Senin, 25 Agustus 2014

MAN JADDA WAJADDA!


          Ada yang tau arti dari mantra sakti diatas? Atau ada diantara kalian yang menjadikan “Man jadda wajadda” sebagai motto hidup kalian? Great, bagus sekali! Mantra sakti ini berarti “siapa yang bersungguh sungguh pasti akan berhasil” jelas sekali disini, ada jimat untuk menjadi orang yang berhasil. Apakah itu? Ya benar, bersungguh sungguh.
            Semenjak aku tau kata kata mutiara ini, aku langsung jatuh cinta. Entah mengapa, aku merasa ini sangat sangat sesuai dengan diriku yang baru. Yep, yang baru berjilbab misalnya. Semenjak berjilbab, semua haluanku berubah. Apapun itu. Untuk itu, aku tak lagi takut untuk bermimpi. Tujuanku berubah jadi ingin kuliah ke Al-Azhar, Cairo.  Mungkin banyak orang yang mentertawakan mimpiku. Tapi aku punya satu, motto hidupku. Rasulullah sendiri yang mengatakan seperti itu. Di surat Al-Insyirah pun Allah berfirman “fa inna ma’al usri yusro” bahkan sampai dua kali, arti dari ayat ini kira kira “Maka sesudah kesulitan itu ada kemudahan” aku semakin yakin, lah wong Allah saja berkata dan berjanji seperti itu, apa mungkin aku mundur karena cibiran orang? Tidak! Tidak boleh! Oia, sobat bloggers, udah baca postinganku yang judulnya “Kesedihan, move from the greatest place?” sipp, aku sengaja ngambil prolog nya dari situ, biar lebih neuuundangggg gitu. Heheheh.
            Namun, ternyata Allah memiliki rencana lain untukku. Tapi, aku mencoba sabar untuk itu, setelah aku tidak jadi masuk pesantren. Kalian semua tau, aku melanjutkan pendidikanku di salah satu SMA di Depok. Dan, nyatanya Allah juga memiliki rencana yang lain untukku.
            Aku tak mengira, cobaan untuk anak yang baru 15 tahun ini. Ketika aku sedang semangat semangatnya belajar di SMA, tiba tiba mimpi-mimpiku pun diambil kembali oleh Allah. Benar sekali, karena kedua orang tuaku pada saat itu pisah dan rumahku terjual. Mau tak mau, aku harus pindah ke Ciamis. Kalian boleh menganggapku berlebihan. Tapi sejujurnya, diriku memang hancur saat itu. Pelarianku setiap kali ada masalah adalah teman teman dan sekolah. Hanya itu yang aku punya. Jadi, ketika aku mulai kehilangan sekolahku untuk kedua kalinya? Betul, aku sangat terpuruk.
            Jiwaku sangat sangat terguncang. Oia, aku ingat kala itu, aku melupakan solat sunahku, aku melupakan puasa senin kamis yang waktu kelas 9 rajin aku lakukan, bahkan terkadang aku lupa melaksanakan salat fardhu. Yang membuatku sedih lagi, ternyata aku tak memiliki semangat belajar lagi.
            Pindah ke Ciamis adalah suatu langkah besar untukku. Aku akan meninggalkan Depok, dimana selama 15 tahun, aku hidup dan berkembang disana. Dimana aku melewati masa masa emasku, dimana aku belajar membaca dan menulis, dimana aku sangat mencintai ilmu alam, melakukan direct method dalam belajar bahasa Inggris, dimana aku memutuskan untuk berhijar, dll.
            Aku takut lingkungan baruku sama sekali berbeda. Dan yap, betul sekali. Disini memang sangat sangat berbeda dengan Depokku. Awalnya aku mengalami culture shock, food shock, weather shock, dll. Okey, aku akan membahas dari weather shock, aku tak tau, suhu disini sangat dingin, mungkin sekitar 23-27° celcius berbeda sekali dengan Depok yang suhu biasanya bisa mencapai 31° celcius. Oia, 2 hari sekolah, aku langsung jatuh sakit loh, badanku demam waktu itu. Mungkin karena udaranya yang berbeda. Maklumlah, di Ciamis ini aku memang tidak tinggal di pusat kotanya, bisa mencapai 1,5 jam dari pusat kota. Tidak ada yang namanya macet, polusi udara, dll. Beda banget kaya di Depok kan? Keluar gerbang sekolah, langsung disambut asap knalpot alat alat transportasi umum.
