Minggu, 30 Agustus 2015

Catatan Sore


Aku sudah kembali ke kampus Darmaga sejak tadi senja. Sudah kembali untuk memfokuskan diri meraih angan dan cita. Untuk masa depan terlebih untuk kedua orang tua. Kampus perjuanganku yang hijau, asri, namun sekarang terkadang panas karena cahaya matahari sudah mampu menerobos bebas tanpa celah dedaunan hijau.

Sekembalinya aku ke Darmaga, aku mulai merancang mimpi. Dimulai dengan membereskan baju, menata kembali meja belajar, lalu membaca terjemahan al-qur’an, tak lupa menyambangi kamar sebelah, dilanjut dengan berkumpul di depan lorong.

Kulanjut dengan menulis sebagai bentuk komitmenku, sesuai dengan apa yang telah aku janjikan dulu. Sesekali mendengarkan cerita teman tentang (ehm) seseorang yang disukainya, atau sekedar mendengar resume film yang baru saja diputar bersama-sama di asrama semalam.

Ah, adanya aku disini membuatku semakin berpikir, apa yang membuat aku tidak mensyukuri nikmat dari Tuhan?

Kembali aku mengingat pelajaran hidup yang kudapat. Tentang toleransi, adaptasi, kemandirian, dan banyak lagi. Mengingat satu persatu jalan hidup yang kulalui. Pindah sana pindah sini. Namun, skenario-Nya membawaku kepada mimpi masa remajaku. Memang tidak sama konteksnya. Tapi, aku tahu dari awal hidup seperti inilah yang ku mau.

Benar saja, Tuhan memang menjawab doa kita dengan 3 jawaban;
1)    Ya.
2)    Ya, namun nanti.
3)    Aku akan mengganti dengan yang lebih baik.

Aku merasa Tuhan menjawab doa-doaku dengan 3 jawaban di atas;

Berawal dari, “Ya Allah, aku ingin kesana…” Dia langsung menjawab “Aku akan mengganti dengan yang lebih baik.” Dengan melemparkanku ke kota dimana air laut berdebur keras disana. Tempat yang lebih baik disini, bukan hanya tempat yang jauh dari hedonisme. Tapi juga tempat dimana aku lebih bisa berempati dan bersimpati dengan orang-orang disekitar. Untuk pertama kalinya mengenal binar menyejukan mata anak-anak. Melepaskan egoku demi menerima takdir-takdir yang telah dirangkai olehnya.

Dan, Dia kembali menjawab doaku dengan kata “Ya, tapi nanti.” Ketika aku gagal masuk PTN melalui jalur undangan. Dan, ketika aku harus mengikuti beberapa test masuk PTN, aku hanya meminta satu, yaitu diberikan yang terbaik. Ketika semua ekspektasi dan mimpi-mimpiku harus pupus tahun ini, semoga Allah melapangkan hatiku. Tapi Dia justru menjawab doaku dengan jawaban “Ya.”

Ternyata seiring waktu, aku mencatat, merekam, dan menuliskan apa yang terjadi dalam hidupku. Ketika kecil dulu, kita sering sekali nangis dan merengek meminta ini dan itu kepada orang tua kita. Tapi, terkadang orang tua kita tidak memberi apa yang kita inginkan. Satu hal yang tak pernah berhenti kupercaya, orang tua tahu apa yang terbaik untuk anaknya, meskipun awalnya itu tak mampu kita terima.

Begitupun dengan keputusan Tuhan, kita sering sekali merasa sedih dengan apa yang telah digariskan oleh-Nya. Tapi itulah yang terbaik untuk kita. Bukan saat ini (mungkin), tapi nanti.

Apapun yang telah kita lakukan hari ini, semua tak pernah terlepas dari takdir yang telah ditentukan oleh-Nya, semua itu tertulis di langit-Nya. Dan, semoga kita termasuk orang-orang yang menghargai setiap keputusan atas apa yang telah dihadapkan dulu, hari ini, dan di hari kemudian.

Ya, semoga :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;