tidak kelaparan, kadang mengecek perlengkapan sekolah seperti yang terkecil sekalipun, pensil, penghapus, pulpen, supaya anaknya tidak meminjam milik orang lain dan jauh dari kesan tidak diperhatikan. Bahkan sekecil urusan: sudah membereskan buku nak? Ada PR tidak untuk besok? Pensilnya jangan lupa diraut! Ah, ibu :’)

Dan aku juga sering bertanya tanya dan tak mengerti sampai saat ini. Ibu selalu memasak masakan terbaik untuk kami tapi kenapa ibu malah makan makanan sisa? Aku dan adik-adikku serta ayahku makan makanan enak seperti ayam goreng, tapi ibuku kadang cuma makan dengan tutug oncom atau sambal leunca.

Kalau diperhatikan, Ibu-ku itu bisa jadi guru les, chef, pembantu yang suka bersih-bersih rumah, tukang ojeg, sekertaris, manajemen, bendahara, dan lain-lain. Iya kan? Ku yakin ibumu dan seluruh ibu di dunia ini juga begitu. Bedanya mereka tidak dibayar. Mereka ikhlas dan senang-senang asja ngerjainnya. Karena apa? Sekali lagi karena cinta.

Betul kata Bang Syaiha, mungkin letak kebahagian seorang perempuan itu ada pada ketulusan hatinya dalam melayani dan melihat keluarganya bahagia :’)

Aku ragu pada diriku sendiri: benarkah hanya dengan cinta? Mungkinkah aku bisa se-rela itu nanti?

Kalau diibaratkan, ibuku itu seperti bunga matahari. Bunga yang selalu tersenyum itu mengingatkanku kepada Ibu yang meski sibuk dan pasti lelah luar biasa, Ibuku tetap terlihat manis, lincah, dan menyenangkan. Sosoknya yang selalu optimis dan tak mudah menyerah. Terlebih baru-baru ini aku baru saja mendaftarkan diri menjadi mahasiswi baru di sebuah perguruan tinggi negeri.

Intinya ibu yang selalu ada dan menemani. Mendukung dan mendoakan tiada henti. Ibu yang menjadi saksi bisuku sewaktu menangis sendu saat tak lolos SNMPTN, ibu pula yang pertama kali mendukungku untuk mendaftar SBMPTN dan ujian-ujian mandiri lainnya.

Ibu mengajari dan menginspirasiku untuk menjadi pribadi yang tetap optimis dan tak pernah menangis layaknya bunga matahari yang selalu tersenyum manis.

Dan, sampai kapanpun, Ibu selalu menghangatkan seperti matahari disaat dingin mencekam. Sampai kapanpun Ibu tetap menjadi mentari yang bersinar sepanjang masa.


0 komentar

Kisah Keajaiban Bunga


Mungkin para pembaca blogku (cie, pede banget blog nya dibaca, hahaha) bertanya-tanya. Kenapa aku suka sekali menaruh gambar bermacam-macam bunga untuk melengkapi tulisan-tulisan di blogku?
                                                                                
Entah kenapa aku suka sekali dengan bunga. Alasannya (mungkin) karena bunga itu memiliki warna yang berwarna warni dan bunga juga memiliki bentuk yang beraneka ragam. Beside it, the ultimate reason behind why the flowers so adorable for me; karena setelah kuperhatikan dan kuamati ternyata sejak ribuan tahun yang lalu, bunga telah mengilhami jutaan pujangga, penulis, pelukis, penulis lagu, remaja yang sedang jatuh cinta, suami yang ingin memberi kejutan kepada istrinya, rasa simpati dan pengungkapan rasa sayang kepada sahabat, pengucapan selamat dan lain-lain.

Karena saking banyaknya para sastrawan yang mengungkapan bunga sebagai perasaan hati mereka dalam tulisan-tulisannya, aku jadi penasaran: kira kira berapa ribu mil kalimat yang terbentang dari tulisan-tulisan yang terinspirasi karena bunga ya? He he he..

