Sabtu, 18 Juli 2015

Sebentar, sayang.

Kuhempas kasar tubuhku ke kasur. Lelah sekali rasanya. Sehabis belajar meregang otak, untuk ujian yang beberapa hari lagi akan kulaksanakan. Berkali-kali, kamu menyemangatiku. Membuatku semangat dan selalu berharap tuk bisa menuntut ilmu satu kampus denganmu. Kamu memang masuk terlebih dahulu dibanding aku.
  
Aku memejamkan mata. Beberapa menit lagi, hari sudah berganti. Aku menghela nafas panjang. Kupaksa diriku pergi untuk mencuci muka sebelum tidur. Lalu kembali berbaring di atas kasur.

Ding! Ding!

Bunyi pesan dari ponselku, memaksaku beranjak bangkit. Siapa?

“Maaf, baru balas, sayang.”

Tulismu di seberang sana. Ya ampun, cinta. Ini sudah jam berapa?

Kulirik chat yang terakhir ku-kirim untukmu. Pukul setengah 3 siang. Dan kamu izin kepadaku, dengan kata sebentar. Jadi, sebentar versimu adalah hampir 9 jam? Andai saja, aku bukan wanita yang sabar, sudah aku lempari kamu berbagai macam benda. Tapi, kamu dan aku menyebut hal itu satu: pengertian. Ah, kadang rasa sayang itu mengalahkan rasa kesal dan sebal.

Satu yang kutahu, kamu telah menjalankan seluruh kewajibanmu. Dan, aku tak mau mengekangmu. Aku tahu komitmen. Bersama bukan berarti mengekangmu melakukan ini itu seperti yang aku mau.

Bersama bukan berarti melakukan semuanya bersama. Aku tak ingin melupakan hakikatmu sebagai individu yang tetap mempunyai privasi, mempunyai ruang untuk dirimu sendiri.

“Lamaa sekaliii….” Tulisku plus emoticon sedih.

“Iyaa… maaf…. yaa..” kamu meminta maaf. Hal yang seharusnya tidak kamu lakukan, tapi di satu sisi aku senang kamu meminta maaf. Sungguh aku tidak ingin mengekangmu. Terserah-lah. Asal kamu mengingat aku. Selalu.

“Gapapa ya sayang?” emoticon sedih itu muncul lagi. Kamu menunggu balasan. Aku masih erat memegang ponsel sambil tersenyum. Kamu selalu seperti itu sejak awal kita saling mengenal.

“Gapapa… tapi aku ngantuk,” tulisku jujur.

“Yahhhh……” balasmu kecewa.

Horeee!! Aku sedikit senang dengan kekecewaanmu. Biarlah, sengaja aku ingin meninggalkanmu. Tujuannya tentu untuk membuatmu rindu kepadaku.

Aku menutup mata. Masih dengan senyum simpul. Membayangkan perkenalan pertama denganmu. Ah, kamu memang sibuk. Kamu memang berbeda. Kamu memang mandiri. Dan kamu selalu fokus meraih mimpi-mimpi.

Mungkinkah untuk mewujudkan mimpi bersamaku?

Aku tidak tahu. Semoga saja seperti itu.

Aku menarik selimut menutupi tubuhku. Angin malam tiba-tiba berhembus agak kencang. Namun, hatiku hangat. Karena sesibuk apapun kamu, aku tetap bisa merasa dekat.

Baiklah. 9 jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun… atau mungkin beberapa tahun lagi. Aku tau kamu akan mewujudkan semua impian dengan sangat mudah, semudah kau mengatakan: sebentar ya, Sayang?

Dan, setelah itu... kita akan melewatkan banyak waktu berdua bersama. Selamanya....

Oke. Janji ya, Sayang? :)


0 komentar:

Posting Komentar

 
;