Kamis, 17 Mei 2018 0 komentar

Langit Jakarta & Makan di Gultik Blok M

“Nabil, mau sekalian jalan-jalankah?”
Chat pagi itu langsung saya jawab sorakan mau. Jalan-jalan nggak jelas memang menyenangkan, meski kadang kalau sama orang yang berbeda selalu gagal. Tapi rasanya kalau jalan sama orang yang easy going rasanya nggak pernah gagal dan aman-aman aja.

Sabtu malam minggu, saya sengaja ingin beli kurma dan susu di Giant, tapi malah nyasar ke Tangerang Selatan terus malah ke Jakarta. Impulsif banget banget banget. Akhirnya beli kurma dan susu nggak jadi but soul keep happy! Hahaha.. janjian ba’da asha sama kakak tingkat saya yang jalan ke Sentul kemarin, saya kira bakal berhenti di Giant. Terus malah belok di belokan McD Semplak.

“Aku bawa ke tempat ke suatu tempat, aku nggak tau jalannya. Tapi pasti menyenangkan.”
“Oh ya?”
“Iya. Ihhh, kamu kok nggak nanya mau kemana sih?”
“Hahaha! Yaudah, kemana? Kemana?”
“BSD.”

Dan, jadilah kita jalan-jalan ke Tangerang Selatan. Sampai di BSD pas magrib, kita mampir dulu ke AEON. Saya agak trauma sih sama mall ini gara-gara pernah ketolak beasiswa pas tahap interview. Tapi bagus loh Sakura Parknya. Jalanannya ga se-crowded Bogor juga. Buat mall yang ada di pinggir jalan strategis Kota Tangerang Selatan, lumayan asyik buat tempat ngobrol karena nggak terlalu bising.

  
Cukup lama kita di Sakura Park AEON Mall, sampai jam 8 malam barulah lanjut ke daerah Ciputat dan Pamulang. Deg-deg an ke daerah ini, soalnya pernah ada sesuatu hahaha. Makan pecel ayam terus minum susu jahe hangat di dekat Situ Gintung sambil nunggu jalan ke Jakarta nggak macet. Jam 10 baru deh kita ke Jakarta. Eh, sekarang ada pemandunya. Jadinya bertiga.

Ngopi di bundaran HI? Waaah! Hahaha. Kalau saya bilang teman-teman saya pasti bakal nggak percaya. Tapi nyatanya saya beneran (nemenin) orang-orang yang ngopi di bundaran HI. Di depan saya tepat persis pemandangan Grand Hyatt juga gedung-gedung pencakar langit Jakarta lainnya. Di atasnya, saya liat langit Jakarta yang luas. Pemandangan malam yang maha luas, epik, dan tentu saja indah.


Sejujurnya, dari part jalan-jalan ketiga provinsi ini, moment duduk di bundaran HI adalah favorit saya. Entah, saya itu selalu sentimentil kalau bertemu langit yang luas, gunung yang megah, dan laut yang berdesir. Saya bisa berlama-lama memandangnya. Selalu ada kenangan dan orang-orang terindah yang saya pikirkan disana. Diajak ngobrol? Kadang nggak bisa dan nggak nyambung. Ketika saya memandang dan memikirkan itu semua, fokus dan dunia saya bisa berpindah. Sesuatu yang kadang tidak orang lain pahami dari saya. Dan untuk beberapa menit, saya lupa dengan kebisingan orang-orang yang asyik berswafoto. Saya sengaja duduk berhadapan dengan titik dimana tidak ada orang yang mengambil foto disana. Simpan kamera di saku celana dan menyerap energi yang saya tatap malam itu. Syahdu, indah, magis, dan mengharukan. Barulah beberapa menit sebelum pulang saya ambil foto street bangunan kota Jakarta.

Tepat pukul jam 12, saya melaju ke arah blok M. Kemana? Ke Gulai Tikungan yang terkenal itu. Saya sudah dengar nama Gultik dari SMA, tapi baru pertama kesini. Sampai disana langsung bergumam “Oh ini toh, tongkrongan orang yang dulu saya doakan diam-diam.” Hahaha. Emang beneran tongkrongan anak muda. Gulainya enak kok, murah, tapi porsinya dikit. Nggak masalah sih buat saya, tapi masalah buat dua laki-laki di samping saya waktu itu. Tapi, saya sangat terganggu dengan pedagang yang promosi disitu, pengamennya juga. Nggak tau kenapa ya, saya itu emang lebih suka makan dengan damai. Tapi dari itu semua, saya bersyukur banget minggu kemarin saya punya agenda yang lengkap. Hehehe.. bimbingan, diskusi, baca buku, beres-beres kamar, ngoreksi pekerjaan, sampai jalan-jalan. Alhamdulillah ya Allah..