Mulai dari lagu dangdut sampe lagu barat, semua lagu yang bertemakan “bunga” pasti terkenal dan berjaya. Mulai dari lagu “Sekuntum Mawar Merah”, “Bunga-Bunga Cinta” sampai lagu barat “Kiss From a Rose” punya-nya Seal.

Setiap negara pun punya bunga nasionalnya sendiri. Mulai dari Indonesia dengan bunga melatinya, Belanda dan Turki dengan tulipnya, Inggris dengan mawar merahnya, dan lain-lain.

Bunga seperti sudah menjadi bahasa universal sendiri, yang mampu mengungkapkan rasa cinta, kasih sayang, kekaguman, persahabatan, amarah dan lain-lain.

From the colourful of these, it’s  inspired me to write about flowers dan tertarik untuk membuat project menulis cerita pendek bertemakan warna warni “bunga”. Wah! Meski sebenarnya aku lebih suka dikasih kepastian daripada dikasih bunga sih. Ha ha ha…

Kemudian aku berpikir: kenapa aku tak berhenti sejenak, merangkai ide, dan mulai menikmati keajaiban bunga dan menuliskan kisahnya yang warna warni?

Akhirnya aku pun memutuskan untuk menuliskannya :) 

(Bagi teman-teman yang ingin menikmati keajaiban bunga dan membaca kisahnya, teman-teman bisa meng-klik label Kisah Tentang Bunga di home blogku ya. Insya Allah, aku selalu berusaha mempostingnya setiap hari). Doakan istiqomah, dan...

Selamat menikmati keindahan bunga! :)


Kamis, 25 Juni 2015 0 komentar


“Begitu tabahnya; lisan yang dulu saling menceritakan. Kini harus siap dengan lisan yang hanya mendoakan dalam diam.”

via @putrinabilll

0 komentar


“Musim belum berganti. Kemarau panjang tak lagi kuhiraukan. Sebab kaulah hujan di tengah kegersangan yang mendahagakan hati dan pikiran.” 

via @putrinabilll



Minggu, 21 Juni 2015 0 komentar

A cup of jasmine tea.



Sudah selarut ini, aku masih belum mampu memejamkan mata. Padahal hari sudah berganti, dan jarum jam sudah menunjukan pukul 01.47 pagi. Aku mengempaskan diriku ke kasur. Mencoba memejamkan mata sekali lagi. Namun hasilnya tetap sama. Sama sekali tak bisa. Novel pengantar tidurku, bahkan sudah habis dua.

Akhirnya aku keluar kamar. Sekali lagi kulirik jam dinding, 2 jam lagi aku harus sahur. Kubasahi wajahku dengan air wudhu. Beberapa rakaat tahajud kutunaikan. Masih sama permintaannya, merengek-rengek keukeuh ingin kuliah disana.

Kulihat laptopku bertengger anggun di meja belajar. Inginku menulis semakin menjadi jadi saja. Setelah kulirik ke luar kamar, suasana tenang dan damai ditawarkan. Ah, aku memang harus menulis!

Sudah manis duduk dan menatap laptop, namun belum berhasil menemukan bahan untuk menulis. Aku gemas sekali. “Kalo kaya gini mah kenapa ga dibuat ngantuk aja sih?” keluhku dalam hati.

Pelan-pelan, kuhirup bau melati dari teh yang baru saja kuseduh. Semerbak wangi itu langsung memenuhi seluruh rongga dadaku. Kupertegas sekali lagi. Benar. Wangi melati membawaku kepada ingatan akan bunga itu. Jauh. Jauh sekali. Ke kota dimana air laut berdebur keras dengan batu karang. Pangandaran.

***

Aku memandangi bunga melati yang ada di tanganku. Aku tersenyum lirih. Bunga yang menurutku, syarat akan makna kebaikan dan ketulusan hati. Ah, memandang bunga ini mengingatkanku pada seseorang. Dan, aku selalu ingin menuliskannya. Atau bagaimana jika aku menceritakannya saja?

