Minggu, 03 Desember 2017

Jika Memang Tak Baik Untukmu

Entah mengapa, aku selalu suka memandangi pemandangan gunung yang terhampar di depan mukaku sehabis mengajar di CCR atau selepas senja di sepanjang jalanan kampusku ketika aku sedang berjalan-jalan. Indah, megah, dan berwibawa. Namun, di balik keindahan dan kemegahannya dan jika kita sadari lebih lanjut, perlu perjuangan untuk mencapai gunung tersebut. Mungkin saja ada jalanan licin yang dapat mencelakakan langkah kita, lereng yang curam dan terjal, atau patahan dahan tak beraturan yang mengganggu perjalanan. Begitulah. Selalu ada hal-hal yang perlu kita lihat lebih dekat agar kita mengerti dengan pemahaman yang lebih baik, bukan hanya praduga yang muncul dan menguasai pikiran kita.

Pada dasarnya, dalam pandangan mengenai pilihan-pilihan hidup. Kita selalu menganggap baik, ideal, pantas, indah, dan segalanya tentang apa yang menjadi preferensi kita. Tapi sebenarnya, pandangan itu bisa saja menjadi bias dan keliru karena pada kenyatannya tidak selalu demikian. Hal inilah yang menyebabkan ujian-ujian Allaah datang kepada kita. Karena Allaah selalu ingin yang terbaik. Maka Ia mengubah apa-apa yang mungkin saja menurut kita baik menjadi versi terbaik menurut-Nya, meskipun hal itu sulit untuk kita terima. Bagaimanapun caranya, mudah saja bagi Allaah untuk membuat kita terlepas darinya. Entah dengan membelokkan arah kita, melepaskan perasaan kita yang tertaut padanya, menunjukan fakta-fakta tentangnya, atau dengan cara lain yang mungkin saja tidak dipahami oleh logika kita sebagai manusia.

Bagaimanapun, Allaah tidak ingin kita terlena dengan memandang gunung yang di benak kita hanya tergambar keindahannya saja. Dia ingin kita melihat segala sesuatu yang ada di baliknya. Maka diperjalankanlah kita menuju preferensi yang awalnya subjektif menjadi fakta yang objektif. Meski kadang perjalanan menemukan kebenaran itu begitu pahit dan menyakitkan untuk kita. Meski kadang hasil yang didapat tak sesuai dengan pikiran dan hati kita.

Lalu, pernahkah kamu menjalani takdir dimana kamu dibuat dekat sekali dengan preferensi yang baik itu kemudian perlahan-lahan Allaah tunjukan satu persatu fakta dan kejadian yang membuatmu sadar bahwa pandanganmu itu keliru?

Jika itu pernah terjadi kepadamu, hal yang pasti kamu lakukan sebagai manusia untuk pertama kalinya adalah menepis fakta, sebab kita masih berfikir apa yang baik menurut kita berselisihan dengan apa yang sebenarnya terjadi. “Ah masa sih begitu? Mungkin saja dia lagi lelah! Nggak mungkin dia ngelakuin itu!” dan lain-lain. Begitulah gemuruh dan rusuhnya hati kita, padahal nyatanya Allaah sedang memperlihatkan kebenaranNya dan selalu saja kita tolak kebenaran itu. Tapi sekali lagi, Dia-lah Allaah, Tuhan yang Maha Baik, yang tetap saja menunjukan jalan kebenaran itu sampai akhirnya kita paham akan satu-persatu jalan kebenaran yang ditunjukan oleh-Nya dan sadar bahwa kita telah keliru dalam mempersepsikan sesuatu.

Sekali lagi, keindahan gunung-gunung yang kita pandang dari kejauhan tidaklah sama ketika kita memperpendek jarak pandang dalam melihatnya. Maha Baik Allaah, yang selalu menunjukan kebenaran dengan segala caraNya hingga pada akhirnya kita bersedia mengikuti apa-apa yang telah ditetapkan olehNya saja. Maka atas segala preferensi-preferensi apapun yang ada di hati kita, semoga di dalamnya selalu ada ruang untuk menerima apa-apa yang menjadi kehendakNya dengan penuh kelapangan dada. Sebab pada akhirnya, ketenangan hati akibat penerimaan yang luaslah yang membuat hidup kita lebih tenang dan berjalan ringan.

Ketika kehendak Allaah tidak sama dengan apa yang menjadi kehendak kita, tetap bersabar dan berbaik sangka ya! :’) tenanglah dengan iman yang ada dalam genggaman. Juga kesabaran yang mampu mengalahkan luasnya langit dan dalamnya samudera. Urusan yang tidak menjadi takdir kita di depannya, semoga Allaah putuskan segala keterputusannya. Karena kita berhak untuk hidup tenang, ringan, lapang dan bahagia :)

Allah, aku membuka Desember dengan luka dan air mata, namun terdapat syukur dan kelegaan yang luar biasa atas segala perlindungan dan kebenaranMu di ujung cerita, sebab begitu cepat Engkau tunjukan kepadaku bahwa pandangan-pandangan itu telah keliru terhadap sesuatu. Hari ini, esok dan seterusnya.. semoga aku tak lagi membuang waktu untuk tetap bertahan atas segala preferensiku jika memang tak ada kebaikan untukku di dalamnya. Dari lubuk hatiku yang terdalam, aku sampaikan permohonan maaf, sebab seringkali aku terlambat mengerti pada apa yang telah menjadi takdirku atas kehendakMu.


Bogor, 3 Desember 2017

0 komentar:

Posting Komentar

 
;