Sabtu, 21 April 2018

Begitu Riuh

Sudah dua malam berlalu dengan hujan yang hampir selalu jatuh setiap dini hari. Tapi ternyata, hujan yang menenangkan setelah panas seharian tak mampu membuatku menutup mata barang sekejap pun. Sudah hampir seminggu ini aku tak pernah tidur dibawah jam 12. Padahal siangnya, aku selalu berkegiatan. Juga beberapa hari ini, aku seharusnya merasakan kelelahan karena sering sekali berjalan-jalan secara impulsif. Benar-benar impulsif sendirian saja. Entah itu ke swalayan terdekat dengan asal membeli apa saja, entah itu berjalan sendirian di keramaian malam di bara. Entahlah, aku merasa hati dan pikiranku sedang begitu riuh sehingga aku butuh pulang.

Apakah kalian pernah merasa dunia sedang riuh-riuhnya dan kamu ingin menepi sejenak saja?

Rasanya aku sedang berjalan dengan tenang, lalu tiba-tiba terjebak diantara hingar bingar konser di tengah jalan. Rasanya aku sedang begitu tenang menikmati makan siang, lalu tiba-tiba dikejutkan oleh seseorang dari belakang. Atau rasanya, ketika aku sedang begitu tenang menyetir kendaraan, lalu macet dan aku mendengar semua orang saling beradu membunyikan klakson dari masing-masing kendaraannya. Riuh sekali! Bukan ingin pulang seperti pulang ke kampung halaman atau setelah merantau jauh sekali, aku terkadang ingin menepi sejenak. Ya, sebentar saja.

Jika aku mengingat atau kalau mau memikirkan sejenak saja, mengapa dunia dan diriku ini begitu riuh dan crowded sekali, aku yakin, penyebabnya tidak lain dan tidak bukan karena aku terlalu lelah mengejar dan dikejar dunia. Berharap lebih pada manusia. Bersikap masokis. Semakin disiksa sensasinya semakin magis, meski kita meringis-ringis. Melihat orang dengan begini begitu di dunia nyata ataupun di dunia maya, sedangkan aku sebaliknya. Sudah banyak mengetuk pintu kesempatan tapi belum juga terbuka, sudah meminta dengan segenap pinta tapi masih belum dikabulkan, atau sudah berusaha melakukan yang terbaik (menurut versi kita) tapi gagal dan terus gagal, begitu seterusnya.

Entah bagaimana, keriuhan ini jujur saja membuatku ingin menangis. Aku merasa gusar dan hilang ketenangan. Bahkan, untuk sekedar tersenyum atau membalas pesan juga sapaan orang begitu melelahkan. Aku merasa tidak nyaman. Ingin semua baik-baik saja.

Ah Nabila... tapi apakah kamu lupa atau pura-pura lupa?

Bahwa dunia memang diciptakan riuh, gaduh, melenakan, melelahkan, dan tak ada yang benar-benar ideal. Mengapa demikian?

Tentu saja, karena dunia adalah sebuah ruang angkasa dimana aku akan diuji dan ditantang membuktikan keimanan dan kesabaran.

Dear Nabila, harap tenang. Dunia boleh riuh, kamu jangan. Dunia boleh gaduh, kamu yang harus tetap tenang dalam kesabaran. Tenanglah, seriuh apapun itu. Sekalut apapun keadaan hatimu. Memang tak mudah untuk tetap tenang dalam menghadapi setapak demi setapak perjuangan. Memang tak mudah untuk tetap sabar dalam menghadapi berbagai luka lebam. Tapi sungguh, kamu yakin bukan Allaah tentu saja tidak akan tingggal diam? :’) tidak ada seorangpun dari kita yang tetap dibiarkan dalam kesedihan :”)



And that’s why if we life in dunya with our hearts, it breaks us. That’s why this dunya hurts. It is because the definition of dunya as something temporary and imperfect. You just get burned. Only when we stop trying to make the dunya into what it is not – and was never meant to be (jannah) – will this life finally stop breaking our hearts.” (Reclaim Your Heart – Yasmin Mogahed)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;