            Terus food shocknya juga banyak banget. Karena waktu itu bulan bulan yang sangat menyedihkan bagiku, aku sudah sangat jarang makan masakan Ibu. Kami selalu membeli makanan jadi, seperti kentucky, nasi padang, mie goreng, telur dadar, dan begitu seterusnya. Tapi semenjak aku di Ciamis, aku benar benar menemukan makanan yang sangat sangat sederhana. Daging ayam sangat berbeda dan mie gorengnya pun sangat berbeda rasanya. Hmmm,,,, aku jadi semakin kehilangan nafsu makan. Karena itu berat badanku turun 2 kg.
            Dan culture shock tentu saja, pertama kali aku masuk ke sekolahku. Aku sangat sangat ingin tertawa. Sekolahku yang sekarang benar benar berbeda dengan sekolahku yang dulu. Aku memperhatikan anak anak yang akan menjadi teman temanku, aku amati mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki. “alayyyyy…..” teriakku dalam hati. Pesimis. Rok ngatung, baju ngetat, sepatu warna warni, model jilbab kuda, tas yang isinya pasti alat make up semua, dll.
            Aku langsung disambut dengan bahasa bahasa daerah, jawa dan sunda. Aku ga ngerti, ya udah diem aja deh. Banyak anak laki-laki yang bener bener sok caper, dll. Ugh, ngeselin deh, tapi ya aku ga punya pilihan lain selain sabar.
            Oia, ketika aku masuk ke kelasku. Aku langsung disambut dengan jabatan erat teman-teman baruku. Lumayan lah mereka baik baik juga.
            Siang itu, aku menangis di hadapan ibu. Aku ingin pindah sekolah, aku gak tahan sama sekolah baruku. Anak anak yang tidak serius, teman teman yang tidak satu visi dan misi denganku, tak ada yang solat dhuha satupun, masjid antara laki laki dan perempuan digabung, toilet dan kantin yang jorok dan baunya minta ampun. Aku ga kuat ya Allah, aku ga kuat….
            Namun, ibuku sangat sedih mendengar keluh kesahku, mau gimana lagi? Aku sudah menyimpulkan bahwa didini bukan tempatku.
            Oia, karena aku bersikeras untuk ikut kembali ibuku ke kota. Akhirnya ibuku luluh juga. Dengan catatan aku diperbolehkan pindah di tahun ajaran baru. Yap, gapapa kok. Aku udah seneng banget dan berandai andai kalo aku pindah ke Depok lagi.
            Hmmm, tapi ada masalah lagi. Ternyata teman teman baruku banyak yang tak suka denganku. Mereka bilang aku sok cari perhatian, aku suka ngadalin guru. So what? Emang iya? Aku rasa engga. Mereka aja yang gak tau sistem belajar di Depok yang keras. Jadi jangan salahin aku kalau aku bawa kebiasaanku ke kampung, toh itu baik untuk ditiru kok. Menurutku….
            Mungkin karena baru 2 hari, aku sudah diangkat menjadi asisten guru bahasa Inggrisku? Dan aku mendapat gelar baru. Yuhuuu, aku dipanggil “Miss”. Aku ngerti ketidaksukaan mereka.
            Tapi mungkin hatiku terguncang lagi. Siapa coba yang gak sedih diiriin sama sebagian besar penghuni kelasku? Sedihnya, masha Allah. Ketika aku membawa kesedihan saat pindah kesini, justru aku mendapatkan kesedihan lagi. Ya Allah…
            Waktu itu aku pindah di akhir bulan Oktober, so waktuku cuma sekitar 1,5 bulan lagi, itupun dipotong dengan UAS. Karena aku merasakan depresi, aku menghabiskan setengah bulanku hanya dengan menangis dan meratapi apa yang terjadi, online, mendengarkan lagu dari handphone, dll.
            Namun aku tersadar atas apa yang aku lakukan, aku seperti tidak mengenal diriku yang waktu smp cinta mati sama yang namanya sekolah. Justru kalau aku semakin terpuruk, prestasiku aku menurun dan itu berarti aku tidak bisa melanjutkankan sekolahku ke SMA di Depok lagi, padahal aku tau SMA di Depok itu lebih keras.