Kutengok ke luar jendela. Aku masih terjebak rinai-rinai hujan yang turun perlahan. Tapi tiba-tiba berubah menjadi buas. Kembali hujan deras. Teman-temanku masih berkutat dengan makalah-makalah mereka. Deadline-nya memang besok pagi. Aku malah tenang-tenang saja, karena punyaku sedang di-print oleh seorang teman anggota kelompokku juga. Hah? Di-print saat hujan seperti ini?!

“Ari, abi nambut payung ya?” izinku sambil menyambar payung tak peduli reaksi temanku yang dipinjami.

Aku segera berlari dan melebur bersama hujan. Ah senang… aku melangkah ke depan kelasku, karena tepat di depan sana, aku menemukan pohon bunga melati yang sedang mekar lebat-lebatnya. Hujan memang memang membawa berkah. Aku memetik banyak sekali. Kuperhatikan, bulir-bulir air membasahi bunga-bungaku.

Jasminum sambac betul-betul mengingatkanku pada seseorang. Tentang kebaikan hatinya, juga ketulusan hatinya. Orang yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Dukanya pasti juga dukaku. Bahagianya terang saja, itu bahagiaku.

Aku tak mau seorangpun berani menyakiti hatinya. Karena, aku merasa seluruh jiwa dan tulang rusukku hancur lebur dan remuk jika ada yang menyakiti hatinya.

Dulu sekali dia pernah berkata kepadaku, ketika dia pernah jatuh cinta kepada seorang perempuan pilihannya dan dengan tega si perempuan mematahkan hati ;

“Aku ga pernah sesakit ini, Bila. Aku susah jatuh cinta, tapi satu kali jatuh cinta sudah membuat tulang rusukku sakit sampai mati rasa.”

Ya Allah, Robbi! Aku buru-buru memegang dadaku. Aku sampai menekannya. Ya Allah, aku sakit hati! aku terduduk lemas di pojok kamar.

Sebisa mungkin kutemani dia, sebisa mungkin kukuatkan hatinya. Semampuku. Mengapa? Karena kebaikannya pula yang menyentuh hatiku untuk mendoakannya. Ah Kak, aku sungguh suka caramu mendatangiku. Tanpa interpretasi dan basa basi.

Sudah terlalu banyak kebaikanmu, sehingga tak mampu kusebutkan satu-satu. Sudah terlalu banyak kata yang tak mampu menginterpretasikan dirimu. Ketika menulis ini, aku mengenangmu. Dukunganmu, candaanmu, ceritamu. Semuanya mengalir dan menyukseskan jemariku, kembali menulis tentangmu.

Aku ingat lomba-lomba yang kulewati, dan kau selalu menyemangatiku. Lomba pidato, olimpiade, lomba debat, lomba tata letak kelas, kau pula yang menjadi pembaca setia novel novelku yang bahkan belum terbit. Hahaha.

Satu pertanyaanku; lalu, bagaimana jika kamu yang membuatku jatuh cinta?

Ah tidak. Forever you are brother for me. Dan, aku tak ingin ada ruang karena itu.

Terima kasih, Kak telah memberi sedikit warna dalam hidup. Dalam kebaikan dan ketulusan hatimu, aku belajar banyak. Tentang bagaimana menyentuh hati tentu dengan hati pula.

Dan tentu aku juga sangat berterima kasih, untuk secangkir teh beraroma melati yang memberiku ide untuk menuliskannya dengan sepenuh hati! :)
Jumat, 19 Juni 2015 0 komentar

Mau Jadi Rumah Apa Tempat Singgah?

Assalamu’alaikum, yang tadi puasa! :D

Sudah pada buka puasa kan? Pada buka pake apa nih? Aku sih lebih menyarankan kamu berbuka dengan yang hangat-hangat ya, jangan dengan yang manis! karena biasanya manis diawal seringkali berujung kepada pahit di akhir! ((ehhhh, gimanaaa??))

