Sabtu, 01 Agustus 2015

All you need is them.

Hallo!

Teman-teman lagi sibuk apa?

Malam minggu ini lagi sejuk sekali. Selain karena hujan sedang mengguyur kota Bogorku yang sejuk, (pun) juga karena sore ini aku kedatangan nenekku dari Pangandaran. Sejuk sekali didatangi nenek yang sudah hampir 4 bulan nggak ketemu, aku sangat menikmati pertemuan ini karena (mungkin) aku akan jarang sekali bertemu nenek dan kakekku karena aku akan tinggal di asrama IPB nanti.

Ditemani coklat panas yang baru kuangkat dari kompor, hidungku terasa tergelitik. Sekedar menghangatkan tubuh, aku mencoba menghirup pelan-pelan coklat panasku. Tak tahu mengapa, tiba-tiba mood menulis yang sempat menghilang beberapa hari ini mendadak bermunculan banyak sekali di otakku. Kenapa ya beberapa hari sebelumnya aku malas menulis padahal aku sudah berkomitmen untuk one day one post?

Alasannya klasik saja, aku ingin menikmati waktu-waktu terakhirku di rumah. Berhubung sebentar lagi aku akan tinggal di asrama. Aku merasa tinggal beberapa bulan di Bogor, rasanya lapang sekali, meski aku tahu, Pangandaran tetaplah menjadi tempat kemana aku akan selalu pulang. Memang di rumah ini, beberapa bulan yang lalu, menjadi saksi kalau aku ditolak SNMPTN, belajar SBMPTN, dan UM, hingga membuka satu-persatu pengumuman ujian-ujian itu dengan perasaan tak menentu. Tapi, aku tetap menganggap rumah baruku di Bogor ini selalu punya magnet untuk membuatku betah.

Alasannya?

Tentu karena ada orang tuaku. Bahkan berat badanku menjelang lebaran sempat naik beberapa kilo karena (mungkin), i have lived without pressure. Yes, I have it! Hahaha. Intinya aku senang, senang sekali. Bagiku, rumah selalu penuh cinta. Sebawel, serese, segalak apapun orang tua kita.

It refers to …..

Beberapa post-post yang membuatku tercenung, dengan… hmmmm (segitunya yaa….) mencintai pacar mereka, tapi aku nggak tahu, kenapa aku nggak ngerasain itu? (HAHAHA, ya iya atuh, punya pacar aja nggak?)

Oke, bukan begitu maksud aku.

Aku berpikiran kalau yang ku-butuhkan selama ini bukan itu. Aku berpikiran bahwa besar sekali perjuangan orang tua kita. Entah semakin bertambahnya umur, aku semakin berpikiran dewasa atau seperti apa. Tapi……

Sejak merasakan kegagalan SNMPTN, aku melihat sekali gurat wajah kekecewaan di wajah orang tuaku. Tapi ketika 3 test yang kulalui, dan membuka pengumuman kelulusan test itu satu persatu dan, semua itu bertuliskan selamat, aku bisa melihat senyum mereka berkembang-kembang.

Dari kejadian itu, aku melakukan analisis:

Benarkah orang tua kita yang paling merasakan kesedihan kita? Juga merasakan kebahagiaan yang sedang kita rasakan?

Sedangkan (mungkin) pacar atau pasangan kita tidak merasakan ini?

Mereka memang sering berkata “sabar ya..” tapi apa mereka ikut memberikan solusi seperti orang tua kita, mendukung kita sampai sejauh apapun kita melangkah?

Setiap tahap kehidupan mereka selalu ada. Ya. As always.

Dan sampai saat ini, aku tidak mampu dan tidak tahu, bagaimana caraku membahagiakan mereka selain dengan bakti, prestasi, dan mencintai mereka sepenuh hati?

Ah, ayah… ibu…

Semoga selamanya, aku mampu. 


(Ketika bilang mau tidur, malah nggak bisa tidur. Tapi beneran mau tidur kok, melihat Ibu tiduran di samping, sedang sakit baru diantar ke klinik dini hari tadi. Tak kuasa, aku tak menulis. Semoga lekas sembuh, mentari sepanjang masa!)


0 komentar:

Posting Komentar

 
;