Jumat, 29 Mei 2015

Your morning carrebian nut.



Hallo, selamat pagi! :D

Ceritanya pagi ini aku lagi senang banget. Selain karena aku suka banget nyium aroma good day rasa carrebian nut yang baru aku seduh yang gak tau kenapa aku suka sama sensasi minum kopi dengan wangi yang harum, rasanya harum kopi kalau kita hirup baik baik punya filosofi sendiri. Bener deh. Coba baca cinta dalam gelasnya Andrea Hirata, di bukunya tersebut, Andrea Hirata secara mendetail menceritakan budaya orang Melayu yang meskipun katanya (udik minta ampun) tapi paham betul kopi sebagai social drink.

Benar, kalau ada quote yang mengatakan “Happiness is good books and a cup of coffee.”

Di Mozaik 23 tentang Buku Besar Premium Kopi, Andrea ternyata telah berhasil menemukan modifikasi model-model ciptaan Dokter Hofstede untuk membedah watak orang Melayu (yang lagi lagi katanya udik), kesimpulan yang sangat ilmiah yang ditemukannya kira-kira seperti ini;

“Mereka yang memesan kopi sekaligus memesan teh? Adalah mereka yang baru gajian. Mereka yang baru memesan kopi tapi takut memesannya? Uang di kantongnya tinggal seribu lima ratus. Mereka yang tak menyentuh kopi, tapi menyentuh tangan gadis pelayan warung? Pemain organ tunggal. Mereka yang minum kopi dari gelas kosong? Sakit gila no. 27. mereka yang tidak minum kopi, tapi makan gelasnya? Kuda lumping”

Hahaha…ada-ada aja kan?
Btw, ngomong-ngomong tentang penulis dan karakteristiknya dalam menulis. Aku punya beberapa penulis Indonesia favoritku dan gaya kepenulisannya yang khas:

#1. Andrea Hirata


Siapa yang gak kenal karya-karya Andrea Hirata yang fenomenal itu. Sebut aja ya, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Tetrologi Laskar Pelangi itu, berhasil tembus publisher internasional sekelas FSG, Random House, Hanser Berlin, Mercure de France, Atlas Contact, Penguin dan Harper Collins. Rasanya jarang kalau penulis Indonesia bisa sampai go international ya, tapi karya Andrea Hirata ini memang sangat pantas banget kok diterbitkan di luar negeri karena karyanya yang “encourage spirit In life.”
Aku suka banget baca karya-karya Andrea Hirata, pengalamannya yang pernah kuliah di luar negeri yang (mungkin) mempengaruhi gaya menulis dia ala-ala klasik modern gitu. Klasiknya, dia itu benar-benar menceritakan secara mendetail budaya, tempat, karakteristik orang orang Melayu tapi selalu ditambah sentuhan modern untuk meng-compare satu sama lain. Selain itu, kosa katanya banyak bangettttt…. Dia sering memakai bahasa Indonesia yang bersastra gitu deh, tapi herannya aku ngerti dan membacanya enak. Mengalir begitu aja.  Kebanyakan penulis itu orang-orang Sumatera, dan benar orang sumatera yang satu ini pantas dinobatkan penulis novel terbaik yang Indonesia punya saat ini :D

#2. Habibburahman El Shirazy


Dia bukan orang Sumatera, dia jawa tulen yang kalau nulis novel, diksinya bening bangeeet. Kalau sudah pernah baca buku Ayat-Ayat Cinta pasti sudah tahu, karakter yang bakal Kang Abik bawa. Novel Ayat-Ayat Cinta menurutku bukan hanya novel cinta. Tapi juga novel budaya dan novel agama. Kang Abik, dengan pengalamannya pernah tinggal lama di Mesir, betul betul menceritakan setiap keelokan Mesir. Ditambah novel yang ada kata “Cinta” nya ya jelas juga, menceritakan sisi romantis. Sisi romantis ketika Fahri berhubungan badan dengan istrinya Aisha, tidak menimbulkan kesan “pornografi” sama sekali. Disana, Kang Abik betul-betul memainkan permainan katanya sehingga aman dibaca oleh remaja sekalipun. Dari segi agamanya pun begitu, sebagai penulis professional, ketika menuliskan part dimana Fahri bertemu dengan sahabat Rasulullah yang (aku lupa namanya, he he he) kalau ga salah itu dia pakai rujukan kitab apa gitu. Jadi pantes ya, kalau novel-novel dia gak cuma enak dibaca tapi juga sebagai pembangun jiwa.
P.S: Btw, yang belum baca buku Bumi Cinta harus baca. Kang Abik mengambil setting di Kota Moskow, ibukotanya Rusia ditambah deskripsi yang menawan tentang nonik nonik muda Rusia. Hayoo, siapa yang suka cewek cewel cantik? :D bahahaha.