            Aku rasa aku memang harus kembali seperti dulu. Ya, tidak ada pilihan lain. Akhirnya aku kembali menulis apa yang harus aku kerjakan selama sebulan ini, aku yakin akan sangat lelah, karena sudah mau UAS. Oia, selama sebulan itu aku harus  belajar keras lagi sampai jam 11 malam. Ah, aku sudah terbiasa. Dan benar sekali, ternyata aku mendapat nilai yang sangat baik di rapot perdana SMAku, peringkat pertama di kelas, dan juara parallel dari seluruh kelas 10. Alhamdulillah… tak ada kebohongan dalam firman Allah di surah al-insyirah itu “Inna ma’al usri yusro” sekaligus aku bisa member kado untuk Ibu. Mom, happy mother’s day!
            Sekarang aku bisa melangkah lebih tenang, tanpa beban. Beban yang selama ini aku rasakan di Depok, perlahan mulai meluntur seiring banyaknya aktifitasku, seiring dengan begitu banyak orang yang menyayangiku dan tak ada lagi ancaman sana sini. Aku juga mulai berpikir, bagaimana kalau aku tetap melanjutkan pendidikan ku disini? Yap, karena aku merasa aku perlu mengamalkan ilmuku disini. Bukan di tempat sebelumnya.
            Selain itu, aku terus terngiang ngiang oleh mantra sakti sekaligus motto hidupku “Man Jadda Wa Jadda” subhanallah…
            Aku seperti ini karena mataku telah dibukakan oleh seorang guru yang hebat luar biasa, selain itu aku pun sudah melihat bukti dari apa yang mereka katakan.
            Aku ingin melihat kalimat penuh arti dari guruku yang ini “Bila, harus tetap sabar ya. Ibu justru banyak mengambil pelajaran tanpa Ibu sendiri yang mengalami, Bila ngerti bagaimana perasaan Bila. Tapi Ibu yakin Bila pasti bisa. Pernah baca novel lascar pelangi, nak? Belajarlah dari sana, mereka berada di kampong, tapi mereka tetap bisa bersinar seumpama bintang”
            Aku menangis. Aku tak memungkiri apa yang dikatakan guruku itu benar sekali. Anggota laskar pelangi semuanya berasal dari kampung. Tapi Andrea Hirata, si Ikal itu berhasil melanjutkan kuliahnya ke Negara yang sama dengan Anggun C. Sasmi yaitu, Prancis. Ya, betul. Aku tak boleh selamanya memandang kampung itu buruk. Ya, justru orang orang besar banyak yang terlahir di kampung.
            Berbeda dengan guruku yang satu, beliau menasihatiku dengan ucapan yang benar benar menghujam sanubariku “Lho, kamu masih berpikir kalau kampung itu tidak baik atau buruk? Memang tidak bisa dipungkiri kalau kota bisa membuat mu lebih maju, tapi banyak orang kota yang pola pikirnya masih kampungan dan begitu pula sebaliknya. Orang kampung justru mempunyai pola pikir yang lebih maju. Masih untung kamu bisa sekolah, banyak kok orang dari kampung yang sukses. Contohnya: A. Fuadi yang terkenal dengan trilogi novel negeri 5 menaranya.”
            Siapa coba yang tak kenal dengan A. Fuadi, novelnya yang berjudul “Negeri 5 Menara” pernah menjadi buku best seller di Indonesia. Novelnya pun sampai diangkat ke layar lebar. Oia, meskipun Fuadi mengambil latar belakang pendidikan dari pesantren, tapi Fuadi mampu mendapatkan beasiswa ke luar negeri, contohnya Kanada dan Amerika Serikat. Mantan reporter VOA ini memang hebat, tekadnya luar biasa untuk bisa kuliah ke luar negeri. Berbekal mantra sakti “Man Jadda Wajadda” dan “Man Shabara Zafira” ini betul betul berupaya keras, meskipun dia berasal dari keluarga kampung nun jauh di kota Bukin Tinggi sana. Subhanallah…
            Lalu guruku melanjutkan “Terus lah teruskan mimpimu, siapa tau nanti ibu mendengar kamu sedang kuliah di Harvard University? Dan teknologi yang kita manfaatkan, bukan teknologi yang memanfaatkan kita. Tak perlu khawatir, beasiswa ke luar negeri sangat banyak dan terbuka lebar untuk siapa saja!”
            Sungguh aku terharu sekali mendengarnya. Guruku memang benar. Selama ada keinginan pasti ada jalan. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk bisa sukses. Dan mulai hari itu “Man Jadda Wa Jadda” menjadi kata kata yang benar benar aku ingin realisasikan dan ingin aku buktikan! Aku bisaa!
                                                Ciamis, 22 Januari 2013

            

0 komentar:

Posting Komentar

 
;