Ohhh ya…  Btw, aku lupaaa!!!!!

Selamat berbuka puasa eaaaa, aha aha aha…

Aku khawatir saja, diantara pembaca disini banyak yang sedang menjalani pacaran ngenes sampai belum buka puasa gara gara belum diucapin “met buka eaa” sama doinya. Wkwkwkwk…

Tulisan ini terinspirasi dari membantu ibu di dapur sore tadi untuk mempersiapkan makanan berbuka. Berkat tidak tidur tadi pula, aku memasak sambil mikir. Aku yang kalo di Pangandaran masak air aja sampe gosong, terus jadinya kalo makan ya dimasakin, nyuci (gak dicuciin), sahur dibangunin, dan jodoh (maunya dicariin) yakaliiii… mau dong kalo dicariin mah :D, dan aku mikir-mikir lagi, “gila, ya.. capek juga masak itu!”

Kalau memasak, jujur deh… aku mah memang baru belajar setahun terakhir. Aku lebih baik dan terampil dalam membuat kue dari pada memasak. Terus kalau beres beres rumah mah, emang sudah dididik sama Ibu dari kecil meski aku baru lepas dari si Bibi pas umur 15 tahun. Jadi, untuk beres-beres, nyuci baju, nyuci piring, nyuci lantai, nyuci muka mantan insya Allah aku bisaa sejak beberapa tahun yang lalu!!!

Tapi kalo masak memang harus punya keterampilan sendiri deh.. ditambah airnya, terus kapan harus masukin bumbu-bumbunya, nambahin gulanya, garemnya, rempah-rempahnya… wahhh banyak deh, girls! Masukin bawang sama bumbu harus duluan bawang dulu, terus harus sampai matang biar ga bau bawang ceunah mah kitu. Dan emang benar, kalo salah tuh gak enak rasanya. Masih mending ga enak kalo malah ngeracunin orang gimana?

So well, aku kayaknya harus punya perhatian khusus di bidang masak memasak ini. Dan aku sangat sangat menikmati, waktu memasak di bulan Ramadhan bersama ibu. Aku jadi tau banyak resep masakan, yang akan sangat berguna sekarang dan tentu ke depannya. Karena dengan masak memasak ini aku sebenarnya mempunyai maksud terselubung dalam mencuri garis start lebih awal supaya kelak bisa menjadi istri yang baik dan sholehah nanti :D

Karena bayangin deh, girls?

Zaman sekarang ini, banyak banget anak-anak gadis yang mulai menyalah arti kata “emansipasi”. Apa itu emansipasi: menurut KBBI nih ya, emansipasi adalah; 1. pembebasan dari perbudakan; 2. persamaan hak dari berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dng kaum pria): Kartini adalah tokoh -- wanita Indonesia; proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yg rendah atau dr pengekangan hukum yg membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.

Emansipasi memiliki makna yang tentu kalo disalahgunakan bakal bahaya nih. Emansipasi memang ada tetapi itu bukan berarti kita menyalahi takdir dan kodrat kita sebagai seorang perempuan.

Dulu sekali, guru agamaku pernah bilang, mau seperti apapun seorang wanita, kita sebagai perempuan tetap harus ada dalam kodrat “dapur, kasur, dan sumur.” Dan itu benar adanya, aku paham sekali, istri-istri sholihah dan cerdas Rasulullah, tak pernah protes dengan emansipasi, karena perempuan yang benar sholihah akan menyadari dengan sendirinya, bahwa perempuan yang berpikiran cerdas dan merasa telah mengemansipasi dirinya sendiri adalah perempuan yang tau kewajiban dan haknya.

Ibu juga pernah bilang, “setinggi apapun karir seorang perempuan, ke dapur kasur dan sumurlah ia kembali.” Karena hangat dan dinginya sebuah rumah, bersih tidaknya sebuah rumah, serta lapar dan kenyangnya suami dan anak-anak itu tugas seorang Ibu.