#3 Hanum Salsabiela Rais dan A. Fuadi

Wah, kenapa aku nulisnya dua begitu?
Karena kedua penulis ini tuh sama sama reporter berita. Kalau A. Fuadi untuk Voice of Indonesia kalau Hanum untuk majalah local di Wina, Austria sewaktu dia menemani kuliah s3 suaminya, Rangga. Nah, nah, nah… karena alasan ini pulalah yang membuat aku benar-benar suka jurnalistik. Ternyata menulis dengan baik, benar serta berdasarkan fakta memang perlu. (btw, diam diam aku juga tertarik dengan fotografi), karena menulis itu menyiarkan kebaikan dan pengalaman yang menurut kita memang layak untuk dibukukan sebagai upaya terbaik untuk mengenang kenangan tersebut dengan cara terbaik yang kita bisa. Karena ini pulalah, cita-cita menjadi traveler writer membumbung semakin tingga, hahahaha :D
Abis keliatannya asyik, setting menulis kita ga melulu disitu karena kita banyak meng-explore tempat tempat baru. Kaya kepenulisan wartawan ini sangat sederhana tapi (diksi) dan alurnya benar benar luar biasa! mungkin terbiasa nulis berita (yang keliatannya sederhana) tapi pas menulis novel-novel itu mereka mampu menjelma menjadi penulis dengan perbendaharaan kata yang banyakk dan indah banget tanpa kehilangan ciri khasnya menulis dari hal yang sederhana!
Boleh baca yang The Land of Five Towernya A. Fuadi dan Bulan Terbelah di Langit Amerikanya Hanum yang (subhanallah, waaaaah) :’D pokoknya saking bagusnya aku sampai ga bisa ngejelasin disini (tujuannya sih agar kalian baca sendiri aja) hahaha :D aku tuh sampe berpikir berkali-kali, ya Allah, aku bisa gak ya menulis seperti ini? Menulis sebagus ini? :’)

Udah sih segitu, yang favorit aku. Yang setiap buku-buku baru mereka selalu aku buru. Coba lihat ya, dari semua penulis atas mereka semua sama menurut aku:
Sebenarnya bukan untuk membuat orang lain terkesan. Tapi bagaimana cara mereka membukukan kenangan dengan cara terbaik yang mereka bisa:

  1. Andrea Hirata (membukukan kenangan bersama Ibu Muslimah dan kawan-kawan Laskar Pelanginya.) aku juga yakin banget, kalau banyak orang-orang yang hidup di tahun 70 – 80 yang punya cerita mirip atau lebih tragis dari Andrea Hirata (tapi sayang, malas aja menuliskannya).
  2. Habiburahman El Shirazy (membukukan kenangan sewaktu hidup di Mesir) aku juga yakin kok, banyak kan mahasiswa mahasiswi Indonesia yang tinggal di luar negeri, tapi mereka ga mampu memanfaatkan peluang untuk menulis pengalaman luar biasa mereka.
  3. A. Fuadi (membukukan kenangan ketika dulu mondok di pesantren) aku juga yakin, banyak anak-anak yang dulu terpaksa sekolah di pesantren seperti Fuadi, tapi sekali lagi mereka ga mampu menuliskannya. (termasuk aku) he he he.
  4. Hanum Salsabiela Rais (membukukan kenangan sewaktu menemani suami melanjutkan Study di Wina, Austria) aku juga yakin kok banyak istri yang nemenin suaminya untuk tinggal di luar negeri entah itu untuk kerja atau untuk sekolah lagi. Tapi jangan lupa dituliskan ya, jangan cuma jalan jalan :’D

Jadi, yuk mulai menulis apapun yang ada di sekitar kita. Oh ya, ngomong ngomong siapa nih penulis favoritmu? :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;