Gulai Tikungan Blok M (Dekat Taman Barito)
Gulai Sapi (Rp. 10.000)
22.00 – 05.00







Teks: Putri Nabil
Foto: Tan’im Makky

Selasa, 15 Mei 2018 0 komentar

Menikmati Malam di Pasar Ah Poong Sentul

Libur tanggal merah kamis kemarin rasanya menjadi libur terproduktif saya sepanjang semester ini. Hehe.. ternyata hal sederhana seperti itu benar-benar membangun mood sepanjang hari. Meski harus tidur subuh karena saya banyak cerita sama Wila (teman asrama saya), ternyata sharing kemarin benar-benar membuat saya sehat jiwa raga sampai hari ini. Thanks a bunch for it, Wil!

Bangun pagi, saya baca buku Awe Inspiring Me sampai habis, saya diskusi tentang penulisnya yang merupakan muslimah luar biasa Indonesia yang tinggal di Kota London dengan teman saya itu, dilanjut membersihkan kamar kost-an menyambut ramadhan, terakhir memeriksa tugas praktikan. Sebahagia itu, saya langsung membaca kembali proposal penelitian. Agenda terakhir, ditutup jalan-jalan malam.

Bertemunya dua orang impulsif menghasilkan jalan-jalan jauh tapi nggak tau kemana tujuannya. Hahaha.. Saya janji dengan kakak tingkat saja jalan-jalan sehabis shalat isya. Karena nggak jelas, jadi kita putuskan ke Sentul aja. Nggak sengaja mampir ke Ah Poong sebenarnya, saya cuma mau cari angin malam, eh nggak nyangka dibawa ke Sentul. Dari Dramaga ke Sentul memakan waktu sekitar 45 menit, duduk sebentar di Indomart, jajan chiki (hehe maklum, generasi micin), dengan santainya Abang Makky ketawa-tawa, dia mah enak sih udah S.Pi jadi boleh makan chiki banyak :D terus lanjut jalan lagi. Awalnya pengin makan sambil ngobrol di KFC Sentul sih, tapi mau jalan-jalan dulu. Eh, nemu lampion cantik-cantik, penasaran, kita turun dan jalan-jalan di sekitar Ah Poong. Benaran, Ah Poong lebih cantik dikunjungi saat malam hari. Kelap-kelip lampu ngebuat Ah Poong di malam hari lebih romantis dan menenangkan. Disana itu food court tapi menang banyak kalau masalah tempat. Ada sungai nya (eh, apa kali ya?) di bagian depannya. Lumayan lah hahaha.. yang ngalir itu air kok, bukan sampah.


Tapi di dalam Pasar Ah Poong ada danau buatannya juga, cocok banget diliatin sambil kita makan. Makanan dan minumannya macam-macam. Dari mulai yang tradisional sampai yang lagi ngehits. Dari soto lamongan hingga ala carte, dari es cendol sampai es kepal milo atau es krim turki. Karena kita bukan boss tapi mahasiswa, emang agak-agak mahal tapi standar sebenernya sih.


Sayangnya, kita sampai disitu sampai 9 malam, padahal tutupnya jam 10. Karena sebelumnya sudah makan dan kita bakal makan di KFC Sentul juga, kita beli es krim turki aja setelah mengisi saldo kartunya. Aku memilih cone warna pink dengan isi es krim rasa strawberry dan vanilla. Sedangkan si Abang memilih cone warna pink dan isinya juga warna pink. Ahaha... mbak penjual es krimnya sampai ketawa, mungkin mikir ini orang keliatannya aja galak tapi hatinya pinky kaya hello kitty :D masing-masing harganya 20 ribu.


Untuk kalian yang mau makan tenang, pemandangan bagus, juga instagram-able tempat ini cocok banget dikunjungi. Mau foto-foto doang juga boleh kok sebenernya, tapi es krim turki enak, dia lebih chewy dan gurih soalnya dari susu kambing, but seriously capek ngejilatnya :D

Pasar Ah Poong
Sentul City, Bogor, Jawa Barat
Weekday: 10.00 – 22.00
Weekday: 07.00 – 22.00