Jangan salah, loh. Ibu kita Kartini adalah contoh wanita sholihah juga. Dia menuntut ilmu, bertukar pikiran dengan seorang Belanda tapi tak pernah lupa akan fitrahnya. Dalam islam pun, meskipun wanita wajib berhijab, kodratnya melahirkan dan menyusui, wajib berbakti sama suami, Allah ga pernah mengekang muslimah untuk menuntut ilmu dan berprestasi.

Subhanallah sekali yaaa Nabilaa, bahasanya sekarang berat kaya barbell :”))) hahahahaha *pengen dong sekali kali nge-post yang bermanfaat*

Menyenangkan memang diingati oleh pacar, apalagi pas bulan ramadhan seperti ini dengan kata kata “Met Buka Eaa” “Met Saur Eaa” “Met Sholat Eaa” dan met met yang lainnya. Kesannya memang tak pernah kesepian atau memang ada yang perhatian.

Atau ngabuburit bareng, makan bareng di mall sambil ketawa ketiwi. Aku sudah ga ingin seperti itu lagi sekarang, aku lebih senang di rumah karena bagiku waktu adalah mata uang yang tak ternilai harganya.

Karena sekarang, aku tak ingin hanya menjadi tempat singgah.Tapi aku ingin menjadi rumah yang selamanya membuat orang betah.

Hal ini pula yang membuatku paham kenapa Rasulullah sampai berhadist:

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال : جاء رجل إلى رسول الله ص م فقال : يا رسول الله ! من أحق بحسن صحابتى ؟ قال : "أمك" قال : ثم من ؟ قال : " أمك" قال : ثم من ؟ قال :" أمك " قال : ثم من ؟ قال : " أبوك". رواه البخارى

Hadis dari Abu Hurairah ra. Berkata : “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah”, kemudian bertanya : “ Wahai Rasulullah”, siapa orang yang lebih berhak untuk dihormati, Rasulullah menjawab : “ Ibumu”, kemudian bertanya lagi : “ kemudian siapa”,  Rasul menjawab : “ Ibumu” kemudian bertanya lagi: “ kemudian siapa “, Rasul menjawab: “ Ibumu”, kemudian bertanya lagi : “ kemudian siapa “, Rasul menjawab :    “ Bapakmu “.

Selamat mewarnai dunia, para calon Ibu! Mari menjadi hadiah terbaik bagi mereka yang (diam-diam) mendoakan kita dalam sujud panjangnya! :)

Kamis, 18 Juni 2015 2 komentar

My bag fulls of gifts.

Berkat nge-les kemarin, aku jadi dapat inspirasi menulis malam ini. Adik-adikku menanyakan tentang pertanyaan-pertanyaan kritis nan manis, saking manisnya aku sampai mau nangis dan tak lupa untuk menuliskannya.

“Ibu, ibu guru… ibu guru… kok buah namanya rambutan ya? tapi ga punya alis, ga punya mata juga?”

Hah? Ucet nih anak lucu banget kan nanyanya. Aku abis itu langsung benar-benar nge-compare adik adikku waktu di kampung sama adik-adikku disini. Biasanya kalo disana, aku yang cerita panjang lebar. Tapi, rabu kemarin, ngajar mereka dengan durasi waktu 3 jam, capeknya full. Karena selain belajar, mewarnai, main lego, dan lain-lain. Mulut lucu adik-adikku itu benar-benar ngeluarin pertanyaan yang ga terduga-duga! Benar-benar soak deh.

