Jumat, 05 Agustus 2016 5 komentar
“Dan aku jatuh cinta, akan upayamu...” –Kurniawan Gunadi-

5 Agustus 2015
Aku masih ingat hari itu. Hari dimana tanpa basi basi, kau mengutarakan maksudmu, untuk mengenalku lebih jauh.

Tidak masuk akal pula sebenarnya kau berbicara padaku tanpa pengantar atau basa basi. Kau memutuskan ingin mengenalku, tanpa khawatir-akan ku tolak, apalagi kau belum atau sama sekali tidak mengenalku.

Kita bukan teman karib, bukan pula adik atau kakak kelas yang pernah menuntut ilmu di tempat yang sama, pun kau bukan tetanggaku. Kita tidak pernah bertukar cerita panjang. Bahkan kita belum pernah bertatap muka. Aku yakin kau bahkan tak mengenalku sama sekali. Begitu pula aku.

Ternyata itu kamu.

Seseorang yang bicara apa adanya, tak membingkai kata dengan indah. Ucapmu lugas, ingin bertemu denganku. Dan sekarang aku tahu, kau memang tidak suka berbasa basi. Karena kamu memang begitu, lugas.

27 September 2015
Aku belum pernah jalan berdua dengan lelaki sebelumnya. Sampai ketika kau mengajakku untuk bertemu, jujur aku masih sangat ragu – bahkan terkesan mengulur waktu atau mungkin justru tidak mau. Tiga hari sebelum aku berlebaran di Pangandaran, aku harus memutuskan pun sebelum kau terbang ke negeri gingseng itu. Dan akhirnya aku mengiyakan, tentu dengan beberapa pertimbangan. Aku harus menyampaikan segala kondisi diri dan keluargaku kepadamu begitupun kamu. Karena dari awal aku mengatakan, orientasiku bukan hanya untuk bersenang-senang. Sebelum bertemu orang tuaku, ku harap kau sudah mempunyai keputusan. Untuk melanjutkan atau bahkan mundur menjemput takdir Allah yang lain.

Dengan segala ketidak siapanku bertemu denganmu, banyak sekali kisah lucu. Jarak kita tidak lagi 200 KM, sudah 1 meter sekarang, namun kita justru semakin sedikit berbicara. Aku lebih sering melirik diam-diam lalu menunduk. Hahaha.

23 Januari 2016
Aku pernah bermimpi, akan memiliki seseorang yang kata-kata romantisnya membuat aku tidak bisa tidur semalaman. Namun nyatanya, Allah terlalu baik. Ia menghadirkanmu justru untuk mendengarkan, memberi nasehat yang jauh lebih bermanfaat dibanding dengan kata-kata romantis yang aku harapkan.

Aku pernah bermimpi, akan memiliki seseorang yang kata-katanya mampu melengkapkan tulisanku di novel atau di laman blogspotku. Namun nyatanya, Allah terlalu baik. Ia menghadirkanmu justru untuk memuliakanku tanpa banyak memproduksi jutaan kata indah yang mampu membuatku mabuk kepayang.

Kau harus tahu, dari mu aku belajar. Bahwa laki-laki yang baik tidak akan membuat wanita yang dicintainya menunggu lama tanpa ada kepastian. Karena Allah mempertemukanku dengan orang yang siap mempertanggung jawabkan rasa itu ketika kamu memang benar-benar siap.

Kau juga harus tahu, saat kau ketuk pintu rumahku saat itu, aku merasa itu mimpi. Aku tidak pernah membayangkan, ada seseorang yang berani ke rumahku, yang jika aku lanjutkan prosesi itu, jelas itu akan mengubah semua mimpiku. Dan kamu datang sendiri. Memintaku yang tidak sempurna ini untuk menjadi pendamping hidupmu. Memintaku membantumu menyempurnakan separuh agama.

Kali ini kusampaikan, bahwa keberanian laki laki itu selalu mampu menghasilkan minimal 50% pertimbangan perempuan untuk berkata “iya”. Kau berhasil memudarkan segala keraguanku tentang laki-laki, bahkan berani membuatku menyampaikan tentang segala yang kurasa kepada orang tua yang sebelumnya saja tidak pernah kuungkapkan bahkan kepada orang tuaku sendiri.

Jujur, aku tidak pernah merasa trauma akan kisahku. Namun aku trauma mendengar teman temanku bercerita tentang sekian banyak kisah lelaki yang bisa seenak hati memberikan harapan dan pergi begitu saja. Aku sungguh tidak pernah merasa trauma akan kisahku. Namun aku begitu trauma melihat sekian banyak lelaki dengan mudahnya meninggalkan perempuan dengan melegalkan alasan atas ketidak setujuan orang tua mereka. Aku tidak pernah merasa trauma akan kisahku, namun aku trauma menyaksikan sekian banyak perempuan ditinggalkan atas rasa yang sedang mekar tanpa lelakinya menaruh simpati untuk bertanggung jawab atas apa yang ditinggalkannya.

Dari kisah diatas, aku memang jarang bisa menghormati lelaki kecuali lelaki tersebut bisa memuliakanku. Memang benar kata sebagian perempuan, menilai lelaki haruslah menggunakan asas praduga bersalah, sampai kita akhirnya menemukan bukti bahwa laki-laki tersebut memang baik.

Sampai akhirnya aku berbincang dengan kedua orang tuaku, bahwa aku harus memutuskan masalah ini dengan tegas. Aku mengiyakan namun dengan syarat bisa menerimaku yang masih berstatus mahasiswi, yang juga tidak bisa 24 jam ada disampingmu. Begitupun kamu, yang begitu sibuk dengan urusanmu.

Lalu, aku yang masih sering mempertanyakan keseriusanmu. Dan kamu yang dengan persisten dan sabar meyakinkanku, tak pernah ragu.

Dari kehadiranmu, aku selalu yakin, bahwa Allah selalu menyiapkan rencana yang lebih indah dan tidak pernah terduga dari yang aku harapkan.

5 Agustus 2016
Terima kasih, telah begitu (sabar) mengupayakanku.

Terima kasih, karena kau telah memilih untuk mempertanggung jawabkan rasa itu setelah kau benar-benar siap.

Terima kasih telah begitu sabar menghadapi aku yang lebih (sering) bersifat kekanak-kanakan.

Terima kasih untuk semua waktu waktu pentingmu yang telah kau korbankan untukku.

Dan terima kasih, telah membuktikan bahwa laki-laki baik itu memang selalu ada meski untuk semua itu kita harus mampu menjadi perempuan yang baik pula.

Semoga Allah selalu mampukan dan mengabulkan niat mulia kita, Mas.

Selamat 5 Agustus.

See you when i see you :)


 
;