Teks: Putri Nabil
Foto: @ahpoongfoodmarket
Jumat, 11 Mei 2018 0 komentar

Di Sudut-sudut Warung Kopi Starbike

Rabu kemarin seperti biasa saya ke tempat nongkrong kesayangan, Starbike. Kenapa saya sebut kesayangan? Saya merasa, istilah filosopi kopi baru saya temukan di warung kopi ini. 2 bulan lalu, hampir setiap hari saya kesini. Parah ya? Hahaha, emang iya sih. Tapi percayalah, semester 6 adalah semester-semester kritis yang dipenuhi keluhan, entah itu jenuh, stress, tertekan, dan lain-lain. saya merasa kerasan ada di warung kopi ini. semua baristanya kenal saya. well done, saking seringnya kesini saya dan ovie dijuluki “sahabat starbike” haha, berasa kaya penonton dahsyat saya :D


Saya bukan pecinta kopi. Makanya saya jujur, daripada menikmati kopi hanya sebagai properti, lebih baik saya pesen chocolatte. Dengan lukisan bentuk hati yang (lebih) sering gagalnya hahaha, saya selalu bilang ke baristanya “ya ampun bang, sama kopi aja aku dikecewain :D”


Rabu malam kemarin, saya tidak ada janji sama Ovie, tapi kebetulan saya ketemu Ovie disana. saya malah datang bersama teman asrama saya. tanpa direncanakan, benar-benar impulsif. 10 menit chat di grup, langsung otw. saya senang banget bisa ketemu sama teman saya, hampir 2 tahun jarang ngobrol bareng. Intinya selalu menyenangkan berbicara dengan orang yang berwawasan luas. saya pesan chocolatte seperti biasa dan dia pesan vietnam drip. oh ya, selain ada menu ala kafe seperti kopi dan minuman, warung kopi ini juga menyediakan makanan. Bukan makanan berat seperti soto bogor :p tapi cukup mengganjal kok. Yang pasti, selera kita semua selalu ada; indomie polosan ataupun pake berbagai toping. Tapi, Rabu kemarin adalah hari pertama saya datang bulan, jadi saya tidak nafsu makan saat itu.


Sebulan terakhir kesini, saya suka banget sama dekor terbarunya. Bertema literasi kopi, saya makin betah berlama-lama disana. apalagi kalau sama Ovie, pasti dia kuat sampai jam 2 pagi. aroma buku dan kopi bikin betah berlama-lama sih. Oh ya, namanya baru berubah nih dari Starbike jadi Literasi Kopi.




Bagaimanapun, setiap sudut-sudut Starbike pernah menjadi saksi dimana saya senang, dimana saya ngerjain tugas, ngerjain proposal, meriksa tugas praktikan, curhat sama Bang Makky tentang galaunya saya tentang dosen pendamping skripsi sampai nangis-nangis, bosennya saya berkuliah sampai sudah bolos berhari-hari, juga di sudut kopi ini, saya kembali menyadari bahwa begitu banyak cerita  yang memaksa kita selalu siap untuk “meninggalkan” ataupun “ditinggalkan”. Maklum ya, pengunjung warung kopi ini hampir dipastikan anak IPB dan kita semua sedang mengalami quarter life crisis.






Literasi Kopi 2018
Area Pangkot, Lingkar Kampus IPB
Open: 18.30 - 00.00
Malam minggu tutup.

Teks: Putri Nabil
Foto: @literasikopi2018






Rabu, 09 Mei 2018 0 komentar

Sudahkah kamu selesai dengan dirimu sendiri?

“Aku berterima kasih, kamu mau mengantarku pergi jalan-jalan keliling kota Bogor.” Ujar seorang perempuan berkerudung coklat muda yang duduk tepat disamping tempat dudukku.

Aku tersenyum. Dia keliatan ceria sekali. Rasanya dia memang benar-benar butuh merefresh pikirannya setelah berkuliah sepanjang minggu ini. Begitu juga aku. Senyumnya merekah, beda sekali dengan keadaan dirinya sekitar 5 bulan yang lalu. Dia menangis tergugu di hadapanku, mukanya pucat sekali karena kurang makan dan kurang tidur. Tentu saja karena semalaman menangis. Sekarang yang kulihat dia tersenyum manis, kurasa luka-luka hatinya yang begitu parah itu hampir sembuh. Kali ini, semoga saja aku benar.

“Kamu terlihat bahagia sekali. Bagaimana nilai UTS-mu?” aku bertanya antusias kepadanya.

Dia tersenyum cerah, “Alhamdulillah..”

Trans Pakuan yang aku tumpangi bersamanya mulai berjalan. Aku senang sekali menemukan dirinya yang hampir sudah seperti dulu, selalu menyenangkan berdiskusi dengan orang seperti dirinya. Aku rasa dia memiliki daya dimana orang akan antusias dan senang sekali berbicara dengannya. Dia seperti menguasai bermacam-macam topik pembicaraan, dan sesekali kami berdiskusi tentang tugas akhir karena kini, kami sama-sama duduk di semester 6.

