Minggu, 28 Juni 2015

Daisy di Musim Semi


Saat menuliskan kisah ini, memori dan kenanganku terbang ke kejadian 2 bulan yang lalu. First impression-ku sewaktu pertama kali mengenal dia menyebalkan sekali. Aku yang ekstrovert dan suka nanya-nanya jadi malas banget waktu itu, karena kalau chat sama dia hanya dijawab “ya”, “enggak”, “oh gitu” dan jawaban singkat lainnya.

Aku jadi ingat macam-macam type orang ketika chatting. Hahaha. Dan aku meng-katagorikan dia di type yang pertama. Yang balasnya singkat-singkat. Ugh pokoknya menyebalkan. Padahal kan waktu itu lagi mau test SBMPTN, dan kami mengambil universitas yang sama. Apa salahnya sih saling berbagi, mengenal, dan menguatkan untuk menghadapi ujian bersama?

Tapi gimana ya awalnya sikap dia bisa melunak begitu?

Dulu sih, singkat saja… dia meminjam akun bimbel onlineku. Sebenarnya tidak mau aku pinjami awalnya. Ya abis, first impressionku tentang dia sudah jelek begitu. Aku waktu itu mencari alasan supaya tidak meminjami akunku, tapi alasan lain karena waktu itu juga sudah dekat waktu ujian. Aku juga butuh dong buat ujian beberapa hari yang akan datang.

Tapi, aku buru-buru mengubah keputusanku. Aku baru tau, ternyata dia lulusan SMK yang pastinya lebih butuh bimbingan belajar karena pelajaran yang akan di ujiankan jelas jauh berbeda dengan pelajaran yang dipelajarinya sewaktu belajar di SMK.

Justru aku kagum, dia mau ya belajar untuk ujian masuk kuliah? Dan pelajarannya tidak mudah loh. Mungkin kalau itu terjadi pada diriku, aku sudah keburu malas duluan. Soalnya kan lulusan SMK itu memang dipersiapkan untuk siap bekerja bukan untuk kuliah.

Menghadapi anak-anak SMA yang notabene nya lebih menguasai materi memang membuat lebih minder. Tapi aku suka dengan sikapnya yang optimis.

Alasan lainnya, aku juga punya misi terselubung untuk bisa melunakkan hatinya. Ah aku ingat, bukankah hanya hati yang mampu menyentuh hati?

Benar saja, ternyata dia mulai tersentuh, atau (mungkin karena tidak enak ya sudah dipinjamkan?) :D he he he.

Apapun alasannya, aku senang dengan perubahan itu. Kami juga mulai banyak bercerita, berdiskusi, dan bertukar pikiran. Bahkan terkadang dia memberiku semangat, bukan terkadang tapi memang setiap waktu. Aku itu orang yang tidak percaya diri. Jadi butuh banyak orang yang meyakinkan. Dan dia salah satu satunya.

Dia juga pribadi yang optimis, selalu bersuka cita, dan semangat. Dan, aku suka. Dia selalu berpikiran positif, gagal ataupun berhasil. Entah mengapa, mungkin karena hatinya sudah terlalu kuat menerima segala takdir Allah. Aku banyak belajar darinya.

Ada satu hal yang membuatku terharu. Dia itu begitu bersimpati. Contohnya waktu aku sakit karena kelelahan belajar, dia memberi tahuku jadwal belajar yang baik. Dan aku menjalaninya sampai sekarang. Begitupun ketika aku diterima di salah satu perguruan tinggi negeri, tapi belum menjadi rezeki untuknya, dia tetap tulus mengucapkan selamat kepadaku.

Ternyata dia itu seperti bunga daisy yang mekar pada musim semi. Penuh rasa optimis, persahabatan, dan simpati yang mendalam. Terima kasih sudah begitu baik kepadaku :)

Dan tetap semangat untukmu juga. Ini hanya masalah waktu. Aku yakin dan kamu pun harus yakin, tak pernah ada kebaikan yang sia-sia. Kamu hanya perlu menunggu, semua indah dan terbayar pada waktunya.

Kudoakan kebahagiaan dan keberhasilan itu akan datang dengan indah. Seindah warna-warni bunga daisy yang mekar dan semerbak mewangi di musim semi! :)

((Tulisan ini teruntuk: Fauzi Firdaus, yang semangatnya banyak kucuri sebagai inspirasi menulis siang ini! Terima kasih, Zizi :) ))



0 komentar:

Posting Komentar

 
;