Untungnya semua orang tau kan ya, Nabil itu orangnya jago ngarang dan ngeles kaya bajaj :v jadi aku jawab aja apa yang ada di otakku:

“Ih, sayang… ya gak donggg… nanti kalo punya alis namanya alisan, kalo punya mata namanya mataan. Kan seperti durian, rambutan itu, Nak. Durian banyak durinya. Rambutan pun buahnya banyak yang berdiri kaya rambut.. lagian emang kamu mau makan rambutan yang punya alis sama mata.Ihhh serem kan, Nak. Kalo punya mata sama alis kan kaya manusia, nanti rambutannya bisa jalan. Ihhh serem…”

Pulangnya aku memilih berjalan kaki. Bukan ga punya uang atau apa. Tapi memang ga ada angkot yang lewat daerah rumahku dan aku juga lagi pengin jalan. Selama di perjalanan, aku berpikir, kenapa ya mereka kepikiran begitu?

Ahaaa! Terus aku ingat!

“Gusti Allah, jangan-jangan ini nih balasan kepada diriku yang kritis abis pas masih kecil sampe SMA kemaren ya. Jangan-jangan mereka yang ditanyain pertanyaan-pertanyaan gak pentingku, pada berdoa supaya Nabil dibalas dengan pertanyaan-pertanyaan kritis yang memusingkan kepala!”

Fix! Mereka ADALAH ORANG-ORANG YANG TERDZALIMI *sehabis membaca ini pasti mereka tertawa jahat*

Pulang-pulang, tasku terasa berat dengan hadiah-hadiah manis dari adik-adikku ini. Pertanyaan-pertanyaan mereka masih menggaung-gaung di hati dan pikiranku:

“Ibu, kalau bayi itu munculnya dari mana? Dari tangan dulu atau perut dulu?”

“Kakak, kakak itu orang apa sih? Kok bahasanya bisa campur-campur. Kakak lahir di Cina, gede di Indonesia ya?” *sehabis mempraktikan pengucapan bahasa mandarin, terus adik-adik pada ngakak dan ketawa ketiwi*

“Kata kakak, canary dibaca ceneri soalnya a kan dibacanya ei kak. Tapi kok, hamster ga dibaca hemstir, kan kalo e dibaca i kak!”

Mati gue!!! Gimana ngejelasinnya??? @_@

Ga bisa sembarangan lah. Wkwkwk…. Duhhh… ya Allah… emang deh, harus jadi wanita cerdas ini mah! Sembari jalan juga, kepalaku muter muter mikir sambil ngedumel:

“Ih, kenapa sih mereka nanya begitu. Kok pusing ya… Ahhhh, mati gue… belom punya anak aja udah dibales nih gue!”

Terus tiba-tiba aku ngebayangin, anakku nanti mempertanyakan lagu Ambilkan Bulan Bu, yang ini:

Ambilkan bulan bu..
Ambilkan bulan bu…
Yang selalu bersinar di langit…

Nanti anakku nanya lagi “Loh, mama mau ngambil bulan? Loh, emang mama bisa? Mama kan bukan astronot! Mama kok lagunya ngaco! Mama disuruh jadi astronot ya! Gak mau… gak mauuu!!!”

Atau lagu Bintang Kecil,

Bintang kecil,
Di langit yang biru,
Amat banyak menghias angkasa,
Aku ingin terbang dan menari,
Jauh tinggi ke tempat kau berada.

Kemudian anakku bertanya; “Mama, kok bintang kecil? Yang aku tau dari buku, bintang kan besar ma. Lagian bintang kan bisa dilihat pas malam aja. Ga bisa diliat pas langitnya biru kan, Ma?”

Dan yang terakhir, lagu Pelangi Pelangi,

Pelangi pelangi,
Alangkah indahmu,
Merah kuning hijau,
Di langit yang biru,
Pelukismu agung, siapa gerangan?
Pelangi pelangi… ciptaan Tuhan!

Dengan kritisnya dia bertanya: “Mama, kok anak itu masih bertanya lagi sih. Kan sudah disebutkan, masih nanya lagi siapa yang menciptakan. Itu kan ada, Ma. pelukismu Agung, berarti yang bikin si Agung ya, Ma?

GAK KUKU!!!!! Aduh, ga kebayang deh guee…

*ucing pala princess*



 
;