Tak terasa hampir separuh perjalanan kami, aku pun tertidur. Praktikum yang melelahkan mungkin telah menghabiskan banyak sekali energi, belum lagi aku harus membetulkan revisi proposal penelitianku. Namun, belum sampai 10 menit aku tertidur, aku dikagetkan oleh suara isak tangis perempuan. Aku kaget setengah mati mengetahui orang yang menangis itu adalah perempuan di sampingku, perempuan berjilbab coklat muda itu.

Aku sentuh bahunya, sembari bertanya “Are you okay?”

Dia tidak menjawab. Aku semakin khawatir. Mungkinkah dia sakit? Atau ada masalahkah? Aku lihat jalanan di sampingku, macet dan crowded sekali. Pantas saja, sudah masuk jalanan paling utama di
Kota Bogor. Aku tanya sekali lagi, apakah dia sakit? Melihat begitu padatnya jalanan, aku semakin yakin untuk turun saja jika memang dia sakit.

“Kamu sakit?” aku menunggu jawabannya dengan harap-harap cemas.

Di luar dugaanku, dia justru mengalihkan badannya ke arahku. Perlahan dia menghapus air matanya. Aku memeluknya erat-erat. Diantara peluknya, dia berkata lirih, bahwa dia tidak sakit. Sembari meminta maaf telah membuatku khawatir.

“Aku minta maaf. Aku sudah membuatmu khawatir. Kukira memang sudah selesai. Setelah kejadian 5 bulan kemarin, aku mati-matian menyembuhkan luka lebam diseluruh penjuru hatiku. Tapi kali ini, aku sungguh tidak kuat menangis. Aku kira, luka itu telah menemukan kuncinya. Tiba-tiba saja, kuncinya terbuka dan seperti memukulku kembali untuk mundur dan menyerah.” Ucapnya serius.

Oh ya Allaah, ternyata dugaanku salah. Aku tahu, perempuan ini sedang berjuang habis-habisan menyembuhkan lukanya. Perempuan ini sedang berusaha keras untuk bisa berdamai dan memaafkan dirinya sendiri. Aku paham sekali bahwa ada yang belum selesai dengan urusan hatinya.

Aku mencoba memulai percakapan kembali dengan hati-hati, “Kamu tau apa yang harus kamu lakukan bukan?”

Dia mengangguk, sambil tersenyum tipis dia berkata kepadaku, “Aku hanya perlu didengarkan dan mengalirkan perasaan. Selebihnya insyaAllah aku akan berusaha berdamai dengan diriku sendiri. Aku memulai untuk memaafkan diriku sendiri. Memaafkan diriku sendiri bukan berarti aku harus mengembalikan semua salah kepadaku, terlebih yang paling penting aku berhak hidup tenang bukan? Mengingat setiap kebaikannya, agar aku tak perlu berat untuk memohon ampun untuknya. Aku juga berdoa supaya ketika bertemu kelak, dia akan menunjukan sikap yang lebih menyenangkan. Meskipun (mungkin) pada kenyataannya nanti, dia akan melakukan sebaliknya; tapi setidaknya aku merasa menang, karena aku tidak membalas keburukan dengan keburukan.”

“Dan masya Allaah tabarakallah, bukankah di Al-Qur’an dikatakan fa’fu’anhum wastagfirlahum, maafkan mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allaah. Kamu benar banget, Nab. Memaafkan dan memohonkan maaf membuat hidup kita terasa lebih ringan, aku pernah melakukannya dulu. Dan kamu juga benar, aku harus selesai dengan diriku sendiri karena banyak orang menungguku di luar sana.”

Mendengar jawaban itu, aku tersenyum dan bernafas lega. Semoga Allaah, selalu menetapkannya dalam kebaikan. Diskusi kami akhirnya terhenti setelah kami turun dari Trans Pakuan.

Tapi entah mengapa, perempuan itu selalu mengikutiku sepanjang hari. Entah itu, ketika aku makan, ia ada disana. Ketika aku sholat, dia ada. Saat perjalanan pulang, ia ada. Saat di perjalanan, ia ada. Ketika aku di rumah, ia ada. Bahkan ketika aku membuka laptop dan menulis cerita ini, dia pun ada. Aku baru menyadari, bahwa dari tadi akulah yang berbicara kepada diriku sendiri.


Bagaimana, kini hatimu telah lebih lapang bukan? Semoga kamu bisa cepat selesai dengan urusanmu sendiri pula.
 
;