Minggu, 14 Juli 2019

Melawan Depresi

Iya. Blog ini masih ada. Saya pun masih ada. Memang setelah lama sejak terakhir memposting tulisan yang terakhir saya upload lewat blog ini. Sebenarnya ada banyak sekali ide yang ingin saya buat menjadi tulisan, namun sepertinya ada yang salah dengan kesehatan jiwa yang menyita waktu, batin, dan pikiran saya.

Menuliskan tentang ini sebenarnya menjadi sebuah tantangan yang membuat saya berpikir berulang kali. Mengingat besar sekali kemungkinan bahwa tulisan ini akan dibaca oleh adik dan kakak tingkat, teman-teman seangkatan, teman orang tua, bahkan kedua orang tua saya.

Saat membicarakan kesehatan jiwa dan mental, mungkin ada 4 kemungkinan yang muncul dalam pikiran banyak orang. Pertama adalah manusia tanpa busana yang tanpa malu berjalan di jalan raya, yang kedua mungkin adalah manusia yang sering melamun lalu tertawa dan senyum senyum sendirian, kemungkinan lain adalah manusia yang dipasung dan dikurung di ruangan khusus. Ketiga contoh diatas mungkin menggambarkan potret gangguan jiwa di Indonesia. Gangguan seperti itu, disingkat dengan satu kata yaitu “gila” atau lebih sopan biasa disebut dengan kata “stress”.

Dan terakhir yang mungkin sekarang sedang boom adalah bunuh diri. Karena banyak sekali public figure korea ataupun dunia yang bunuh diri gara-gara punya mental health yang bermasalah. Mungkin 4 contoh diatas adalah gambaran kebanyakan orang tentang gangguan pada jiwa dan mental.

Rasanya saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari saya mengalami stress atau mungkin depresi yang memaksa saya harus mengkonsumsi obat dengan dosis tinggi sebagai penenang. Seorang dokter umum bahkan menyarankan saya ke psikiater supaya bisa diresepkan antideressant.

Saya tidak masalah sama sekali ketika harus pergi ke psikiater. Saya bisa ke rumah sakit sendiri, menghiraukan stigma bahwa ke dokter spesialis jiwa umumnya gila, saya juga adalah pribadi yang menganggap kesehatan mental itu sangat penting. Satu-satunya alasan yang membuat saya berat adalah antidepressant. Rasanya berat sekali harus mengkonsumsi itu, meski mungkin saya butuhkan untuk menyeimbangkan zat kimia di otak saya. Tapi, rasanya saya ingin mencoba ikhtiar dengan cara lain agar tidak ketergantungan dengan obat-obatan.

Dan, oh ya. Manifesti dari stress seseorang itu macam-macam. Saya sendiri mengalami morning sickness seperti muntah-muntah, sakit kepala, dan lain-lain. Waktunya cukup lama. Sehingga bisa membuat saya berpikiran yang tidak-tidak. Padahal ternyata, selidik punya selidik asam lambung saya meningkat karena stress, tekanan darah saya ada di bawah rentang normal. Sama seperti kesetrum, cara memutuskan aliran listriknya adalah dengan cara memutuskan saklar atau mencari isolator. Ini bukti bahwa pikiran buruk bisa membuat badan kita menjadi lemah. Saya pernah curhat kepada seorang dokter, imun tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh pikiran karena 55% sakit fisik disebabkan dari psikis.

Setahun belakangan ini saya memang merasa nggak content. Somehow recently saya merasa kurang. Biasanya saya setiap mau masuk SD, SMP, SMA, dan universitas sudah terbayang ingin masuk mana dan berusaha mendapatkan itu semua. And, here i am. Saya bisa. Tapi selepas memasuki ruang sidang skripsi sebetulnya selain tegang, hal yang paling saya pikirkan adalah khawatir. Ya, khawatir mau seperti apa nantinya. Mau S2, tapi kok sulit ya. Mau kerja, kok kaya ragu. Nah, kerjanya mau jadi apa? BUMN? PNS? Kantoran swasta biasa? Ini aja saya pun tidak tahu dan masih ragu saja. Saya seperti kehilangan jiwa-jiwa ambisius yang selama ini membantu saya dalam berkonsentrasi dan berpikiran positif. Perasaan seperti itu yang membuat triggered by physical exhaustion. Saya jadi perhitungan dan menghitung segala mimpi yang mungkin saja terkubur gara-gara ini.

Saya merasa skeptis. Saya merasa tidak berguna, sedih, khawatir, panik, dan lain-lain. Sering juga terpikir bahwa saya mungkin bisa mati sia-sia. Makin takut lah nggak bisa bahagiain orang tua dan mewujudkan cita-cita. Episode belakangan ini sih yang it wasn’t worst, but it was pretty bad. Saya sampai sakit dan merasa sudah tidak bisa dikatakan biasa.

Saya tidak ingin berdiam diri. I am in the way to search a help. Meski memang belum ke profesional help yang berkaitan dengan ini (re: psikiater). Tapi saya coba mencari bantuan ke teman-teman saya yang kuliah di jurusan psikologi, dokter, dan lain-lain. Juga yang paling utama, get closer to God. Dengan ibadah yang saya coba lakukan penuh dengan pemaknaan.

Selama ini selalu berusaha untuk move on, by doing things normally dan tidak memperhatikan perasaan saya, yang ternyata sakitnya malah repressed di dalam, muncul di alam bawah sadar, dan keluarlah mimpi-mimpi buruk sampai sakit kemarin. Saya berusaha moving on, tapi kemarin sepertinya sudah limit. Ada kalanya hal-hal seperti itu tidak mengganggu, tapi pas bother itu bother sekali. sampai malas ngapa-ngapain dan tidak bergairah. Rasanya seperti menarik diri saja, padahal saya sendiri merasa hal itu tidak membuat diri saya menjadi lebih baik.

But, anyway i am feeling so much better right now. Memang belum seaktif biasanya, tapi sedang berusaha memulai lagi dengan makanan sehat dan olahraga yang kemarin sempat terputus karena harus naikin tensi darah dan nyembuhin si gastritis. Terima kasih juga buat yang sudah chat dan DM di instagram. Yo know, it so much mean for me.

Always hope.

Selama ini memang yang melegakan dan menyelamatkan memang harapan ya.

Bahwa esok lebih baik dan lebih menenangkan lagi.

Let’s have hope.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;