Sabtu, 27 Juni 2015

Ayah dan Mawar Merah



Harus kuakui, hubunganku dengan ayah tak sebaik dulu. Hal itu mungkin saja terjadi karena berbagai konflik dan masalah yang kerap mendera kami berdua atau memang mendera kami sekeluarga. Meskipun begitu, terlepas dari segala kekurangannya, ayah tetaplah menjadi lelaki tersayang yang ku punya. Aku tak ingin membutakan mata bahwa kebaikannya pun turut membesarkanku menjadi gadis yang tegar dan kuat.

Aku terlahir menjadi anak sulung dan anak perempuan satu-satunya. Hal ini membuatku banyak mendapat keuntungan dibanding adik-adikku. Tentu… aku senang sekali. Dulu sih alasannya sederhana;

“Jadi anak tercantiknya, ayah dan ibu…”

Ah, tentu saja iya. Mana mungkin adik-adikku dipanggil cantik kan? Itu lah mengapa aku senang sekali menjadi anak perempuan satu-satunya. Dulu, aku sempat ngeri dan khawatir kalau kalau ibu yang sedang hamil melahirkan anak perempuan. Takut lebih cantik dariku. Aku tertawa sendiri mengingat masa-masa itu.

Beranjak remaja, aku merasa sikap ayahku mulai keras dengan melarang melakukan ini itu. Masa aku gak boleh naik angkot? Masa setiap hari aku harus di-ojeki terus oleh Mang Ade, tukang ojekku dulu. Ah, Ayah… aku ingin naik angkot. Aku ingin pulang dengan teman-temanku, Yah.

Tahu gak, apa jawabannya; “Bila kan anak perempuan, nanti kalo diculik Kang Tukang Angkot gimana?” hihihihi… lucu kan jawabannya.

Semenjak saat itu, aku tidak pernah pergi dengan laki-laki yang bukan mahramku. Serius. Sama sekali belum pernah dan mungkin tidak akan pernah. Karena aku sudah keburu takut duluan. Bahkan ke tukang foto copy-an pun aku diantar tukang ojekku.

Mungkin itu yang membuat aku membatasi diriku sendiri. Aku sih belum pernah dilarang pacaran, tapi kok rasanya aku gak tega ya kalo pacaran. Aku seperti sudah membohongi ayah dan ibuku.

Satu hadist Rasulullah SAW yang semakin membuatku yakin untuk tidak berpacaran karena katanya langkah anak perempuan menentukan langkah ayahnya juga. Mendekatkan ke neraka atau  menjauhkan ayahnya ke neraka.

Jadi bagiku ayah itu seperti mawar merah. Meski berduri tajam, keras kepala, dan tak mengerti kita, tapi disitulah pembelajaran untuk kita; bahwa yang indah itu memang harus selalu dilindungi. Dan ayah selalu menjadi pelindungku.

Mawar merah pun melambangkan rasa cinta yang besar dan mendalam. Persis seperti cinta ayah. Meskipun tidak pernah mengungkapkan secara terang-terangan. Tapi aku yakin, ayah selalu menyimpan cinta yang mendalam kepada anak-anaknya, terlebih untuk anak perempuannya.

Aku jadi ingat kata-kata Kak Kurniawan Gunadi, Penulis buku Hujan Matahari;

“Cinta yang paling aman, adalah cintanya seorang Bapak.”

Selamat berbuka puasa sahabat-sahabat hati! Semoga puasa hari ini penuh barakah untuk kita semua :)


0 komentar:

Posting Komentar

 
;