Minggu, 21 Juni 2015

A cup of jasmine tea.



Sudah selarut ini, aku masih belum mampu memejamkan mata. Padahal hari sudah berganti, dan jarum jam sudah menunjukan pukul 01.47 pagi. Aku mengempaskan diriku ke kasur. Mencoba memejamkan mata sekali lagi. Namun hasilnya tetap sama. Sama sekali tak bisa. Novel pengantar tidurku, bahkan sudah habis dua.

Akhirnya aku keluar kamar. Sekali lagi kulirik jam dinding, 2 jam lagi aku harus sahur. Kubasahi wajahku dengan air wudhu. Beberapa rakaat tahajud kutunaikan. Masih sama permintaannya, merengek-rengek keukeuh ingin kuliah disana.

Kulihat laptopku bertengger anggun di meja belajar. Inginku menulis semakin menjadi jadi saja. Setelah kulirik ke luar kamar, suasana tenang dan damai ditawarkan. Ah, aku memang harus menulis!

Sudah manis duduk dan menatap laptop, namun belum berhasil menemukan bahan untuk menulis. Aku gemas sekali. “Kalo kaya gini mah kenapa ga dibuat ngantuk aja sih?” keluhku dalam hati.

Pelan-pelan, kuhirup bau melati dari teh yang baru saja kuseduh. Semerbak wangi itu langsung memenuhi seluruh rongga dadaku. Kupertegas sekali lagi. Benar. Wangi melati membawaku kepada ingatan akan bunga itu. Jauh. Jauh sekali. Ke kota dimana air laut berdebur keras dengan batu karang. Pangandaran.

***

Aku memandangi bunga melati yang ada di tanganku. Aku tersenyum lirih. Bunga yang menurutku, syarat akan makna kebaikan dan ketulusan hati. Ah, memandang bunga ini mengingatkanku pada seseorang. Dan, aku selalu ingin menuliskannya. Atau bagaimana jika aku menceritakannya saja?

Kutengok ke luar jendela. Aku masih terjebak rinai-rinai hujan yang turun perlahan. Tapi tiba-tiba berubah menjadi buas. Kembali hujan deras. Teman-temanku masih berkutat dengan makalah-makalah mereka. Deadline-nya memang besok pagi. Aku malah tenang-tenang saja, karena punyaku sedang di-print oleh seorang teman anggota kelompokku juga. Hah? Di-print saat hujan seperti ini?!

“Ari, abi nambut payung ya?” izinku sambil menyambar payung tak peduli reaksi temanku yang dipinjami.

Aku segera berlari dan melebur bersama hujan. Ah senang… aku melangkah ke depan kelasku, karena tepat di depan sana, aku menemukan pohon bunga melati yang sedang mekar lebat-lebatnya. Hujan memang memang membawa berkah. Aku memetik banyak sekali. Kuperhatikan, bulir-bulir air membasahi bunga-bungaku.

Jasminum sambac betul-betul mengingatkanku pada seseorang. Tentang kebaikan hatinya, juga ketulusan hatinya. Orang yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Dukanya pasti juga dukaku. Bahagianya terang saja, itu bahagiaku.

Aku tak mau seorangpun berani menyakiti hatinya. Karena, aku merasa seluruh jiwa dan tulang rusukku hancur lebur dan remuk jika ada yang menyakiti hatinya.

Dulu sekali dia pernah berkata kepadaku, ketika dia pernah jatuh cinta kepada seorang perempuan pilihannya dan dengan tega si perempuan mematahkan hati ;

“Aku ga pernah sesakit ini, Bila. Aku susah jatuh cinta, tapi satu kali jatuh cinta sudah membuat tulang rusukku sakit sampai mati rasa.”

Ya Allah, Robbi! Aku buru-buru memegang dadaku. Aku sampai menekannya. Ya Allah, aku sakit hati! aku terduduk lemas di pojok kamar.

Sebisa mungkin kutemani dia, sebisa mungkin kukuatkan hatinya. Semampuku. Mengapa? Karena kebaikannya pula yang menyentuh hatiku untuk mendoakannya. Ah Kak, aku sungguh suka caramu mendatangiku. Tanpa interpretasi dan basa basi.

Sudah terlalu banyak kebaikanmu, sehingga tak mampu kusebutkan satu-satu. Sudah terlalu banyak kata yang tak mampu menginterpretasikan dirimu. Ketika menulis ini, aku mengenangmu. Dukunganmu, candaanmu, ceritamu. Semuanya mengalir dan menyukseskan jemariku, kembali menulis tentangmu.

Aku ingat lomba-lomba yang kulewati, dan kau selalu menyemangatiku. Lomba pidato, olimpiade, lomba debat, lomba tata letak kelas, kau pula yang menjadi pembaca setia novel novelku yang bahkan belum terbit. Hahaha.

Satu pertanyaanku; lalu, bagaimana jika kamu yang membuatku jatuh cinta?

Ah tidak. Forever you are brother for me. Dan, aku tak ingin ada ruang karena itu.

Terima kasih, Kak telah memberi sedikit warna dalam hidup. Dalam kebaikan dan ketulusan hatimu, aku belajar banyak. Tentang bagaimana menyentuh hati tentu dengan hati pula.

Dan tentu aku juga sangat berterima kasih, untuk secangkir teh beraroma melati yang memberiku ide untuk menuliskannya dengan sepenuh hati! :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;